Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Gempa Sulteng

Kisah Seorang Perawat di Palu yang Selamat dari Reruntuhan Bangunan saat Gempa

Tak kuasa menahan tangis, air mata perawat tersebut menetes ketika ia mengisahkan cerita pilu yang menimpanya saat gempa bermagnitudo 7,4

Editor: David_Kusuma
(KOMPAS.com/Cynthia Lova)
Nurhayati, salah seorang perawat di Rumah Sakit Anutapura Palu, Jalan Tolambu, Palu Barat, Sulawesi Tengah, Kamis (4/10/2018). 

TRIBUNMANADO.CO.ID, PALU - Sore itu, Nurhayati (29) menatapi reruntuhan Rumah Sakit Anutapura Palu, tempat ia bekerja.

Tak kuasa menahan tangis, air mata perawat tersebut menetes ketika ia mengisahkan cerita pilu yang menimpanya saat gempa bermagnitudo 7,4 mengguncang Kota Palu, Jumat (28/9/2018).

Peristiwa yang diperkirakan menelan ribuan jiwa itu memporak-porandakan Kota Palu dan Donggala dalam waktu sekejap.

Di lorong rumah sakit, tepatnya di ruang perawat lantai 3, biasanya ia bercanda tawa, ngobrol bersama dengan perawat lainnya.

Di lorong itu pula, ia dan perawat lainnya, dokter, serta keluarga pasien tertimbun reruntuhan gedung.

Nurhayati bercerita, saat gempa pertama, ia dan pasien-pasien sempat keluar dan turun ke bawah menyelamatkan diri.

“Sore pukul 15.00 Wita kan sudah mulai gempa pertama. Lalu gempa lagi pukul 16.00 Wita, kita sempat keluar bawa pasien. Namun pikiran saya udah gak ada gempa lagi kan, lalu saya masuk lagi bawa pasien,” ucap Nurhayati di RS Anutapura Palu, Kamis (4/10/2018).

Setelah beberapa saat ia membawa pasien masuk, ia masih sempat menyantap makanan.

Kemudian, ia duduk-duduk di nurse stasion. Seketika saja gempa mengguncang dan dengan sekejap, gedung Rumah Sakit Anutapura Palu roboh.

“Waktu gedung roboh situasi sudah gelap gulita. Tidak ada sedikit pun cahaya,” ucap Nurhayati.

Setelah sadar dirinya tertimpa reruntuhan, Nurhayati langsung meminta pertolongan. Saat itu, Nurhayati mengaku sulit bernapas. Ia sesak karena aroma debu plafon bertebaran kemana-mana.

“Saat itu saya hanya bisa nangis, teriak minta tolong dan berdoa agar saya dapat selamat,” ucap Nurhayati.

Kemudian, ia melihat salah satu temannya dan meminta pertolongan temannya itu untuk membantunya mengangkat reruntuhan tersebut.

“Saya minta tolong teman saya, tapi apa daya teman saya tidak bisa bantu karena tidak kuat mengangkat tembok yang berat menimpa tubuh saya,” ucap Nurhayati.

Lebih dari setengah jam menunggu, temannya Nurhayati bersama orangtua pasien membantunya mengangkat reruntuhan tembok tersebut.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved