Tajuk Tamu
High Order Thinking Skills, Suatu Latihan untuk Keterampilan Hidup
De facto, banyak orang kecil, tidak sampai lulus sekolah, atau tidak sampai mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, bisa sukses besar dalam hidup.
Penulis: | Editor: Alexander Pattyranie
Tajuk Tamu oleh:
Stief A. Walewangko, S.Fils, M.Pd
(Dosen FIP Universitas Katolik De La Salle Manado)
ADA sebuah argumen yang menantang: “pendidikan yang ditempuh melalui jalur formal: SD, SMP, SMA, bahkan Perguruan Tinggi sekalipun, tidak lagi menjamin kesuksesan seseorang dalam hidup”.
De facto, banyak orang kecil, tidak sampai lulus sekolah, atau tidak sampai mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, bisa sukses besar dalam hidup.
Berarti, learning process pada jenjang pendidikan tidak dapat menjamin kesuksesan hidup seseorang.
Apakah argument itu benar? Sebagai seorang pendidik, saya tentu tidak sependapat.
Saya sangat yakin bahwa jalur pendidikan masih tetap merupakan jalur terbaik untuk mencapai kesuksesan hidup.
Lalu, apa dasarnya? Bagaimana seharusnya proses belajar itu dilaksanakan agar peserta didik terampil dalam hidup?
Keyakinan saya ini menguat dengan eksistensi HOTs (High Order Thinking Skills) sebagai salah satu produk unggulan dari Kurikulum 2013 yang wajib diterapkan di sekolah-sekolah mulai tahun ini.
Kurikulum 2013, dengan gaya tematik-terpadunya, dicirikan dengan adanya meaningful learning, contextual learning, dan interdisipliner.
Pembelajaran dengan ciri dan gaya seperti ini mengharuskan siswa untuk mengerahkan segenap kemampuannya dan melibatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher level of thinking) dengan mengoptimasi kecerdasan ganda (Multiple Intelligence).
Berdasarkan dimensi prosesnya, tingkatan berpikir manusia mencakup kategori: mengingat (remember), memahami (understand), apliksi (apply), analisis (analyze), evaluasi (evaluate) dan mencipta (create).
Menurut Bloom (Anderson & Krathwohl, 2010:101 – 102) dari keenam kategori proses kognitif tersebut, ranah kognitif C4 (aplikasi), C5 (analisis), C6 (mencipta) merupakan high thinking level atau high thinking skills (HOTs).
Dengan kata lain, High Order Thinking Skills merupakan kemampuan untuk menghubungkan, memanipulasi, dan mengubah pengetahuan serta pengalaman yang sudah dimiliki secara kritis dan kreatif dalam menentukan keputusan untuk menyelesaikan masalah pada situasi baru.
Guru wajib mengelolah pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk berpikir tingkat tinggi.
Ada beberapa model pembelajaran yang secara terang-benderang menerapkan level HOTs pada tingkat aplikasinya.
Beberapa model pembelajaran tersebut antara lain: pembelajaran berbasis proyek (project based learning), pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), pembelajaran dengan pendekatan penyelesaian masalah (problem solving), dan model pembelajaran menemukan (discovery/ inquiry).
Di samping itu, guru perlu merancang pembelajaran yang kolaboratif, melibatkan semua siswa secara aktif.
Hal ini dibuat untuk melatih kerja sama, kemampuan berkomunikasi, kemampuan berargumentasi, serta kemampuan mengendalikan emosi, yang sangat dibutuhkan terutama dalam penyelesaian masalah, baik di kelas maupun di luar kelas.
Dan akhirnya, guru perlu merancang soal-soal ujian dan penilaian dengan HOTs.
Soal-soal HOTs bukan berarti soal yang sulit, redaksinya panjang dan berbelit-belit sehingga banyak membuang banyak waktu membacanya dan sekaligus memusingkan siswa, tetapi soal tersebut disusun secara proporsional dan sistematis untuk mengukur Indikator Ketercapaian Kompetensi (IKK) secara efektif serta memiliki kedalaman sehingga siswa pun terangsang untuk menjawab bukan hanya “menghitung kancing” atau menjawab secara asal-asalan.
Jawaban soal uraian disamping tertutup juga dapat bersifat terbuka agar siswa mampu mengonstruksi jawabannya dengan bebas.
Soal-soal dengan unsur ‘menganalisis’, ‘mengevaluasi’ dan ‘mencipta’ diupayakan dan diterapkan dalam ujian-ujian.
Bentuk penilaian untuk soal-soal seperti ini pun tentu harus lebih berbobot.
Terlihat jelas bahwa learning process pada jenjang pendidikan dewasa ini sudah dilengkapi dan ‘dipersenjatai’ dengan pengembangan skill untuk kehidupan.
Penerapan HOTs pada setiap jenjang pendidikan sungguh menjadi ‘latihan nyata’ untuk memperoleh keterampilan hidup.
Orang yang terampil dalam hidup akan mampu bertahan, berusaha dan berhasil menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya.
Mereka yang terampil dalam hidup terus berusaha secara aktif membangun relasi dengan banyak orang, menghadapi rintangan, dan tahu jalan untuk menuju kesuksesan.
Semua ‘cerita indah’ itu dapat diperoleh melalui kegiatan pembelajaran pada setiap jenjang pendidikan dengan penerapan HOTs, karena semua keterampilan hidup itu telah sering dilakukan dalam proses pembelajaran.
Kalau seorang peserta didik sampai mencapai pendidikan paling tinggi, bisa dibayangkan tahapan dan proses yang dilaluinya untuk mencapainya; bisa juga dibayangkan bagaimana banyaknya pengalaman penerapan HOTs yang dialaminya.
Pertanyaannya: Apakah ini diterapkan atau tidak? Mari berefleksi!
(Tribunmanado.co.id/David Manewus)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/manado/foto/bank/originals/stief-a-walewangko-sfils-mpd_20181007_152111.jpg)