Cerita Anak Jenderal Korban G30S/PKI, Putri Ahmad Yani Kini Berteman dengan Anak DN Aidit
Cerita Anak Jenderal Korban G30S/PKI, Putri Ahmad Yani Kini Berteman dengan Anak DN Aidit
Selain itu, pada 1 Oktober 2017 pagi waktu setempat, Amelia juga mengadakan upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila, di Wisma Indonesia, bersama staf Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Sarajevo beserta keluarga mereka.
Baca: Kisah Kopassus yang Tubuhnya Dihujani Peluru tapi Mampu Renggut 83 Nyawa Pemberontak
Wartawan Kompas.com, Widianti Kamil, berada di Sarajevo untuk melihat bagaimana prosesi mengenang peristiwa 30 September 1965 yang dilakukan Amelia, September tahun lalu.
Bertempat di Hotel Novotel Sarajevo Bristol, pada 3 Oktober 2017 petang waktu setempat, sebelum menjamu para tamu acara resepsi diplomatik dalam rangka 72 tahun Kemerdekaan Indonesia, Kompas.com mewawancarai langsung Amelia Achmad Yani.
Wawancara tersebut untuk menjawab banyak pertanyaan mengenai apa yang ada dalam dirinya tentang masa lalu dan kaitannya dengan masa kini dan masa mendatang.
Simak wawancara di bawah ini:
Apa yang masih ada dalam pikiran dan perasaan Anda setiap kali 30 September tiba?
Bulan September, biarpun belum tanggal 30, pasti langsung teringat peristiwa yang sangat-sangat tidak bisa dilupakan, seperti sebuah potret yang berjalan.
Tiba-tiba lihat ayah saya diseret.
Tiba-tiba dengar suara tembakan yang menggelegar. Itu terus sampai tanggalnya (30 September). Setiap 30 September, di mana pun saya berada, pasti saya membuat tahlilan.
Dan, saya sesuaikan, kalau di sini (di Wisma Indonesia), di Sarajevo (Bosnia-Herzegovina), saya sesuaikan tanggalnya dengan di Jakarta, jamnya juga bersamaan.
Kodam (di Jakarta) membuat tahlilan setelah magrib, di sini jam satu (13.00 waktu Sarajevo).
Tanggal 1 Oktober memang peringatan secara nasional (Hari Kesaktian Pancasila di Indonesia).
Cuma, tahun ini, jauh berbeda, karena ada pemutaran kembali film Pengkhianatan Gerakan 30 September, yang mungkin lebih dari 15 tahun tidak pernah diputar lagi, membuat rakyat lupa bahwa pernah terjadi sebuah pengkhianatan terhadap negara.
Ketika Indonesia melancarkan Dwikora (Dwi Komando Rakyat, pada 1965), semua pasukan ada di perbatasan Kalimantan Utara, lalu ada yang menusuk dari belakang. Makanya, saya bilang, itu bukan pemberontakan, itu pengkhianatan. Jadi, berkhianat kepada Negara Republik Indonesia.