Sambangi DPR RI, Putra Abu Bakar Ba’asyir Minta Kasus Ayahnya Tidak di Politisir
Putra Abu Bakar Ba’asyir, Abdul Rahim menemui Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat.
TRIBUNMANADO.CO.ID,MANADO - Putra Abu Bakar Ba’asyir, Abdul Rahim menemui Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (23/1/2019) sore.
Ia ditemani Tim penasehat hukum Ba’asyir yaitu Mahendradatta dan Achmad Michdan.
Tujuan kedatangan mereka untuk mengadukan pembatalan pembebasan tanpa syarat Abu Bakar Ba’asyir yang terasa janggal.
“Kami merasa ada penerapan tata negara yang salah dalam penegakan hukum yaitu Ustadz Abu Bakar Ba’asyir inkracht sebagai narapidana pada Februari 2012, sedangkan ikrar kesetiaan kepada Pancasila sebagai syarat pembebasan bersyarat adalah Peraturan Menkumham Nomor 3 Tahun 2018,” jelasnya Mahendradatta.
Baca: Kuasa Hukum: Sampai Mati pun Abu Bakar Ba’asyir Tak Mengaku Lakukan Pelanggaran Hukum
Baca: Abu Bakar Baasyir Batal Bebas, Panitia Penyambutan Terlanjur Pesan 1.600 Bungkus Nasi Kebuli
“Itu diibaratkan ketika mobil lewat sebuah jalan belum dikasih tanda dilarang masuk, setelah mobil lewat baru dikasih tanda ‘forbodden’ tapi mobil yang sudah di dalam jalan tadi kena tilang semua, nanti banyak sekali yang kena kalau seperti itu,” imbuhnya.
Apalagi menurutnya Abu Bakar Ba’asyir mengaku belum pernah disodorkan ikrar kesetiaan kepada Pancasila itu.
Sehingga keluarga Abu Bakar Ba’asyir heran kenapa berhembus isu kencang terpidana kasus bom Bali itu tak mau menandatangani ikrar kesetiaan kepada Pancasila itu.
“Tadi siang ustadz bilang kalau belum ada yang menyodorkan, ini siapa yang ngomong, kok bisa tahu duluan,” tegasnya.
Mahendradatta juga meminta semua pihak termasuk Presiden Joko Widodo dan kubunya tak mempolitisir pembebasan Abu Bakar Ba’asyir.
“Kami mohon peristiwa ini jangan digunakan untuk kepentingan politik walaupun suasanannya sedang memasuki tahun politik,” ungkapnya.
“Pak Yusril Ihza Mahendra pernah mendatangi Ustadz Abu Bakar Ba’asyir sebagai kuasa hukum Jokowi-Ma’ruf Amin mengatakan Pak Jokowi berencana membebaskan ustadz tanpa syarat, dan dibenarkan oleh Pak Jokowi sendiri, terus kenapa bisa berubah sekarang, kami mohon jangan dipolitisir,” pungkasnya.
Baca: Jokowi Jelaskan Tak Bisa Langgar Aturan Hukum Untuk Pembebasan Abu Bakar Baasyir
Baca: Ketua Tim Pengacara Muslim Pertanyakan Sikap Jokowi Soal Pembebasan Abu Bakar Baasyir
Sementara Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon berjanji akan mengkaji hal tersebut karena terkait dengan kepentingan masyarakat banyak.
“Di sini DPR RI berfungsi sebagai lembaga pengawas penegakan hukum di negara ini dan saya akan teruskan ke teman-teman lainnya, kita kan menginginkan adanya keadilan, saya kira ini ada manuver politik, apa yang dijanjikan Presiden tak terjadi,” terang Fadli.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) membebaskan terpidana kasus teroris Abubakar Baasyir, dengan alasan kemanusiaan yang telah dipertimbangkan dari segala aspek.
"Artinya beliau kan sudah sepuh, ya pertimbangannya kemanusiaan. Termasuk kondisi kesehatan masuk dalam pertimbangan itu," ujar Jokowi di Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Garut, Jawa Barat.

Menurut Jokowi, pembebasan Abubakar sudah melalui pertimbangan sejak awal tahun lalu dan hasil diskusi dari Kapolri Tito Karnavian, Menkopolhukam Wiranto, pakar-pakar, dan terakhir masukan dari Ketua Umum PPP Yusril Ihza Mahendra. "Ini pertimbangan yang panjang, pertimbangan dari sisi keamanan dengan Kapolri, dengan pakar, terakhir dengan Pak Yusril," ucap Jokowi.
"Tadi saya sampaikan pertimbangan kemanusiaan dan juga karena yang berkaitan dengan peralatan kesehatan," papar Jokowi.
Namun soal pembebasan tersebut berbeda pandangan dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto.
Wiranto mengungkapkan rencana pembebasan Abu Bakar Ba'asyir masih perlu dipertimbangkan, terutama aspek ideologi Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan hukum.
"Presiden sangat memahami permintaan keluarga tersebut, tetapi masih perlu dipertimbangkan dari aspek lainnya, seperti aspek ideologi Pancasila, NKRI, hukum dan lain sebagainya," ucap Wiranto.
Baca: Abu Bakar Baasyir Batal Bebas, Yusril : Yang Penting Tugas Presiden Sudah Saya Laksanakan
Baca: Tak Penuhi Syarat-syarat Ini, Abu Bakar Baasyir Batal Bebas
Wiranto mengatakan bahwa Presiden tidak boleh serba terburu-buru dan tidak berpikir panjang.
Wiranto menegaskan keputusan pembebasan Abu Bakar Ba'asyir perlu pertimbangan aspek lainnya.
"Jadi presiden tidak boleh grusa-grusu, tidak serta merta membuat keputusan tapi perlu mempertimbangkan dari aspek lainnya," jelas Wiranto
Melihat situasi yang ada, Jokowi kemudian berubah pemikiran, ia lantas membatalkan pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir. Jokowi menegaskan pembebasan Baa'asyir harus tetap sesuai mekanisme hukum yang berlaku.
Menurut Jokowi, pembebasan Ba'asyir hanya dapat dilakukan dengan pemberian Pembebasan Bersyarat (PB). Konsekuensi pemberian PB tersebut adalah terpidana kasus terorisme harus memenuhi beberapa syarat umum dan khusus, termasuk menandatangani surat pernyataan kesetian terhadap Pancasila dan NKRI.
"Kita ini kan juga ada sistem hukum, ada mekanisme hukum yang harus kita lalui. Ini namanya Pembebasan Bersyarat, bukan pembebasan murni. Pembebasan Bersyarat, syaratnya itu harus dipenuhi, kalau tidak kan nggak mungkin saya nabrak. Ya kan? Contoh syaratnya itu setia pada NKRI, setiap pada pancasila. Itu basic sekali itu, sangat prinsip sekali, jelas sekali," ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (22/1/2019).
Jokowi menegaskan, sistem dan mekanisme hukum untuk Pembebasan Bersyarat tetap harus ditempuh dan tidak bisa dikesampingkan, termasuk oleh dirinya selaku presiden. Ia menekankan dirinya selaku presiden tidak boleh melanggar aturan hukum untuk pembebasan Ba'asyir.
" Saya nabrak kan nggak bisa. Apalagi sekali lagi, Ini sesuatu yang basic, setia pada NKRI dan Pancasila," imbuhnya.
Jokowi menyatakan, adanya rencana pembebasan Ba'asyir tidak terlepas adanya permohonan dari pihak keluarga mengingat Ba'asyir telah berusia 80 tahun dan mengalami gangguan kesehatan.
"Bayangkan kalau kita sebagai anak, liat orang tua kita sakit-sakitan seperti itu, yang saya sampaikan secara kemanusian," ujarnya.