Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Empat Jurus BI Menjaga Atabilitas Rupiah: Bagaimana dengan Utang Negara?

Rapat Federal Open Market Committee (FOMC), Rabu (3/5) memutuskan suku bunga Amerika Serikat (AS) dipertahankan di level 1,5%-1,75%

Editor: Lodie_Tombeg
zoom-inlihat foto Empat Jurus BI Menjaga Atabilitas Rupiah: Bagaimana dengan Utang Negara?
Kontan
BI melaporkan kondisi ekonomi Indonesia


TRIBUNMANADO.CO.ID  MAKASSAR - Rapat Federal Open Market Committee (FOMC), Rabu (3/5) memutuskan suku bunga Amerika Serikat (AS) dipertahankan di level 1,5%-1,75%. Sebelumnya, The Fed menaikkan suku bunga pada Maret 2018

Meski saat ini suku bunga AS masih belum naik, Bank Indonesia (BI) tetap waspada dengan mengkalkulasi kemungkinan kenaikan suku bunga AS dua kali hingga tiga kali lagi di tahun ini.

BI butuh peran masyarakat untuk turut jaga kepercayaan pasar terhadap rupiah
Menyikapi rencana kenaikan suku bunga AS, di tahun ini BI menyiapkan empat kebijakan guna menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap sentimen kenaikan suku bunga negeri paman sam tersebut.

Dody Budi Waluyo Deputi Gubernur Bank Indonesia mengatakan keempat kebijakan tersebut adalah, pertama BI akan senantiasa berada di pasar untuk memastikan tersedianya likuiditas dalam jumlah yang memadai baik valas maupun rupiah.

"Dalam menjaga likuiditas kita akan terus berkoordinasi dengan pemerintah untuk menjaga dan menyarankan untuk lindung nilai tetap dilakukan kepada beberapa perusahaan terutama BUMN," kata Dody dalam acara Laporan Perekonomian Indonesia 2017 di Makassar, Rabu (3/5).

Kedua, BI akan memantau dengan seksama perkembangan perekonomian global dan dampaknya terhadap perekonomian domestik.

Ketiga, BI akan mempersiapkan dua line of defense bersama dengan institusi eksternal. "Kita akan terus perkuat sumber pendanaan dan cadangan devisa," kata Dody.

Keempat, apabila tekanan terhadap nilai tukar terus berlanjut serta berpotensi mengganggu stabilitas perekonomian, BI tidak menutup kemungkinan untuk menaikkan suku bunga.

Pada dasarnya Dody melihat secara fundamental ekonomi Indonesia kuat dan rupiah harusnya bisa menguat.

Sentimen eksternal saat ini terlampau kuat mempengaruhi domestik. Di lain sisi Dody menyadari dari domestik pun juga bukan berarti tidak memiliki masalah.

"Saat ini kita masih terus lakukan perbaikan dengan reformasi struktural, peningkatan ekspor melalui perkembangan manufaktur, pendalaman pasar valas masih tengah berjalan," kata Dody.
 

Ilustrasi utang.
Ilustrasi utang. (SHUTTERSTOCK)

Efek negatif S&P tak naikkan peringkat utang RI

Lembaga pemeringkat internasional Standard and Poors (S&P) yang mempertahankan peringkat investasi Indonesia di bawah layak investasi dengan prospek positif dapat memberikan dampak negatif.

Ekonom Kenta Institute Eric Sugandi dipertahankannya peringkat tersebut bisa menimbulkan dampak negatif terhadap penerbitan surat utang pemerintah.

Lebih lanjut menurutnya, peringkat tersebut bisa membuat harga surat utang pemerintah lebih rendah dan imbal hasil (yield) meningkat.

Tak hanya itu, ia juga mengatakan bahwa peringkat tersebut bisa menyebabkan arus modal asing tetap akan masuk walaupun tidak deras karena tidak adanya sentimen positif bagi pasar.

Ujungnya, dalam jangka pendek nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) bisa tertekan.

 
"Tetapi itu jangka pendek karena berkaitan dengan persepsi saja. Dampak berita dari S&P sekali lagi lebih ke masalah persepsi pelaku pasar finansial dan jangka pendek," kata dia, Rabu (1/6).

Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga melihat investasi portofolio cenderung positif lantaran prospek peringkat Indonesia yang juga masih positif.

Selain itu, ia juga melihat bahwa fundamental ekonomi Indonesia semakin membaik.

Menurut Josua, kepastian persetujuan RUU Tax Amnesty akan mendatangkan tambahan penerimaan pajak tahun ini sehingga risiko defisit anggaran mengecil.

Di sisi lain, ke depan ia juga beharap rasio utang luar negeri pemerintah terhadap PDB yang saat ini sekitar 30%, dapat dijaga di level yang sehat.

"Pemerintah tentunya akan melakukan assessment yang komprehensif dalam kaitan pinjaman luar negeri dan penerbitan surat utang untuk pembiayaan APBN yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi," katanya.

Ia juga memproyeksi, defisit transaksi berjalan dua tahun ke depan berada di level yang sehat, yaitu kurang dari 3% dari PDB. Hal tersebut bisa menjadi daya tarik untuk investasi, baik portofolio maupun langsung. *

 
 

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved