Ma'ruf Amin Mulai Serang SBY dengan Gaya Berlagak Pilon
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sudah menyatakan dukungannya kepada Calon Presiden Prabowo Subianto
"Kemudian juga melakukan penguatan-penguatan dengan yang beliau (Presiden Jokowi) sebut redistribusi aset. Redistribusi aset menurut beliau adalah sisa-sisa tanah di negara ini yang masih dimiliki, dibagikan kepada pengusaha-pengusaha kecil, koperasi, pesantren, sehingga mereka akan tumbuh menjadi pengusaha yang kuat," ujar Ma'ruf Amin.
Makanya,ujar Ma'ruf Amin, ketika ada orang mengatakan bahwa pada masa Presiden Jokowi pemerintah banyak memberikan tanah-tanah2 yang luas untuk dikuasai oleh sekelompok orang, Ma'ruf Amin mati-matian membantah hal tersebut.
"Saya katakan itu tidak benar. Pak Jokowi perna
Baca: Tonton Reaksi Presiden Korea Selatan saat Ajudan Jokowi akan Bayar Belanjaan
h bilang ke saya bahwa dia tidak pernah kasih 1 hektarpun tanah kepada konglomerat. Jadi saya bilang yang ngasih itu bukan pak Jokowi, tapi orang yang sebelumnya itu. Saya tidak tahu orangnya, pokoknya sebelumnya," kata Ma'ruf Amin.
Walaupun tak mau menyebut secara tegas siapa orang sebelumnya yang dimaksud Ma'ruf Amin alias berlagak pilon, tetapi hal itu cukup menjelaskan bahwa yang dimaksud Ma'ruf Amin adalah mantan Presiden SBY.
Hal itu lantaran berdasarkan data Greenomics, masa Presiden SBY memerintah merupaka masa dimana banyak perusahaan swasta di bidang perkebunan mendapatkan tanah.
Kompas.com pernah menulis bahwa Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, sekaligus mantan Menteri Kehutanan disebut oleh Greenomics sebagai Menteri Kehutanan yang paling banyak memberikan izin perkebunan lewat pelepasan kawasan hutan.
Menanggapi hal itu, Zul, sapaannya, mengatakan, pernyataan Greenomics itu muncul berkaitan dengan pernyataan Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais yang mengkritik reformasi agraria yang dilakukan pemerintahan Presiden Joko Widodo.
"Ini kan respons karena Pak Amien toh," kata Zul, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (23/3/2018).
Ia menambahkan saat ia menjabat sebagai Menteri Kehutanan di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pemerintah mencanangkan target swasembada gula.
Baca: Partai Demokrat Sulut Dukung Jokowi-Ma’ruf, Vicky Lumentut: Keputusan dari 15 Dewan Pimpinan Cabang
Namun saat itu negara tak memiliki tanah yang cukup. Kala itu, kata Zul, hanya ada tanah di Papua yang cukup karena program swasembada gula membutuhkan tanah sekitar 1 juta hektar.
Akhirnya ada wilayah hutan yang digunakan sekitar 300.000-400.000 hektar untuk perluasan penanaman gula. Tetapi penanaman gula itu tidak optimal karena adanya hama dan minim infrastruktur.
"Jadi tidak bisa lanjut. Juga pertanian tidak bisa lanjut karena infrastrukturnya tidak ada. Tidak bisa lanjut juga karena orang-orangnya belum ada. Jadi nanti kita lihat lebih jelas," lanjut Zul.
Sebelumnya dikutip dari tribunnews.com, Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia, Vanda Mutia Dewi, mengatakan hasil studi Greenomics Indonesia memperlihatkan bahwa selama periode 2004-2017, kawasan hutan yang dilepas untuk izin perkebunan kepada para pelaku bisnis tertentu mencapai lebih dari 2,4 juta hektar.
Baca: Hari Ulang Tahun Gus Dur Dirayakan 4 Agustus dan 7 September
Luas itu sekitar lebih dari 36 kali lipat luas DKI Jakarta. Lebih dari 90% dari izin-izin perkebunan yang telah diterbitkan itu, merupakan izin-izin ekspansi perkebunan sawit yang diberikan kepada para pelaku bisnis.