Tol Laut Rute Sulut Butuh Tambah Frekuensi, Armada dan Fasilitas di Pelabuhan
Kepala Badan Perbatasan Daerah Sulut Djemy Gagola mengatakan, meski tol laut sudah beroperasi dengan rute yang sudah ditetapkan masih ada kendala
Penulis: Ryo_Noor | Editor: David_Kusuma
Tol Laut Rute Sulut Butuh Tambah Frekuensi, Armada dan Fasilitas di Pelabuhan
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Tol Laut Rute Sulut masih dikeluhkan operasionalnya.
Kepala Badan Perbatasan Daerah Sulut Djemy Gagola mengatakan, meski sudah beroperasi dengan rute kapal yang sudah ditetapkan tetapkan masih ada kendala yang harus diatasi.
Ia menjabarkan, sejumlah kendala, yakni frekuensi pelayaran kapal, infrastruktur pendukung, dan suplai komoditas perdagangan dari pulau-pulau
Gagola menjelaskan, soal rute pelayaram kapal melalui Tol Laut yakni terdiri dari kapal induk, dan kapal fider atau kapal penghubung.
Kapal induk mengawali rute dari Surabaya, Makassar dan Tahuna.
Baca: Tol Laut ke Biaro-Tagulandang-Buhias Tak Maksimal, Ini Komentar Kepala Pelabuhan Kelas III Ulu Siau
Baca: Pemkab Sitaro dan BUMN Tandatangani Kesepakatan Terkait Akses Tol Laut
Baca: TEMAS Line Buka 10 Rute Baru, Komit Dukung Tol Laut Indonesia
Kemudian lanjut dengan kapal penghubung menjangkau pelabuhan kecil di pulau-pulau, seperti Kahakitang, Buhias, Tagulandang, Melonguane, Kakarotan, Miangas dan Marore.
"Yang dipasok itu sesuai pesanan pedagang, mulai dari sembako sampai bahan bangunan, semen, besi dari Jawa," kata dia kepada tribunmanado.co.id, Senin (4/2/2019).
Kendala pertama soal frekuensi pelayaran kapal. Kapal melintas tol laut hanya sebulan sekali
"Kapal Induk itu hanya sebulan sekali," kata dia.
Efekrifnya kapal induk itu dua kali sebulan, kemudian kapal penghubung itu seminggu dua kali.
Perputaran dagang tetap harus dipenuhi meski tanpa kapal tol laut, maka pengusaha masih menggunakan kapal pelayaran yang biasa untuk menjangkau Manado dan Bitung.

"Padahal kapal tol laut ini harganya lebih murah, sampai 30 persen, karena jarang terpaksa pengusaha pakai kapal biasa meski lebih mahal," kata dia.
Upaya sudah dilakukan dengan meminta penambahan armada kapal di Kemenhub, tapi baru sebatas usulan
Kendala kedua soal infrastruktur, yakni pelabuhan dan transportasi penghubung pendukung
Dermaga di pulau masih butuh peningkatn fasilitas semisal lampu, kemudian untuk mencapai desa-desa butuh truk pengangkut, keduain speedboat untuk mengangkut ke rute tertentu di pulau.
Kendala ketiga menyangkut suplai komoditi kepulauan. Persoalannya selesai kapal memasok barang ke kepulauan, kembali dalam keadaan kosong tak ada barang yang dipasok kembali, padahal ada beberapa potensi komoditas peedagangan yang bisa diupayakan, seperti cengkih, kopra, pala,
"Di Talaud, ada serat abaka, limbah kelapa, seperti arang tempurung, sabut kelapa, bahkan batang kelapa diminati," ungkap dia
Ada lagi potensi perikanan, namun khusus ini harus ada fasilitas cold storage, semacam kontainer khusus.
Masalah ini sebenarnya butuh campur tangan pemerintah setempat, ada 3 Pemkab di daerah kepulauan, Sangihe, Talaud dan Sitaro.
"Tinggal eksekusinya bagaimana, memberdayakan masyarakat dan pengusaha untuk menyediakan komoditas perdagangan lokal, sayang jika tol laut ini tidak dimanfaatkan," ujar dia.

Pemerintah misalnya bisa memberdayakan Badn Usaha Milik Desa
"Komoditas lokal bisa dipasarkan ke Makassar dan Surabaya, kan tiap desa ada BUMDes," ujar dia.
Rute tol laut ini sebenarnya cukup berampak menyediakan pasokan barang di kepulauan, hingga harga bisa terjangkau .
Efeknya bisa menurunkan harga sampai 20 persen dari harga yang ada di pulau-pulau.
Jika dimanfaatkan maksimal, tol laut akan meningkatkan perekonomian daerah. (ryo)