Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tangis Pilu Keluarga Korban Lion Air di Atas Laut

Perahu-perahu karet, tampak sibuk bermanuver. Puluhan penyelam masih terlihat memakai tabung oksigen dan masuk

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
antara
Keluarga korban Lion Air JT-610 menabur bunga di perairan Tanjung Karawang, Jabar, Selasa (6/11/2018). 

"Kemarin saya perpanjang (penambahan 3 hari) karena kita temukan di Tanjung Pakis itu ditemukan 21 lebih kantong. Berarti kemungkinan dan faktanya masih ada, makanya kami perpanjang besok. Kami akan lihat bagaimana situasi besok, kalau masih mungkin ditemukan lagi, kami akan perpanjang," ucap Syaugi.

Syaugi menambahkan, untuk melakukan proses pencarian, pihaknya memastikan tidak akan memakai bantuan asing. Menurutnya, peralatan yang sudah dinilai canggih dan sudah mendukung untuk proses pencarian korban.

"Jadi kita tidak pakai bantuan-bantuan asing karena Tim SAR kita ini cukup canggih dan profesional didukung TNI, Polri dan instansi lain yang biasa kita sebut. Jadi enggak ada masalah," tandasnya.

Kepala Basarnas Marsekal Madya Muhammad Syaugi
Kepala Basarnas Marsekal Madya Muhammad Syaugi (Internet)

'Ma Nanti Aku Bahagiain'

Selasa (6/11) siang sekitar pukul 11.30 WIB, KRI Banjarmasin yang mengangkut para keluarga korban pesawat Lion Air PK-LQP tiba di lokasi jatuh pesawat nahas tersebut, perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat. Keluarga korban melakukan pembacaan doa di atas geladak kapal dengan dipandu lima rohaniwan.

Kemudian para keluarga korban diarahkan keluar tenda yang berada di atas geladak KRI Banjarmasin, untuk melakukan prosesi tabur bunga. Saat prosesi tabur bunga berlangsung, kesedihan mereka pecah dengan jerit tangis.

Sembari menabur bunga di lautan dan menatap birunya perairan Tanjung Karawang, derai air mata terus bercucuran dari mata mereka. Selain derai air mata, kesedihan mereka juga dibarengi dengan memanjatkan doa kepada Sang Pencipta.

Beberapa dari mereka yang tak bisa menahan kesedihan akhinya tumbang, jatuh pingsan.
Namun, para petugas medis pun sigap memberikan pertolongan kepada pihak keluarga yang pingsan. Tampak pula para pegawai termasuk pramugari Lion Air larut dalam kesedihan tersebut mengingat rekannya yang menjadi korban.

Di KRI Banda Aceh Naning tak kuasa menahan air mata kala melihat lokasi kecelakaan pesawat Loin Air PK-LQP di Peraian Teluk Karawang, Jawa Barat. Di lokasi tersebut sang anak Deryl Fida Febrianto ikut menjadi salah satu korban pesawat Lion Air rute Jakarta-Pangkalpinang itu.
Deryl merupakan warga Simo Pomahan Baru 67 Sukomanunggal, Surabaya, Jawa Timur. Ia berangkat ke Pangkalpinang untuk bekerja di kapal kargo.

Dimana di tempat barunya bekerja itu, mengharuskan pria berusia 22 tahun tersebut terbang ke Pangkalpinang. Malam hari sebelum bertolak, Naning menceritakan, bila dirinya mempunyai firasat terhadap sang anak.
Dimana Ia bermimpi, sang anak Deryl sedang tertidur lelap sambil mengenakan pakaian putih bersih serta diterangi cahaya bulan. "Tapi anaknya (Deryl) itu diam, kaya diterangi bulan gitu," kenang Naning.
"Waktu mimpi anaknya pakai baju putih, bersih begitu, kok ganteng, tapi enggak tahu kalau ditinggalkan," sambungnya.

Pagi hari sebelum berangkat, Naning menceritakan bila anak sulungnya itu pun sempat berjanji akan membahagian dirinya kelak. "Ma nanti aku bahagiain," ucap Naning lirih, seraya menirukan perkataan anaknya saat itu.

Sambil menatap laut tempat lokasi pesawat Lion Air kecelakaan, Naning masih mengingat betul cita-cita sang anak yang ingin menjadi seorang pelaut. Namun hingga akhir hayat, keiinginan sang anak untuk menjadi seorang pelaut tidak tercapai.

"Dia dari dulu kepengen layar, sudah beberapa kali daftar gagal terus," ujar Naning. Kini walaupun jasad sang anak belum ditemukan, Naning mengaku telah ikhlas atas kepergian Deryl untuk selama-lamanya.
"Kalau saya ikhlas. Benar Ikhlas, semoga Ia (Deryl) diterima disisiNya, Amiin," kata Naning.

Dua jam perjalanan dari pelabuhan Tanjung Priok Jakarta menuju lokasi jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP, tidak banyak yang dilakukan oleh para keluarga korban yang berada di atas KRI Banda Aceh. Ratusan anggota keluarga yang ikut dalam acara doa bersama dan tabur bunga, terlihat hanya sesekali berbincang dengan keluarga korban lainnya.

Tidak jarang diantara mereka tampak terus memperhatikan ponsel yang ada di genggamannya. Mulut mereka tampak terus bergerak mengucap doa meski terdengar samar. Beberapa lainnya memilih untuk melihat lautan lepas di depan tenda yang terpasang tepat menutup tempat pendaratan helikopter.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved