UU Terorisme Saat Ini Tak Membuat Teroris Insyaf, Brani Sebut Lemah
Senator wakil Sulut periode tahun 2014 - 2019 Brani menegaskan jika UU teroris yang berlaku saat ini tidak membuat efek jera bagi para pelaku teroris.
Penulis: Indry Panigoro | Editor: Alexander Pattyranie
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Senator wakil Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) periode tahun 2014 - 2019 Benny Rhamdani (Brani) menegaskan jika Undang-undang (UU) teroris yang berlaku saat ini tidak membuat efek jera bagi para pelaku teroris.
Bahkan, dengan tegas juga dikatakannya, jika UU terorisme saat ini tak membuat para pelaku teror insyaf dan kembali ke jalan yang benar.
"Undang-undang saat ini tidak membuat efek jerah. Jangankan efek jerah, buat mereka insyaf saja tidak bisa," kata Brani kepada Tribun Manado, Senin (14/5/2018) tengah malam usai mengikuti Aksi Solidaritas dari Manado untuk Surabaya, Sulawesi Utara untuk Jawa Timur Indonesia, yang digelar di depan Polresta Manado.
Untuk itu kata dia, pemerintahah atau pihak terkait harus melakukan revisi terhadap UU ini.
"Undang-undang saat ini masih lemah. Kalau hanya di hukum penjara tidak akan membuat mereka jerah, coba revisi lagi dan buat undang-undang tembak mati bagi para pelaku teroris," tegasnya.
Sekedar diketahui, berikut ini UU No 15 Tahun 2003 yang merupakan pengesahan atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No 1 Tahun 2002.
Perppu tersebut dibuat setelah peristiwa Bom Bali yang tak hanya mengguncang Indonesia, tetapi juga dunia.
Berikut merupakan kutipan UU No 15/2003 yang berkaitan dengan penyidikan:
BAB V
PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
Pasal 25
(1) Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana terorisme, dilakukan berdasarkan hukum acara yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini.
(2) Untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan, penyidik diberi wewenang untuk melakukan penahanan terhadap tersangka paling lama 6 (enam) bulan.
Pasal 26
(1) Untuk memperoleh bukti permulaan yang cukup, penyidik dapat menggunakan setiap laporan intelijen.
(2) Penetapan bahwa sudah dapat atau diperoleh bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan proses pemeriksaan oleh Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan Negeri.
(3) Proses pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan secara tertutup dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.
(4) Jika dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan adanya bukti permulaan yang cukup, maka Ketua Pengadilan Negeri segera memerintahkan dilaksanakan penyidikan.
Pasal 27
Alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputi:
a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana;
b. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan
c. data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
1) tulisan, suara, atau gambar;
2) peta, rancangan, foto, atau sejenisnya;
3) huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.
Pasal 28
Penyidik dapat melakukan penangkapan terhadap setiap orang yang diduga keras melakukan tindak pidana terorisme berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) untuk paling lama 7 x 24 (tujuh kali dua puluh empat) jam. (Tribunmanado.co.id/Indri Panigoro)