Perkembangan Kasus Bakar Bendera: Uus Beli Bendera Tauhid di Facebook
Pembawa bendera yang dibakar dalam acara hari santri nasional di Garut telah diamankan Polda Jawa Barat. Setelah diinterogasi
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Pembawa bendera yang dibakar dalam acara hari santri nasional di Garut telah diamankan Polda Jawa Barat. Setelah diinterogasi pria bernama Uus Sukmana tersebut mengaku pelaku membeli bendera itu secara online, melalui Facebook.
"Yang bersangkutan membeli (bendera) secara online melalui Facebook yang diiklankan oleh salah satu akun dalam Facebook," ujar Kabareskrim Polri Komjen Pol Arief Sulistyanto.
Arief menjelaskan akun Facebook tersebut juga menyebut bendera yang dijualnya sebagai bendera HTI. Setelah didalami lebih jauh, jenderal bintang tiga itu mengatakan Uus mengetahui bendera yang dikibarkannya sering digunakan dalam acara-acara HTI.
"Uus mengenal ormas HTI dan bendera yang digunakan dari forum di Facebook. Selain itu, dari media tv dan teman-temannya," kata Arief mengungkap pengakuan Uus.
Baca: Tiga Pembakar Bendera di Garut Ditangkap: Wiranto Minta Jangan Dipolitisir
Status Uus Sukmana, lanjut Arief hingga kini masih sebagai saksi. Sebelum 24 jam, ia menjelaskan polisi masih belum akan menentukan status hukum yang bersangkutan. Arief mengatakan pihaknya masih memiliki waktu beberapa jam.
"(Status Uus masih) Saksi, kami masih punya waktu tiga jam. Nanti ditentukan Pak Direktur (Dirkrimum Polda Jabar Kombes Umar S Fana)," ujar Arief.
Di sisi lain, ia menyebut pria yang bekerja di toko bangunan itu diduga melanggar pasal tentang mengganggu ketertiban umum. Yang bersangkutan terancam hukuman dalam pasal itu yakni 3 minggu bui dan denda sebesar Rp 900.000. "Patut diduga telah melanggar Pasal 174 KUHP barang siapa dengan sengaja mengganggu rapat umum dengan mengadakan huru hara atau menimbulkan gaduh dihukum selama lamanya 3 minggu," tuturnya.
Sementara itu Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Agung Budi Maryoto menjelaskan saat diperiksa oleh penyidik Uus mengakui sejumlah hal. "Kami tanya apakah pernah mengikuti semacam penyampaian aspirasi, dia mengakui simpatisan (ormas yang dilarang pemerintah) dan pernah ikut aksi di Jakarta pada 2016," ujar Kapolda.
Selain itu, kepada penyidik, dikatakan Agung, Uus juga mengakui itu bendera miliknya yang ia beli. "Secara online dengan mengidentifikasikan bendera itu (ormas terlarang)," ujar Agung.
Direktur Ditreskrimum Polda Jabar Kombes Umar Surya Fana di Mapolda Jabar juga menjelaskan panitia sudah membuat aturan agar peserta apel HSN hanya membawa bendera merah putih. Namun, saat kejadian, Uus justru membawa bendera tersebut karena tidak mengetahui larangan membawa bendera selain merah putih.
"Sekarang begini, jangan dilihat dari peristiwa pembakarannya saja, sebelum apel HSN panitia sudah sepakati aturan larangan membawa bendera selain merah putih. Tiba-tiba yang bersangkutan bawa bendera itu, maka diambil sama panitia secara spontan, tidak ada niatan untuk membakar tapi refleks," katanya.

Menahan Diri
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin meminta semua pihak agar menahan diri dan tak mengambil langkah main hakim sendiri dalam meyikapi peristiwa pembakaran bendera di Garut beberapa waktu lalu. Dalam keterangannya, Menag Lukman meminta semua pihak agar memberi waktu cukup kepada aparat penegak hukum untuk melihat persoalan ini secara hukum dan menyeluruh.
"Saya mengajak semua kita agar menahan diri, tidak perlu mengambil tindakan main hakim sendiri, melakukan tindakan sendiri yang justru akan menimbulkan persoalan-persoalan baru dan tidak menyelesaikan masalah," ujar Menag.
Menag pun berharap agar berbagai pihak dapat mempercayalan semua proses terkait hal itu kepada aparat penegak hukum.
"Jadi mari kita sama-sama mempercayakan kepada aparat kepolisian untuk dalam waktu yang secepatnya bisa mengungkap akar masalahnya, duduk perkaranya, lalu kemudian bagi mereka yang melakukan pelanggaran hukum, diberikan sanksi," lanjut Menag.
Secara pribadi, ia menyayangkan peristiwa pembakaran bendera, terlepas apapun latar belakang dan faktor penyebabnya, insiden itu mengganggu Peringatan Hari Santri Nasional yang mengusung tema "Bersama Santri, Damailah Negeri". "Jadi ini sangat mengusik kedamaian kita, sangat mengusik citra santri yang sebenarnya dimana pun, kapan pun, dan kepada siapa pun senantiasa menebarkan kedamaian,"ujarnya.
Ia juga mengatakan, bahwa atas nama apapun, sebaiknya harus dihindari secara demonstratif apapun di ruang terbuka "Jadi kita mendapat pelajaran yang sangat berharga, dan saya sangat mengapresiasi mereka yang melakukan pembakaran itu telah menyampaikan permohonan maaf, sehingga mudah-mudahan persoalan ini bisa cepat selesai," ujarnya.
"Kita mendapatkan pelajaran berharga, mendapatkan hikmah, dan karenanya mari semua mampu menahan diri, tidak kemudian main hakim sendiri, apalagi melakukan upaya untuk memobilisasi massa," sambung dia.
Baca: MUI Minta Umat Islam Tenang: Polisi Amankan Tiga Orang Pembakar Bendera Beraksara Arab
JK Temui Ormas Islam
Wakil Presiden Jusuf Kalla menggelar pertemuan bersama sejumlah pimpinan organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam. Pertemuan tertutup itu digelar di kediaman dinas Wapres RI, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Jumat malam.
Diduga, pertemuan ini terkait dengan aksi protes sejumlah ormas Islam atas aksi pembakaran bendera Tauhid oleh kader Banser di Kabupaten Garut. Tercatat sejumlah pimpinan ormas datang, seperti Ketua MUI Ma'ruf Amin, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir, Ketua PBNU Said Aqil, maupun Ketua Syarikat Islam Hamdan Zoelva.
Kemudian, Imam Besar Masjid Istiqlal Nazarudin Umar, Sekjen MUI Anwar Abbas, Sekjen PB NU Helmy Faishal, Wakil Ketua MUI Zainud Tauhid, Cendekiawan Muslim Azzyumardi Azra, serta Dewan Penasihat Pimpinan Pusat Persatuan Islam Indonesia (Persis) Maman Abdurahman.
Selain itu hadir pula, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Kapolri Tito Karnavian, Panglima TNI Hadi Cahyanto, serta Kadiv Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto. Para tokoh tersebut mulai berdatangan sejak pukul 18.30 WIB dan memulai pertemuan sekitar pukul 19.30 WIB.
Musa Bolos Kerja Demi Demo Bela Tauhid
Selepas Salat Jumat (26/10), ribuan orang mengenakan pakaian putih dan hitam berbondong-bondong melakukan aksi long march di jalan Merdeka Barat Jakarta, tepat di depan Kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan. Dari sekian banyak massa aksi, adalah Musa. Pria asal Sukabumi yang hadir untuk bergabung dengan demonstran lainnya.
Pria berusia 37 tahun itu mengaku harus meninggalkan pekerjaannya sebagai seorang pegawai swasta di kantornya yang berada di Bogor untuk ikut demo. Tanpa sepengetahuan bosnya. "Bolos saja. Demi ikut demo ini," katanya sembari terus memegang bendera Ar-Rayah di tangannya.
Kepada Tribun, dia mengaku baru pertama kali ikut demonstrasi seperti ini. Meski mengaku sempat was-was apabila akan terkena sanksi dari kantornya yang bergerak di bidang perbankan itu. Namun, ramainya aksi membuat kekhawatiran dia terbayar. Pasalnya, banyak massa aksi yang mengaku kepadanya bolos kerja.
"Banyak teman ternyata. Pada ngomong, mereka juga bolos," ucapnya tersenyum.
Dia mengaku harus berangkat pagi sekali untuk langsung sampai di Masjid Istiqlal Jakarta dan bergabung dengan massa lainnya. Tanpa teman dari Sukabumi, dirinya berkenalan dengan beberapa orang saat menunggu di Masjid dan diberikan bendera Ar-Rayah oleh seorang teman barunya.
Dia mengaku tidak terafiliasi dengan ormas Islam manapun di lingkungan rumahnya. Alasan untuk ikit serta dalam demonstrasi, murni keinganannya sendiri. Baginya, tidak boleh ada umat Islam yang menghina atribut Islam. Baik itu bendera, maupun atribut lainnya.
"Apapun alasannya, enggak bener lah. Kalau sampai bakar-bakaran begitu. Apalagi, sama-sama umat Islam. Untuk menyuarakan itu saja sih," lanjut pria yang mengenakan kemeja hitam dengan celana bahan warna senada.
Sebenarnya, lanjut pria satu anak itu, ingin sekali bertemu Menkopolhukam Wiranto dan berbicara dengannya agar tidak lagi ada kejadian seperti ini. Namun, hal itu sirna karena hanya tujuh orang perwakilan massa aksi yang diperbolehkan masuk. Lagipula, Wiranto juga sedang berada di Palu untuk kesiapan masa rekonstruksi usai bencana.
"Ya saya dengar Pak Wiranto juga sedang tidak di dalam," ungkapnya.
Kecewa Tidak Ada Wiranto
Kekecewaannya juga dilontarkan oleh ribuan massa aksi lainnya. Mereka kecewa lantaran tujuh delegasi tersebut tak ditemui langsung oleh Menko Polhukam Wiranto. Ketua Umum GNPF (Gerakan Nasional Pengawal Fatwa) Ulama, Yusuf Martak yang memimpin delegasi mengatakan Wiranto kini tengah berada di Palu, Sulawesi Tengah untuk menindaklanjuti tanggap bencana di kawasan tersebut.
Baca: Banding Ditolak HTI Ajukan Kasasi
"Kami diterima dengan baik oleh Bapak Sekretaris Kemenko Polhukam Mayjen Agus Surya Bakti, karena Menko Polhukam Pak Wiranto sejak kemarin berada di Palu untuk penanganan bencana, memang jadwalnya tidak pas," terang Yusuf Martak.
Pernyataan Yusuf Martak itu disambut oleh cemoohan massa yang kecewa.
Yusuf Martak kemudian berusaha menenangkan massa bahwa apresiasi delegasi diterima secara baik oleh pihak Kemenko Polhukam. "Apa yang kami sampaikan kasus per kasus kepada pihak Kemenko Polhukam sudah ditampung, dan kami harap teman-teman semua mengawal agar aspirasi ditindaklanjuti," tegasnya.
"Jika tidak ditindaklanjuti maka kita akan laksanakan aksi kedua," ujarnya.
Kemudian Agus Surya Bakti ikut menemui langsung ribuan massa tersebut. Massa pun kembali melayangkan cemoohan kepada Agus. Agus menyatakan apa yang disampaikan perwakilan akan diteruskan kepada Wiranto. "Apa yang sudah disampaikan akan kami sampaikan kepada Menko Polhukam," kata Agus.
Rombongan perwakilan itu dipimpin oleh Ketua Umum GNPF (Gerakan Nasional Pengawal Fatwa) Ulama, Muhammad Yusuf Martak. Sementara lainnya adalah KH Abdulrasyid Abdullah Syafi'i, Habib Idrus, Habib Muchsin bin Zaid Al Ath Thos, Ustadz Dani, Ustadz Syuhada Bahri, dan Ustadz Ja'far Shodiq. Para perwakilan menyampaikan aspirasi kepada pihak Kemenko Polhukam terkait insiden pembakaran bendera di Garut, Jawa Barat beberapa hari lalu.

Ketua GP Ansor Diadili
Wakil Ketua Umum DPP FPI Jafar Shodiq ikut dalam audiensi dengan pihak Kemenko Polhukam dalam Aksi Bela Tauhid. Pihaknya meminta Ketum GP Ansor Cholil Qoumas diadili. "Yang pasti, apa yang kita sampaikan, pertama, Yaqut harus diadili pimpinan Banser yang kedua, pimpinan Ansor," kata Jafar.
Selain itu, Jafar meminta Kemenko Polhukam memfasilitasi pertemuan Ketum PBNU Said Aqil dengan Yaqut dan GNPF Ulama. "Kita minta kepada Menko Polhukam untuk menggelar pertemuan antara Said Aqil Siroj, Yaqut, dengan ketua ini dengan semua ulama yang ada di GNPF," ujarnya.
Massa akan menagih tuntutan itu pada aksi yang rencananya digelar pada 2 November mendatang. Massa akan melakukan long march dari Masjid Istiqlal ke Kemenko Polhukam hingga Istana.
"Setelah ini, kita lihat nanti tanggal 2 November kita kumpul semuanya di Istiqlal, hari Jumat juga. Kita akan tagih janji dan langsung long march ke Istana," ujarnya.
Setelah tiga jam melakukan aksi penyampaian aspirasi, massa pemrotes pembakaran bendera di Garut, Jawa Barat membubarkan diri dari depan Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat sekitar pukul 15.45 WIB. Aksi sendiri diketahui dimulai sekitar pukul 13.00.
Massa berangsur-angsur membubarkan diri setelah tujuh perwakilan mereka bertemu dengan Sekretaris Kemenko Polhukam Mayjen Agus Surya Bakti untuk menyampaikan aspirasi.
"Aspirasi kita semua sudah dicatat secara baik oleh pihak Kemenko Polhukam dan mereka berjanji akan menyampaikan kepada Menko Polhukam Wiranto untuk ditindaklanjuti, jika tidak ditindaklanjuti maka kami akan lakukan aksi kedua," jelas pimpinan delegasi sekaligus Ketua Umum GNPF (Gerakan Nasional Pengawal Fatwa) Ulama, Yusuf Martak.(Tribun Network/ryo/zal/(Tribun Network/dit/rin/wly)