Setelah UI, UGM Menghasilkan Doktor Hukum Kepabeanan
Budi Nugroho berhasil meraih gelar doktor hukum kepabeanan di Universitas Gadjah Mada, Jumat (19/10/2018)
TRIBUNMANADO.CO.ID - Setelah Universitas Indonesia, kini Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta meluluskan doktor ilmu hukum kepabeanan.
Gelar doktor ilmu hukum kepabeanan itu diraih Budi Nugroho saat promosi di UGM, Jumat (19/10/2018).
Dr Budi Nugroho adalah Widyaiswara Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) eks Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang baru saja terseleksi sebagai Hakim Pengadilan Pajak.

Di depan para penguji, Budi berhasil mempertahankan disertasi yang mengkaji tentang “ Aspek Hukum dan Implementasi Pelimpahan Tanggung Jawab Bea Masuk Kepada Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK)” sebagaimana dalam Pasal 31 Undang Undang Kepabeanan (UUK).
Lewat disertasi berjudul "Pengalihan Tanggung Jawab atas Utang Bea Masuk dari Importir kepada Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan" , Budi merekomendasikan agar Pasal 31 UUK dihapus.

Alasannya, selain tidak efektif dilaksanakan (tidak dilaksanakan secara konsisten oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai), dari aspek historis, sosiologis, ekonomi, filosofis, dan hukum pun sudah tidak relevan lagi.
Dalam disertasi, Budi menjelaskan bahwa Pasal 31 UUK mengatur bahwa tanggung jawab atas utang bea masuk akan berpindah ke PPJK apabila importir tidak ditemukan.

Pengalihan ini menerapkan asas praduga bersalah demi pemenuhan hak negara. Pengalihan tanggung jawab ini merupakan policy negara yang bertujuan untuk pemenuhan penerimaan negara dari sektor bea masuk.
Berdasarkan penelusuran, selama 2017 hanya Kantor Pelayanan Utama BC Tanjung Priok yang melakukan pengalihan tanggung jawab atas utang bea masuk dari importir kepada PPJK.

Ada tujuh kasus pengalihan utang bea masuk, namun bea masuk yang seharusnya dibayar, belum sepenuhnya dilunasi, karena KPU BC Tanjung Priok hanya dapat mencairkan jaminan PPJK, kemudian PPJK berhenti bekerja dan tidak melunasi kekurangan pembayaran bea masuk yang terutang.
Kondisi demikian, menurut Budi, menunjukkan bahwa wajib bea masuk adalah importir, namun ketika importir tidak ditemukan, maka PPJK bertindak sebagai penanggung bea masuk.

Ketentuan dalam Pasal 31 UUK itu, lanjutnya, tidak sesuai dengan asas-asas mengenai pertanggungjawaban dalam perjanjian pemberian kuasa.
PPJK yang bekerja sebagai penerima kuasa dari importir, namun harus menanggung risiko yang melebihi kedudukannya sebagai penerima kuasa sebagaimana diatur dalam hukum perdata.
Itu sebabnya, menurut Budi, Pasal 31 UUK sudah tidak relevan lagi.

Disertasi yang disusun Budi di bawah bimbingan Prof Dr Siti Ismijati Jenie SH C.N (promotor) dan Dr Sutanto SH MS (co-promotor), itu berhasil dipertahankan dalam Sidang Promosi dengan penguji antara lain Prof Dr Marsudi Triatmodjo SH LLM, Prof Dr Nurhasan Ismail SH MSi, Prof M Hawin SH LLM PhD, Prof Dr Ari Hernawan SH MHum, Dahliana Hasan SH MTax PhD, Dr Mailinda Eka Yuniza SH LLM, Dr Kadar Pamuji SH MHum. Dr Mustaqiem SH MSi, serta Dr Cerah Bangun SH MH.