Kisah Nadia Murad, Dipaksa Jadi Budak Seks ISIS hingga Meraih Nobel Perdamaian 2018
Hadiah Nobel Perdamaian 2018 telah diberikan kepada Nadia Murad dan Denia Mukwege pada Jumat (6/10/2018) atas upaya mereka melawan
Murad terdaftar sebagai salah satu budak (sabiyya), lengkap dengan foto identitas yang akan disebar ke seluruh militan jika ia nekat melarikan diri.
Murad sempat meminta militan lain untuk membawanya karena Murad tidak mau dibawa Salman.
Namun, Salman adalah seorang hakim ISIS dan tidak ada seorang pun yang berani padanya.
Murad dibawa ke rumah baru Salman untuk dijadikan budak ke empatnya.
Di sana, Murad disuruhnya berdandan dan kerap diperkosa.
Murad juga sering menghukumnya jika tidak senang dengan hasil pekerjaan rumah Murad.
Murad diancam jika berani melarikan diri, namun Murad berkali-kali mencoba melarikan diri.
Alhasil, dia dihukum dengan dikirim ke enam laki-laki lain yang akhirnya memperkosanya.
Baca: 5 Fakta terkait Dana Sponsor Rp 70 Juta dari Pemprov DKI untuk Ratna Sarumpaet
Singkat cerita, Murad akhirnya lolos dari penculikan ISIS.
Dia diselundupkan keluar dari Irak pada awal 2015 dan pergi sebagai pengungsi ke Jerman.
Dia pun mulai berkampanye untuk meningkatkan kesadaran tentang perdagangan manusia.
Bulan November 2015, setahun tiga bulan setelah ISIS datang ke kota kelahirannya di Kocho, Murad meninggalkan Jerman untuk pergi ke Swiss.
Di sana, dia berbicara dengan forum PBB mengenai isu-isu minoritas.
Itu adalah pertama kalinya dia menceritakan kisahnya di depan banyak penonton.
Dia ingin berbicara banyak hal, mengenai anak-anak yang meninggal karena dehidrasi karena melarikan diri dari ISIS, keluarga-keluarga yang masih terdampat di gunung, ribuan wanita dan anak-anak yang masih terdampar di gunung, serta apa yang dilihat orang di lokasi pemabantaian tersebut.