Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Australia Minta Batalkan Pembebasan Abu Bakar Ba'asyir Dengan Menghargai Korban Bom Bali

Keputusan pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir diminta oleh Perdana Menteri Australia Scott Morrison untuk dibatalkan

Editor: Rhendi Umar
Tribun Bali
Kejadian Bom Bali 2 

TRIBUNMANADO.CO.ID,MANADO - Keputusan pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir diminta oleh Perdana Menteri Australia Scott Morrison untuk dibatalkan .

Dalam pernyataannya, Selasa (22/1/2019), Morrison meminta agar Indonesia menghargai para korban bom Bali 2002.

Dia mengaku akan melayangkan protes jika Ba'asyir dibebaskan sebelum waktunya.

Baca: BPN Prabowo-Sandi Nilai Pembebasan Abu Bakar Baasyir Bermuatan Politis dan Tidak Sesuai Prosedur

 
"Saya jelas akan sangat kecewa tentang hal itu, seperti warha Australia lainnya," katanya, seperti dikutip dari The New York Times.

"Kami tidak ingin karakter semacam itu bisa keluar dan menghasut pembunuhan kepada warga Australia dan Indonesia, menyebarkan doktrin kebencian," ucapnya.

"Menghargai harus ditunjukkan bagi mereka yang kehilangan nyawa," imbuhnya.

Morrison dan pejabat pemerintah federal telah melakukan konyak langsung dengan pemerintah Indonesia untuk menunda pembebasan Ba'asyir.

Terdakwa kasus terorisme Abu Bakar Baasyir menjalani persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (24/3/2011). Ba'asyir didakwa terlibat dalam pelatihan terosis di Aceh dan beberapa aksi terorisme di tanah air.
Terdakwa kasus terorisme Abu Bakar Baasyir menjalani persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (24/3/2011). Ba'asyir didakwa terlibat dalam pelatihan terosis di Aceh dan beberapa aksi terorisme di tanah air. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)

"Warga Australia meninggal secara tragis pada malam itu, dan saya pikir warga Australia berharap masalah ini ditangani secara serius oleh pemerintah kita," kata pria berusia 50 tahun itu, sebelumnya.

Seperti diketahui, sebanyak 88 orang dari 202 korban tewas bom Bali pada 2002 merupakan warga Australia.

Baca: Mahendradatta Tim Kuasa Hukum Sebut Abu Bakar Baasyir Tak Masalah jika Tak Jadi Dibebaskan

Baca: Terkait Rencana Pembebasan Abu Bakar Baasyir, Toar Palilingan: Kalau Bukan Pemerintah Siapa Lagi?

Penyintas serangan bom Bali dan kerabat korban lainnya menentang rencana pembebasan Ba'asyir, seperti Phil Britten.

Dia dulu merupakan kapten klub sepak bola di Australia yang sedang bersama 19 temannya di klub malam di Bali, ketika bom meledak dan membunuh 7 anggota tim.

"7 teman saya meninggal, mereka tidak mendapat kesempatan selama sisa hidup mereka. Kenapa harus dia? Saya pikir ini mengerikan," ucapnya.

Seorang wisatawan asing menyalakan lilin dalam rangka memperingati 13 tahun bom Bali di depan Monumen Ground Zero, Jalan Legian, Kuta, Badung, Bali, Senin (12/10/2015).
Seorang wisatawan asing menyalakan lilin dalam rangka memperingati 13 tahun bom Bali di depan Monumen Ground Zero, Jalan Legian, Kuta, Badung, Bali, Senin (12/10/2015). (Tribun Bali/ Rizal Fanany)

Peter Hughes yang menderita luka bakar 50 persen di tubuhnya dalam ledakan itu juga mengecam pembebasan Ba'asyir.

"Dia mungkin seharusnya dapat hukuman mati," tuturnya.

SBS News mencatat, insiden bom Bali 2002 mendorong Indonesia untuk membentuk pasukan anti-terorisme yang menerima dana dan pelatihan dari Australia dan Amerika Serikat.

Dalam perkembangan terbaru, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto menegaskan, pembebasan Ba'asyir membutuhkan pertimbangan dari sejumlah aspek terlebih dahulu.

Sebelumnya diberitakan, Presiden Jokowi sudah menyetujui pembebasan tanpa syarat untuk terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir, dengan alasan kemanusiaan dan faktor kesehatan.

Namun, dilansir oleh Kompas.com, pada Senin (21/1/2019) petang, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan, pemerintah masih mempertimbangkan rencana pembebasan Abu Bakar Ba'asyir dari sejumlah aspek.

"(Pembebasan Ba'asyir) masih perlu dipertimbangkan dari aspek-aspek lainnya. Seperti aspek ideologi Pancasila, NKRI, hukum dan lain sebagainya," kata Wiranto seprti yang dikutip dari Kompas.com.

Wiranto memaparkan, presiden sangat memahami permintaan keluarga terkait pembebasan Abu Bakar Ba'asyir.

Baca: Tanggapan Keluarga Soal Keberatan PM Australia Terkait Pembebasan Ustaz Abu Bakar Baasyir

Abu Bakar Ba'asyir memang sudah berusia senja. Selain itu, kesehatan Abu Bakar Ba'asyir juga kerap menurun hingga beberapa kali harus dirujuk ke rumah sakit.

"Oleh karena itu, Presiden memerintahkan kepada pejabat terkait untuk segera melakukan kajian secara lebih mendalam dan komprehensif guna merespons permintaan tersebut," papar Wiranto.

Seperti yang diketahui, Abu Bakar Ba'asyir divonis penjara selama 15 tahun oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada 16 Juni 2011 lalu.

Ulama 80 tahun itu terbukti terlibat dalam pelatihan militer kelompok teroris di Aceh.

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved