Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Eks Wapres Boediono Banyak Lupa: Dicecar Jaksa Soal Rapat Terbatas BDNI

Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (18/7) kembali menggelar sidang lanjutan perkara korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNNEWS/DANY PERMANA
Wakil Presiden Boediono bersaksi dalam sidang mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa Bank Indonesia Budi Mulya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (9/5/2014). 

Lanjut, dia juga mengamini ada usulan penghapusan utang Sjamsul Nursalim sebesar Rp2,8 triliun saat ratas di Istana Negara. "Memang begitu kalau seingat saya, memang ada usulan write off (penghapusan) angkanya lupa. Saya tidak ingat ada kesimpulan-kesimpulan yang dibacakan," ucap Boediono.

Mantan Gubernur BI ini juga mengaku tidak pernah dilaporkan sama sekali mengenai adanya misrepresentasi masalah piutang Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) yang menerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Misrepresentasi yang dimaksud adalah, petambak yang berada di bawah PT Dipasena Citra Darmadja dan PT Wachyuni Mandira yang seolah-olah piutang lancar.

"Sepanjang yang saya ikuti, saya tidak ingat ada pembicaraan soal misrepresentasi. Tapi, ada memang saya dengar kabar, petambak ada yang macet (sulit membayar utang)," jelasnya.

Sepengetahuan Boediono, saat itu terdapat pembahasan pengurangan beban kepada para petambak yang awalnya sebesar Rp 135 juta menjadi Rp 100 juta per petambak. Kemudian, ada usulan dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk meringankan beban petambak.

Mengenai hal lain, soal utang petambak, mantan wakil presiden itu menjelaskan sudah memberikan seluruhnya kepada BPPN. Begitu juga mengenai detail kerjasama, aset, dan lainnya.

"Pada pokoknya, saat itu petambak memiliki kewajiban penyelasaian utang, tapi ada usulan dari BPPN untuk diperingan beban. Saya lupa juam detailnya berapa? Tujuannya, untuk membantu petambak, karena saya sampaikan kalau semua sesuai aturan, tentu menjadi hal baik," katanya.
Perkuat

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan bahwa dari kesaksian Boediono dan Todung Mulya Lubis memperkuat adanya dugaan korupsi BLBI. "Dari keterangan dua saksi sejumlah poin krusial di Dakwaan KPK kami pandang semakin terbukti," ujar Febri.

Pertama, terdakwa pernah mengusulkan penghapusan hutang petani tambak sebesar Rp2,8 triliun sehingga tersisa hanya Rp1,1 triliun. Kedua tidak pernah ada keputusan kabinet atas usulan penghapusan. Tapi terdakwa justru melaporkan pada KKSK seolah-olah ada keputusan kabinet yang menyetujui penghapusan tersebut.

"Saksi Todung Mulya Lubis sebagai mantan tim bantuan hukum KKSK menyampaikan dalam pendapat hukumnya bahwa obligor Sjamsul Nursalim telah melakukan missrepresentasi karena tidak mengungkap kondisi aset piutang petani tambak Dipasena yang diserahkan pada BPPN berada dalam kondisi macet," ungkap Febri.

Dari fakta-fakta yang muncul di persidangan tersebut, kata Febri, pihaknya memandang satu persatu dalil yang disampaikan JPU KPK terbukti. Dia juga berharap penanganan kasus ini menjadi perhatian bersama semua pihak, terutama karena diduga kerugian negara sangat besar.

"Bagi masyarakat perlu hati-hati dengan upaya-upaya untuk membuat informasi yang bias untuk membenarkan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi," ucap Febri.

Febri menambahkan masyarakat memiliki hak untuk tahu dan mendapat informasi yang benar tentang kondisi persidangan yang terbuka untuk umum. Terlebih lagi, penanganan kasus BLBI dengan kerugian negara yang sangat besar dipandang sebagai pekerjaan rumah yang harus dikerjakan dengan dukungan dari semua pihak. (Tribun Network/fel/ryo/wly)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved