Babak Baru Perang Dagang: China Pasang Tarif Impor 25% pada 128 produk AS, Dunia di Ambang Krisis
Rencana China membalas tarif impor aluminium dan baja berlanjut. Senin (2/4), China mengumumkan tarif impor hingga 25%
Negeri Tirai Bambu ini berencana mernapkan tarif impor daging babi dari AS sebesar 25%, dan tarif 15% atas produk pipa baja, buah, dan anggur.
Dalam pernyataannya, dia mendesak China menyelesaikan sengketa dagang lewat dialog.
Inilah temuan AS yang menjadi rujukan keputusan impor Trump ke China
Selain memberlakukan tarif, AS juga akan adukan China ke WTO
Trump kemarin selain menandatangani memorandum tarif anti-China, juga mengutus Perwakilan Dagang AS (USTR) Robert Lighthizer untuk membawa masalah produk China ke WTO, terutama yang melanggar hak kekayaan intelektual AS di bidang teknologi.
Inilah temuan AS

Pada hari Kamis (22/3) Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengumumkan pengenaan tarif impor untuk produk-produk China senilai US$ 60 miliar, meski sebelumnya para pejabat Gedung Putih menyebut pengenaan tarif akan senilai US$ 50 miliar.
Tindakan yang diambil oleh Trump telah ia jelaskan berulangkali tidak muncul begitu saja, melainkan melalui sebuah penyelidikan yang intensif sejak tanggal 14 Agustus 2017.
Kala itu Trump memerintahkan perwakilan dagang AS atau US Trade Representative (USTR) untuk melakukan penyelidikan terhadap undang-undang, kebijakan, praktik, atau tindakan China yang mungkin tidak masuk akal atau diskriminatif dan yang dapat merugikan hak kekayaan intelektual, inovasi atau pengembangan teknologi AS.
Setelah melalui penyeldikan, USTR menemukan ada empat poin yang menjadi rujukan bagi Trump untuk mengambil kebijakan.
Mengutip keterangan resmi dari Gedung Putih yang diunggah di situsnya, www.whitehouse.gov pada hari Kamis (22/3), beginilah isi temuan USTR:
Pertama, China menggunakan pembatasan kepemilikan asing, termasuk persyaratan joint venture, batasan ekuitas dan pembatasan investasi lainnya, untuk mengharuskan atau menekan transfer teknologi dari perusahaan AS ke entitas China.
China juga menggunakan tinjauan administratif dan prosedur perizinan untuk mewajibkan atau menekan transfer teknologi, yang, antara lain, merusak nilai investasi dan teknologi AS dan melemahkan daya saing global perusahaan AS.

Kedua, China memberlakukan pembatasan substansial pada, dan mengintervensi, investasi dan kegiatan perusahaan AS, termasuk melalui pembatasan persyaratan lisensi teknologi.
Pembatasan ini mencabut pemilik teknologi AS dari kemampuan untuk menawar dan menetapkan persyaratan berbasis pasar untuk transfer teknologi.
Akibatnya, perusahaan AS yang mencari lisensi teknologi harus melakukannya dengan persyaratan yang secara tidak adil menguntungkan perusahaan China.
Ketiga, China mengarahkan dan memfasilitasi investasi sistematis dalam, dan akuisisi, perusahaan dan aset AS oleh perusahaan-perusahaan China untuk memperoleh teknologi mutakhir dan kekayaan intelektual dan untuk menghasilkan transfer teknologi berskala besar dalam industri yang dianggap penting oleh rencana industri pemerintah China.