Tajuk Tamu
Pentingnya Koopssusgab dalam Mencegah dan Memberantas Terorisme
Koopssusgab merupakan Tim Anti Teror Gabungan Mitra TNI yang pasukannya berasal dari Sat-81 Gultor Komando Pasukan Khusus.
Penulis: | Editor: Alexander Pattyranie
Tajuk Tamu oleh Emmanuel Josafat Tular SIP MSi
Legal Drafter - Tenaga Ahli DPR RI
TRIBUNMANADO.CO.ID - Situasi keamanan dan idiologi bangsa saat ini sedang diuji akibat adanya ancaman terorisme dan radikalisme yang kembali muncul dipermukaan melalui tindakan terpidana teroris di Markas Komando Brimob, meneror warga masyarakat dengan melakukan pemboman Jemaat Gereja di Surabaya yang sedang beribadah yang terjadi di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, Gereja Kristen Indonesia, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya, pemboman di Mapoltabes Surabaya dan penyerangan di Poltabes Riau, serta adanya operasi pencegahan, penangkapan dan penggerebekan para teroris dan diduga teroris di beberapa daerah.
Akibat tindakan teroris tersebut beberapa masyarakat dan petugas keamanan menjadi korban meninggal dan korban luka-luka yang berdampak pada traumatis bagi korban. Sementara beberapa pelaku bom bunuh diri yang melibatkan satu keluarga, termasuk perempuan dan anak-anak ikut mati, meski masih ada yang selamat.
Mencermati situasi dan kondisi bangsa dan Negara dari ancaman teroris.
Presiden Joko Widodo mengatakan pemerintah akan melawan terorisme dan pemerintah akan menindak tegas pelaku teror di Indonesia karena aksi bom bunuh diri adalah tindakan pengecut dan biadab, sehingga Pemerintah akan lawan terorisme dan akan basmi terorisme sampai ke akar-akarnya.
Presiden Joko Widodo telah memerintahkan kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia dibantu oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk memberantas dan mengusut tuntas serta mengungkapkan identitas pelaku dan jaringan organisasi teroris sampai keakar-akarnya.
Selain Polri dan TNI, juga Badan Intelijen Negara (BIN) untuk ikut dalam memberantas teroris termasuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Polri dalam mencari identitas pelaku dan jaringan teroris telah mengungkapkan bahwa para pelaku bagian dari organisasi teroris seperti Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Negara Islam Indonesia (NII) yang berafiliasi dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) .
Upaya pemberantasan tindak pidana terorisme membutuhkan regulasi peraturan perundang-undangan yang memadahi, sehingga Presiden telah memberikan warning kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pada masa sidang berikutnya dan Presiden menilai bahwa pembahasan RUU tersebut oleh parlemen sudah berlangsung lama, yang memakan waktu lebih dari dua tahun.
Maka Presiden Jokowi menegaskan bahwa jika hingga akhir masa sidang berikutnya, yaitu pada Juni 2018, DPR tidak kunjung mengesahkan RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme maka Pemerintah akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
Jika dianalisa terkait RUU tersebut, maka proses pencegahan dari gerakan terorisme tidak terakomodir karena masih menimbulkan perdebatan, apakah seseorang yang diduga teroris baru balik dari luar Negeri dan kembali ke Indonesia harus ditangkap untuk upaya pencegahan?
Pencegahan seperti ini tidak diatur dalam RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, karena RUU ini jika menjadi Undang-Undang lebih mengatur tentang tindakan pidana teroris, dalam arti menunggu ada perbuatan dari teroris baru diberlakukan Undang-Undang ini atau hanya tindakan terorisme yang muncul dipermukaan saja, sementara bibit terorisme dan segala perencanaan teroris tidak bisa disentuh karena harus menunggu ada gerakan atau bahkan telah terjadinya aksi terorisme.
Dimungkinkan ada beberapa hal isu krusial dalam RUU tersebut sehingga mengalami keterlambatan diantaranya bagaimana peran dan batasan dua alat Negara yaitu Polri dan TNI dalam RUU tersebut.
Kecermatan dan kecepatan bertindak Presiden Jokowi dalam mengantisipasi lambatnya RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme disahkan menjadi Undang-undang di DPR dan kurangnya peran TNI dalam melakukan pencegahan terhadap gerakan terorisme yang mengancam dan mengganggu terhadap keutuhan bangsa dan Negara di dalam RUU tersebut, maka Presiden Jokowi telah membentuk Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab) untuk memberantas teroris.
Koopssusgab merupakan Tim Anti Teror Gabungan Mitra TNI yang pasukannya berasal dari Sat-81 Gultor Komando Pasukan Khusus milik TNI Angkatan Darat, Detasemen Jalamangkara TNI Angkatan Laut dan Satbravo 90 Komando Pasukan Khas dari TNI Angkatan Udara.
Koopssusgab dibawah komando Panglima TNI.
Pembentukan Koopssusgab dimungkinkan akan melaksanakan operasi intelejen guna mencegah aksi teroris sehingga setiap gerak-gerik diduga teroris ataupun teroris dapat terindentifikasi dan kemudian dilakukan pemberantasan melalui prosedur hukum dengan berkordinasi dengan Polri atau pihak terkait seperti BIN dan BNPT.
Pembentukan Koopssusgab didasarkan pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagaimana dasar filosofis, sosiologis dan yuridis adanya Undang-Undang TNI ini, serta diatur pada Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang TNI beserta penjelasan Pasalnya sebagai satu-kesatuan Undang-Undang.
Pendasaran pembentukan Koopssusgab yang dimaksud adalah:
1. Pembentukan Koopssusgab merupakan bagian dari melaksanakan tujuan nasional untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial; Selain itu bahwa Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi keselamatan bangsa, menjalankan operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang, serta ikut secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional;
2. Pembentukan Koopssusgab merupakan pelaksanaan dari Fungsi TNI yang telah diatur pada Pasal 6 ayat (1) huruf C, yang menyebutkan bahwa TNI sebagai alat pertahanan negara berfungsi sebagai pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan. Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf C menyebutkan bahwa Yang dimaksud dengan pemulih adalah kekuatan TNI bersama-sama dengan instansi pemerintah lainnya membantu fungsi pemerintah untuk mengembalikan kondisi keamanan negara yang telah terganggu akibat kekacauan keamanan karena perang, pemberontakan, konflik komunal, hurahura, terorisme, dan bencana alam.
3. Pembentukan Koopssusgab untuk melaksanakan tugas pokok TNI sesuai Pasal 7 ayat (1) yang menyebutkan bahwa Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara,mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Dalam penjelasan Pasal 7 ayat (1) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ancaman dan gangguan yaitu “Ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara, antara lain aksi teror bersenjata yang dilakukan oleh teroris internasional atau bekerja sama dengan teroris dalam negeri atau oleh teroris dalam negeri”.
4. Pembentukan Koopssusgab didasarkan pada Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 3 yang menyebutkan bahwa “Tugas pokok TNI selain dilakukan dengan operasi militer untuk perang, tugas pokok TNI dilakukan dengan operasi militer selain perang untuk mengatasi aksi terorisme”.
5. Pembentukan Koopssusgab merupakan pelaksanaan kewenangan Presiden dalam melakukan pengerahan kekuatan TNI sebagaimana diatur pada Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) yang menyebutkan bahwa Kewenangan dan Tanggung jawab pengerahan kekuatan TNI berada pada Presiden. Dalam hal pengerahan kekuatan TNI, Presiden harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
6. Pembentukan Koopssusgab jika menjadi bagian dari bagian dari keadaan memaksa sehingga Presiden dapat langsung mengerahkan kekuatan TNI maka, pendasaran Undang-Undang TNI akan menggunakan Pasal 18 ayat (1) yang menyebutkan bahwa “Dalam keadaan memaksa untuk menghadapi ancaman militer dan/atau ancaman bersenjata, Presiden dapat langsung mengerahkan kekuatan TNI”.
Namun, jika menggunakan norma Pasal 18 Undang-Undang TNI, maka disebutkan bahwa; “Dalam hal pengerahan langsung kekuatan TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam waktu 2 X 24 jam terhitung sejak dikeluarkannya keputusan pengerahan kekuatan, Presiden harus melaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat”.
Kemudian harus memperoleh persetujuan dari DPR sebagaimana disebutkan pada Pasal ayat (3) bahwa “Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui pengerahan kekuatan TNI, Presiden harus menghentikan pengerahan kekuatan TNI tersebut.
Maka jika mengacuh pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 apa yang dilakukan oleh Presiden melalui Panglima TNI untuk membentuk Koopssusgab adalah sesuai dengan Undang-Undang TNI.
Namun demikian terdapat catatan bahwa dalam hal pengerahan kekuatan TNI harus memperoleh peretujuan dari DPR.
Tetapi jika dilihat dari fungsi dan tugas TNI seharusnya Pasal 18 tidak dibutuhkan lagi karena sudah ada pengaturannya pada Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang TNI sebagai pelaksanaan fungsi dan tugas pokok Tentara Nasional Indonesia.
Namun jika mengharuskan pembentukan Koopssusgab merupakan bagian dari pengerahan kekuatan kekuatan TNI maka setelah terbentuk harus melalui persetujuan DPR sesuai dengan mekanisme yang berlaku di DPR.
Maka dalam hal memperoleh persetujuan dari DPR, Presiden dapat memperoleh dukungan dari Fraksi-Fraksi di DPR sebagai Partai pendukung Pemerintah untuk mempercepat pembahasan dan persetujuan atas pembentukan Komando Pasukan Khusus Gabungan.(Tribunmanado.co.id/David Manewus)