Gempa Palu
La Ode Tinggalkan Harta di Palu, Kawanua Palu Eksodus ke Manado
Para korban Gempa Palu rela meninggalkan harta benda dan memboyong serta keluarga besarnya pindah tempat tinggal
Penulis: Arthur_Rompis | Editor:
Laporan Wartawan Tribun Manado Arthur Rompis
TRIBUNMANADO.CO.ID - "Puji Tuhan". Begitu ucapan Janet Goni begitu menapakkan kaki di bandara Samratulangi Manado, Jumat (5/10) subuh.
Janet adalah pengungsi dari Palu.
Ia bersama sang suami menumpang pesawat komersial dari Makassar.
Sebelumnya mereka menempuh perjalanan yang sulit dari Palu menuju Mamuju.
Dari Mamuju, keduanya bertolak ke Makassar menggunakan bus. Di Manado, mimpi buruk Jane mendadak hilang.
Berganti sukacita, ketika bertemu anak dan cucu yang menanti di bandara.
"Senang sekali bisa berada di sini," kata dia kepada Tribun Manado via ponsel.
Jane menuturkan, bencana gempa tersebut hanya sedikit merusak rumah mereka di Palu.
Tapi tekanan psikologis di sana benar benar tak tertahankan.
"Di sana benar - benar menakutkan, gelap, tak ada listrik, air dan makanan sangat kurang, jaminan kesehatan tak ada, gempa juga terus menerus terjadi," kata dia.
Ia mengaku dilanda trauma berat. Sampai sampai takut masuk rumah.
Hal menakutkan lainnya, beber dia, adalah merajalelanya penjarahan. "Pada akhirnya kami memilih kembali ke Manado dulu," kata dia.
Janet sudah puluhan tahun tinggal di Palu. Dari hasil usahanya, ia telah punya rumah cukup besar beserta harta lainnya.
"Harta kami tinggalkan daripada terus ketakutan," kata dia.
Ia sendiri masih menimbang nimbang apakah akan kembali ke Palu atau menetap di Manado.
Manado memang jadi salah satu kota tujuan pengungsi. Pengungsi yang masuk Manado umumnya memiliki keluarga di Manado.
Banyak pula yang menjadikan Manado sebagai tempat transit menuju Palu, Makassar serta Ternate.
Jumat pagi sekira pukul 9, sebuah pesawat Hercules C 130 membawa sebanyak 150 pengungsi ke Manado.
Sebagian besar pengungsi hanya transit. Salah satunya Laode Amali.
Warga Jalan Diponegoro Palu ini membawa serta keluarga besarnya. Tujuan mereka ke Ternate.
Sesungguhnya mereka ingin transit di Makassar. Namun Manado dipilih karena rute Makassar padat.
"Waktu itu petugas bandara memanggil, siapa yang ingin ke Manado, langsung saja saya berdiri, yang penting keluar dari Palu dulu," kata dia.
Ternyata Manado terasa menyenangkan. Sebut dia, mereka disambut hangat saat turun dari pesawat.
"Kami langsung diberi makanan, kue serta minum, anak saya Alifa langsung diberikan susu, saya ucap alhamdulilah," kata dia.
Dikatakan La Ode, si kecil Alifa yang masih berusia 1 tahun lebih terus menangis sewaktu di bandara Palu. Setiba di Manado, Alifa berubah tenang.
"Ia senang waktu dimandikan, kemudian ia dibedaki, kulitnya gatal - gatal karena sudah tak mandi berhari hari, lalu dia pun tidur pulas," kata dia.
Selain Alifa, ia pun mandi. Pihak Lanudsri menyediakan air serta perlengkapan mandi.
"Senang rasanya bisa mandi, saya sampai setengah jam mandi saking rindunya air" kata dia.
La Ode menuturkan, ia memilih meninggalkan tanah kelahirannya karena trauma. Ia mengaku tak bisa tidur nyenyak.
"Disana gempa masih sering terjadi, orang orang panik, semua ingin keluar Palu, banyak mayat membuat bau tak sedap dan hampir setiap menit terdengar bunyi sirene ambulans, benar benar menakutkan," katanya.
Laode terbang ke Palu meninggalkan segenap harta hasil jerih payahnya selama bertahun tahun sebagai kontraktor.
Ia tak menyesal."Dari pada trauma terus," kata dia.
Dia sendiri belum menentukan kapan balik ke Palu. "Mungkin suatu waktu tapi tidak sekarang," kata dia.
Akmal pengungsi transit lainnya mengaku salut dengan jiwa sosial warga Manado yang begitu tinggi.
Selama berada di bandara lanudsri untuk menanti pesawat ke ternate, ia melihat banyak sekali truk berisi bantuan memasuki area lanudsri.
"Sungguh luar biasa kepedulian orang Manado," kata dia.
Sementara Ita, pengungsi yang hendak ke ternate terkejut melihat bantuan dalam jumlah banyak di gudang Lanudsri yang jadi posko penampungan bantuan.
"Wah bantuannya banyak sekali," kata Ita.
Ita berandai andai sekiranya bantuan tersebut segera dibawa ke Palu.
Pasti akan menolong banyak orang. "Makanan dan minuman di sana sangat kurang," kata dia.
Berdasarkan pantauan Tribun Manado Jumat pagi, beberapa pengungsi transit menggunakan lokasi Lanudsri sebagai tempat pengungsian sementara.
Mereka berteduh di bawah pohon, duduk di atas rumput dan meletakkan barang bawaan di atas aspal.
Sambil menanti jemputan keluarga serta pesawat ke Ternate, mereka sibuk menelepon.
Kardus tempat sampah yang berada tak jauh dari situ penuh dengan botol air mineral, snack serta kotak sisa makanan.