Tajuk Tamu
Alfie Evans Hendak Dibunuh Perlahan-lahan
Mdia sosial diwarnai berita tentang Alfie Evans, seorang anak berusia 23 bulan yang menderita penurunan kondisi saraf yang tak dapat didiagnosis.
Penulis: | Editor: Alexander Pattyranie
Tajuk Tamu oleh:

Allesandro Pinangkaan, MSC (Mahasiswa STFSP)
TRIBUNMANADO.CO.ID - Akhir-akhir ini, media sosial diwarnai berita tentang Alfie Evans, seorang anak berusia 23 bulan yang menderita penurunan kondisi saraf yang tak dapat didiagnosis.
Sejak Desember 2016, Alfie dirawat di Rumah Sakit Alder Hey di Inggris.
Kondisinya yang semakin memburuk mengharuskan supaya pernafasannya dibantu dengan ventilator.
Orangtuanya, Tom Evans dan Kate James, hendak mengusahakan pengobatan yang lebih baik bagi Alfie di luar Inggris, sebab tampaknya perawatannya di Alder Hey kurang begitu baik.
Pihak Alder Hey tidak mengizinkan dengan alasan bahwa hal tersebut akan semakin memperburuk kondisi Alfie.
Namun di satu segi perawatan Alfie tampak dipersulit.
Tanggal 23 April barusan, ventilator pembantu pernafasannya dicabut.
Kepadanya hanya dikenakan masker oksigen biasa setelah dibiarkan bernafas sendiri dengan begitu sulit selama 9 jam.
Tindakan ini berarti “membiarkan” Alfie mati dengan segera.
Apalagi, ia tidak diberi makan, hanya diberi air.
Tom dan Kate berniat membawa Alfie untuk dirawat di Italia, tetapi negara tidak mengizinkan.
Mereka telah berjuang untuk naik banding sampai di European Court of Human Rights-Strasbourg, tetapi para hakim menolak naik banding.
Banyak petisi dari para pejuang kemanusiaan yang mendukung supaya Alfie diterbangkan ke Italia seturut permohonan orangtuanya.
Persoalan kita sekarang adalah bagaimana tindakan pihak Alder Hey atas Alfie dapat dipertanggungjawabkan secara moral?
Umumnya, terdapat dua hal yang dapat diperbandingkan berhadapan dengan kasus seperti ini, yakni antara Paternalisme dan otonomi pasien.
Paternalisme di sini berarti tindakan petugas kesehatan yang memperlakukan pasien seperti “anak kecil” yang kesejahteraannya mesti diatur oleh orangtua.
Jadi kesejahteraan si anak ditentukan oleh orangtua.
Maka, petugas kesehatan menentukan apa yang baik bagi pasien.
Hal ini dikonfrontasikan dengan otonomi pasien yang tentu punya hak menentukan apa yang terbaik bagi kesehatannya.
Hal ini sangat jelas tampak pada kasus Alfie.
Sikap pihak Alder Hey cenderung paternalis.
Apakah sikap paternalis ini tidak baik secara moral? James Childress, seorang filsuf moral, mengungkapkan tiga prinsip yang dalam arti tertentu membenarkan sikap paternalis
1) sejauh sikap yang diambil tidak merugikan orang lain,
2) sejauh sikap tersebut tidak bertentangan dengan prinsip keadilan, dan
3) sejauh sikap tersebut bertujuan mencegah pelanggaran prinsip-prinsip moral yang lain.
Dari tiga prinsip ini, Childress melanjutkan syarat tindakan Paternalisme, yakni:
(1) ketika pasien mengalami keterbatasan, kekurangan, keterbatasan, dan
(2) adanya kemungkinan timbulnya bahaya, serta luasnya implikasi bahaya tersebut.
Di luar tiga prinsip dan dua syarat ini, paternalisme mesti ditentang sebab melanggar hak dan otonomi pasien – dan atas cara itu melanggar HAM.
Bila tiga prinsip dan dua syarat yang dikemukakan Childress, menjadi pegangan kita untuk menilai kasus yang menimpa Alfie, harus dikatakan di sini bahwa pihak Alder Hey melanggar hak dan otonomi pasien, dalam hal ini keluarga Evans.
Sangat nyata bahwa tindakan yang mereka ambil amat merugikan, dan lagi bertentangan dengan keadilan.
Lagipula apa yang dilakukan oleh pihak Alder Hey melanggar prinsip kemanusiaan, sebagai prinsip moral tenaga kesehatan yang menempati tempat pertama.
Betapa tidak:
• Apakah tindakan mencabut ventilator dapat disebut manusiawi?
• Apakah tindakan tidak memberi makan merupakan tindakan yang menguntungkan?
• Apakah sikap mempersulit pengobatan ke tempat lain dapat disebut adil?
Secara kasar semua tindakan tersebut dapat disebut sebagai pembunuhan berencana.
Kita tidak mengenal motif di balik tindakan pihak Alder Hey.
Butuh pertimbangan lain yang mengklarifikasi alasan-alasan medis pihak Alder Hey mengambil tindakan-tindakan tersebut secara paternalistis.
Tetapi alasan yang memperkuat kita mengambil kesimpulan bahwa pihak Alder Hey telah melakukan pelanggaran moral adalah ketika usaha untuk memindahkan perawatan Alfie yang diperjuangkan oleh orangtuanya digagalkan.
Ada kesan kuat bahwa kematian Alfie hendak dipercepat.
Yang jelas, menurut Tom, ketika ditanya mengapa mereka (pengadilan dan pihak Alder Hey) menginginkan kematian Alfie sebelum waktunya, ia menjawab:
"Sebab di Inggris anak-anak cacat mengalami diskriminasi karena kebutuhan-kebutuhan yang mereka perlukan dan karena biaya perawatan untuk mereka."
Bukankah ini sebuah pelanggaran moral yang berat; sebuah pelanggaran HAM?
Banyak pihak yang telah menyatakan dukungannya untuk memproses kasus ini, demi menyelamatkan nyawa sang bayi pejuang ini.
Ia telah berjuang dengan susah payah untuk hidup.
Sikap Alder Hey sangat kontra pro-life dan bertentangan dengan moralitas umum.
Oleh karena itu, Paus Fransiskus menanggapi hal ini dengan serius dan menyatakan dukungannya:
“Adalah tugas kita untuk memperjuangkan kehidupan.”
Kita yang lain dapat berpartisipasi mendukung Alfie dan keluarganya melalui pelbagai petisi yang disebarkan dalam media-media sosial.
Memang secara langsung dampaknya belum begitu kuat, tetapi sebagai para penjunjung kehidupan, kita dapat menentukan sikap yang pro-life dengan ambil bagian dalam menyuarakan keadilan atas Alfie.