November Defisit Dagang Rp 29,7 Triliun: Menkeu Sebut Pengaruh Global
Neraca perdagangan Indonesia pada November 2018 kembali mengalami defisit. Nilainya mencapai 2,05 miliar.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Neraca perdagangan Indonesia pada November 2018 kembali mengalami defisit. Nilainya mencapai 2,05 miliar dolar AS (setara Rp 29,7 triliun), tertinggi sepanjang 2018.
"Neraca perdagangan November mengalami defisit cukup dalam, dipicu defisit sektor migas dan nonmigas masing-masing 1,46 miliar dolar AS (setara Rp 21,1 triliun ) dan 0,58 miliar dolar AS (Rp 8,41 triliun)," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suharyanto, di Jakarta, Senin (17/12).
Suharyanto memaparkan, nilai ekspor pada November 2018 mencapai 14,83 miliar dolar AS atau turun 6,69 persen dibandingkan ekspor Oktober 2018. Demikian pula jika dibandingkan November 2017, angkanya turun 3,28 persen.
Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia pada Januari-November 2018 mencapai 165,81 miliar dolar AS atau meningkat 7,69 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sedangkan ekspor nonmigas mencapai 150,15 miliar dolar AS atau meningkat 7,47 persen.
Nilai impor Indonesia pada November 2018 mencapai 16,88 miliar dolar AS atau turun 4,47 persen dibandingkan Oktober 2018. Namun jika dibandingkan November 2017 angkanya naik 11,08 persen.
Penurunan impor nonmigas terbesar November 2018 dibanding Oktober 2018 adalah golongan mesin/peralatan listrik, sebesar 201,1 juta dolar AS atau 10,04 persen. Sedangkan peningkatan terbesar adalah golongan minuman sebesar 75,3 juta dolar AS atau 470,63 persen.
Adapun nilai impor semua golongan penggunaan barang --baik barang konsumsi, bahan baku, dan barang modal-- selama Januari hingga November 2018 mengalami peningkatan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Masing-masing naik 23,72 persen, 21,44 persen, dan 24,80 persen.
"Untuk impor bahan baku dan penolong kami harapkan bisa mendongkrak produktivitas industri di dalam negeri, sehingga pertumbuhan ekonomi dapat ikut meningkat," ungkap Suharyanto.
Permintaan turun
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan sektor ekspor masih terdampak oleh tekanan eksternal, di antaranya pengurangan permintaan dari negara tujuan ekspor utama seperti China.
"Ini harus dilihat secara hati-hati karena pertumbuhan ekonomi China lagi ada penyesuaian dari sisi internal atau karena ada perang dagang dengan AS," kata Menkeu , di Jakarta, Senin.
Ia menambahkan perlemahan kinerja ekspor juga terjadi akibat lesunya perdagangan dengan pasar nontradisional, seperti di Amerika Latin dan Afrika, yang ikut terdampak oleh kondisi global.
"Pasar-pasar baru, barangkali dalam kondisi ekonomi sekarang, tendensinya menjadi lemah. Jadi kemampuan untuk menyerap ekspor jadi terbatas," ujarnya.
Selain itu, menurut dia, terdapat juga komoditas ekspor yang sensitif terhadap isu-isu nonekonomi, seperti CPO (minyak sawit mentah), sehingga ikut mengurangi permintaan di negara-negara Eropa.
Melihat kondisi global yang diliputi ketidakpastian ini, pemerintah terus memperkuat daya saing ekspor, di antaranya memberikan insentif kepada eksportir agar gairah sektor perdagangan tidak melemah.
"Ekspor dipacu dari sisi daya kompetisi kita, melalui berbagai kebijakan untuk mendukung, seperti insentif. Namun kita perlu memahami, dinamika pasar global sedang sangat tinggi atau tidak menentu," ujarnya.