Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Ini Ulasan Kwik Kian Gie hingga Ari Kuncoro Sebut Indonesia tak akan Alami Krisis seperti 1998

Nilai tukar Rupiah sempat terpuruk hingga angka Rp 15.000 akibat tekanan Dollar AS, tapi belakangan rupiah mulai menguat.

Editor: Aldi Ponge
afp
Rupiah dan Dollar AS 

Perbedaan yang dimaksud adalah terkait kondisi pangan Indonesia.

Masalah yang terjadi di tahun 1998 adalah kondisi pangan tidak stabil sehingga terjadi gejolak sosial yang tinggi sedangkan pada 2018 kondisi pangan cenderung stabil.

Sementara itu, Prof Ari Kuncoro, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia ketika ditanyai oleh Rossi tentang apakah krisis 1998 akan terjadi di tahun 2018 dengan singkat dia hanya menjawab tidak.

Baca: Terungkap Setelah 7 Tahun, Najib Razak Ternyata Bayar Jaksa Kasus Sodomi Sebesar Rp 34 Miliar

Berikutnya, Deputi Bidang kajian dan Pengelolaan Isu-isu Ekonomi Strategis Kantor Staf Presiden, Denni Puspa Purbasari, mengatakan bahwa melemahnya rupiah adalah hasil dari konsekuensi yang logis.

“Kalau kita melihat rupiah semakin lemah, ini adalah konsekuensi yang logis,” kata Denni.

Denni juga mengungkapkan bahwa pemerintahan Presiden Jokowi sudah berusaha dengan melakukan structure adjustment seperti membangun infrastruktur, membuat iklim usaha menjadi lebih bagus, dan kualitas sumber daya manusia yang lebih bagus juga sehingga krisis yang terjadi pada tahun 1998 tidak akan terjadi di 2018.

Lihat video ulasan selengkapnya di bawah ini.

Deputi Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Ekonomi Strategis Kantor Staf Presiden, Denni Puspa Purbasari menerangkan bahwa pemerintah Indonesia sudah porposional memberi penjelasan terkait gejolak rupiah akhir-akhir ini.

Presiden Jokowi mengatakan bahwa menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika lebih disebabkan oleh faktor eksternal bukan internal.

“Memang tsunami yang terjadi di pasar keuangan ini lebih disebabkan oleh faktor eksternal yaitu kebijakan dari Federal Reserve yang menaikkan tingkat suku bunga. Ditambah dengan kebijakan fiskal yang sangat ekspansif dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump” Jelas Denni Puspa Purbasari.

Akibat dari kebijakan fiskal ini membuat Amerika mengalami budget deficit yang besar, sehingga AS menjual surat utang kemudian menawarkan suku bunga yang lebih tinggi.

Baca: (VIDEO) 41 Anggota DPRD Malang Ditangkap KPK, Jokowi Beri Pernyataan

Pada saat yang  sama ada dua suku bunga yang bergerak bersama di Amerika dan kedua suku bunga tersebut naik.

Naiknya suku bunga di Amerika mengakibatkan semua uang yang mengalir dari Amerika yang masuk ke emerging market termasuk Indonesia sejak 2008 kembali ke Amerika.

Denni juga menjelaskan bahwa penarikan uang dari Amerika ini terlalu cepat, sehingga terjadi sudden reversal, pembalikan modal asing secara masif ke Amerika.

Selain itu juga pemerintah sudah mengatakan berkali-kali bahwa sejak lama masalah kita adalah current account defisit yaitu defisit neraca berjalan.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved