Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Wanita di Lampung Berhubungan Intim dengan Ayah Kandung, Sosok Ini yang Perintahkan dari Penjara

PR (18), perempuan yang diduga berhubungan intim dengan ayahnya, M (53), ternyata melakukan perbuatan itu atas perintah K, suami sirinya.

Editor: Indry Panigoro

"Paling banyak kasus inses dilakukan oleh ayah kandung sebanyak 425 kasus, kemudian dilakukan oleh paman 322 kasus," ungkap Mariana Amiruddin, Komisioner Komnas Perempuan, di DPP Relawan Merah Putih, Jakarta Pusat, Kamis (19/4/2018).

Baca: Gatot Nurmantyo Ternyata Sudah Me

Baca: Pasutri Meninggal Kecelakaan di Kairagi, Miliki 2 Anak Masih Sekolah hingga Dirias Bagai Pengantin

ndaftar Sebagai Calon Presiden ke Partai Gerindra

Menurut Mariana, hal ini menunjukan baik ayah maupun paman yang seharusnya menjadi pelindung, bukan lagi menjadi sosok yang aman bagi korban.

"Kita tahu jika dua orang ini seharusnya mampu melindung, bukan sebaliknya," ujar Mariana.

Komnas Perempuan juga mencatat kasus inses paling banyak dilaporkan kepada LSM, Kepolisian, P2TP2A, dan Pengadilan Negeri.

"Tingginya laporan kepada kepolisian menunjukan dikenalnya lembaga tersebut, dan tingginya kepercayaan masyarakat yang semakin tinggi," ucap Mariana.

Untuk itu, Komnas Perempuan mendorong RUU penghapusan kekerasan seksual harus mengacu pada fakta-fakta korban di lapangan.

"Yang kita harapkan bukan berdasarkan pendapat yang bersifat asumsi atau analisis yang tidak memiliki kaitan dengan fakta yang ditemukan," tutur Mariana.

UU Perlindungan Anak

Kasus kekerasan seksual anak terus meningkat dan melibatkan lebih dari satu pelaku yang justru merupakan orang dikenal bahkan orang terdekat, seperti orangtua, guru, dan teman sebaya.

Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 terkait Perlindungan Anak guna memberikan efek jera serta mengurangi tindak kekerasan seksual terhadap anak di masyarakat.

"Setelah disahkan, UU tersebut perlu disosialisasikan kepada masyarakat dan aparat penegak hukum. Hal ini dilakukan agar masyarakat mengetahui bila terjadi kekerasan seksual maka pelaku akan diberikan sanksi yang lebih berat lagi," ujar Hasan, Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak Berhadapan Hukum dan Stigmatisasi, Kementerian PPPA, baru-baru ini.

Hasan mengatakan, sosialisasi kepada aparat penegak hukum dilakukan untuk memberikan sanksi kepada pelaku bukan hanya pidana pokok berupa penjara dan denda, tapi juga pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku serta tindakan berupa pemberian kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, disertai rehabilitasi.

Selain sosialisasi UU Nomor 17 Tahun 2016, Kementerian PPPA juga menyosialisasikan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi bagi Anak Korban Tindak Pidana yang menjelaskan tentang penyidik, penuntut umum untuk membantu korban mendapatkan restitusi.

Ilustrasi video porno
Ilustrasi video porno (NET)
Halaman
1234
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved