Breaking News
Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tajuk Tamu

Mengembalikan Sekolah ke Hakekatnya Semula, 'Sebagai Realitas Edukatif'

Seiring berjalannya waktu, pemahaman tentang sekolah pun turut mengalami perkembangan.

Penulis: | Editor: Alexander Pattyranie
ISTIMEWA
Ronaldo Gerardo Tamon 

Tajuk Tamu oleh: 
Ronaldo Gerardo Tamon, Mahasiswa STFSP

SETIAP orang pasti punya pemahaman yang sama ketika mendengar kata “sekolah”.

Banyak orang tertuju kepada sebuah bangunan, yang di dalamnya terdapat seorang pengajar (guru), ada aturan-aturan/tata tertib, serta tentunya terdapat para pelajar dengan seragamnya yang khas.

Sebagian pula membayangkan sekolah sebagai suatu tempat di mana orang bisa memperoleh status pendidikan dan berbagai macam ilmu-pengetahuan.

Pada dasarnya konsep seperti itulah yang dimiliki oleh setiap orang.

Seiring berjalannya waktu, pemahaman tentang sekolah pun turut mengalami perkembangan.

Orang mulai memahami sekolah secara lain.

Kini, sekolah bukan hanya dilihat sebagai tempat untuk menimba ilmu.

Sekolah dilihat sebagai sarana di mana orang bisa memperoleh  popularitas, penilaian subjektif, formalitas ijazah, serta berbagai macam bentuk sangkahan lainnya.

Dalam hal ini patut dikatakan bahwa perspektif yang salah terhadap sekolah ialah datang dari orang-orang masa kini.

Namun, tak bisa dipungkiri juga sekolah-sekolah masa kini mengalami berbagai macam persoalan internal.

Akibatnya, para generasi muda bahkan sebagian orang tua/wali mulai membanding-bandingkan sekolah, atau “pilih-pilih sekolah”.

Dari situlah muncul istilah “Sekolah Favorit-sekolah papan bawah”, “Sekolah idaman-sekolah buangan”, dan sebagainya.

Saat ini banyak sekolah terseret pada persoalan-persoalan terbuka dan mendalam seperti krisis system sekolah tradisional, metode didaktik, isi, konsep tentang budaya, dan persoalan sekolah sebagai suatu lembaga.

Melihat berbagai realitas yang terjadi, mulai dari anggapan orang tentang sekolah dan kondisi sekolah itu sendiri, sekolah akhirnya diperhadapkan pada suatu tantangan.

Sekolah perlu “dipanggil” untuk kembali ke “jati dirinya” semula.

Sekolah ialah suatu proses orang menerima edukasi atau pendidikan. Edukasi adalah suatu bentuk pembelajaran yang mana pengetahuan, keterampilan, atau skill, dihantar dalam pikiran, dari seorang individu melalui instruksi, pelatihan, sharing, serta komunikasi.

Dalam proses ini, edukasi memberikan transfer informasi/ilmu dari satu orang ke orang lain.

Dalam cara apapun pengetahuan itu ditransfer, kepada satu tujuan akhir dimana pengetahuan tersebut mesti bersifat membentuk.

Sekolah perlu bersifat edukatif untuk pelayanan manusia dan demi promosi integral seluruh umat manusia.

Tujuan-tujuannya bukanlah untuk membangun manusia hanya demi kepentingan individu, melainkan untuk menstimulasi pembentukkan kepribadian yang harmonis dan matang-dewasa.

Sekolah modern harus menjadi suatu sekolah yang terbuka bagi semua orang, yang mempunyai tugas cultural untuk mempromosikan kreativitas dan penelitian dan pencarian nilai-nilai.

Demikianlah sekolah bersifat demokratis dan liberal.

Artinya, sekolah sebagai suatu realitas edukatif yang mempunyai karakteristik dasar terbuka bagi public seluas-seluasnya, liberal dan demokratis, dan yang tujuan-tujuannya mengacu pada kebijakan-kebijakan dari orang-orang yang punya kewenangan untuk menentukan kebijakan-kebijakan serta tujuan-tujuan sekolah tersebut.  

Inilah cara pandang baru sekarang, yakni sekolah hendak dipahami sebagai realitas edukatif demi pelayanan promosi manusia secara integral, dan tujuan sekolah bukanlah untuk memenuhi kepentingan-kepentingan individu-subyektif, tapi demi menstimulasi, membantu mendorong pembentukan generasi muda dalam mencari tempatnya di tengah-tengah masyarakat dan membantu mereka dalam mengambil keputusan demi masa depan mereka sendiri.

Dalam hal ini, sekolah mempunyai fungsi orientatif (mengarahkan) dan liberatif (membebaskan) dan bukanlah sebagai alat manipulasi dari struktur-struktur sosial, ekonomi, dan politik.

Fungsi sekolah tersebut memperlihatkan otonomi dari sekolah itu sendiri.

Artinya, konsep ini bersifat universal untuk segala bangsa, tanpa menanyakan apakah sekolah semacam itu ada atau tidak.

Hingga kini nampaknya konsep seperti itu dianggap sebagai suatu usulan atau suatu percobaan untuk suatu sekolah ideal, dan karena itu masih terbuka terhadap pembenaran dan penyangkalan.

Pertanyaan sekarang: Apakah fungsi pendidikan/edukasi dalam sekolah-sekolah di Sulut, khususnya di kota Manado mengarahkan dirinya kepada realitas yang edukatif dan demokrasi-liberal ? Apakah urusan-urusan seputar pembinaan (baik intelek maupun kepribadian) menjadi unsur integral yang paling utama disamping unsur-unsur lain (pembangunan infrastruktur, biaya-keuangan, status, dlsb)?

(Tribunmanado.co.id/David Manewus)

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved