Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Fakta-fakta Kerajaan Bolango, 1950 Bergabung dengan NKRI

Kerajaan Bolango mungkin tak seeksis kerajaan besar lainnya yang ada di Indonesia, seperti Kerajaan Kutai, Kartanegara, Sriwijaya, dan Mataram.

Penulis: | Editor: Alexander Pattyranie
TRIBUN MANADO/FELIX TENDEKEN
Ahmad Van Gobol 

TRIBUNMANADO.CO.ID, MOLIBAGU - Kerajaan Bolango mungkin tak seeksis kerajaan besar lainnya yang ada di Indonesia, seperti Kerajaan Kutai, Kartanegara, Sriwijaya, dan Mataram.

Namun dari informasi yang dirangkum TribunManado.co.id menyebutkan, Kerajaan Bolango merupakan salah satu kerajaan kuno yang mampu bertahan sampai akhir abad 19 di Indonesia.

Kerajaan Bolango yang pertama berdiri sejak abad ke-16 merupakan kerajaan dari etnies Bolango atau Mobaraango yang dalam artian bahasa Indonesia adalah masyarakat penyebrang atau perantau.

Dari hasil wawancara dengan anak kandung Raja Bolango terakhir, Ahmad Van Gobol menyebutkan, Kerajaan Bolango sendiri awalnya dibangun Batang Dua Ternate yang dipimpin oleh raja pertamanya Raja Wintu Wintu.

Di awal pergerakanya, Kerajaan Bolango sudah sering berpindah - pindah tempat.

Foto keturunan raja
Foto keturunan raja (TRIBUN MANADO/FELIX TENDEKEN)

Daerah yang pernah disinggahi adalah Pulau Lembe dan Tapa Provinsi Gorontalo.

Meski belum ada dokumen resmi yang jelas menuliskan tentang asal-usul kerajaan ini, namun menurut Ahmad Van Gobol, Kerajaan Bolango dari awal terbentuknya hingga menyatakan diri bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sempat diperintah oleh 24 raja.

Yang lebih menarik, Sistem pemerintahan dari awal terbentuknya hingga akhir masa kejayaannya diketahui sudah menganut sistem demokrasi.

Menurut Ahmad Van Gobol, raja-raja dipilih oleh rakyat.

"Raja dipilih langsung oleh rakyat meski pada dasarnya yang dipilih harus keturunan raja," kata dia, Jumat (2/3/2018) lalu.

Rumah yang dibangun serupa rumah raja
Rumah yang dibangun serupa rumah raja (TRIBUN MANADO/FELIX TENDEKEN)

Sementara itu, dari 24 raja yang pernah memimpin kerajaan Bolango.

Dari 24 pemimpin itu, dua di antaranya adalah seorang ratu.

Yakni Ratu Putri Tingtingio dan Ratu Putri Dao Peyago.

Ahmad juga mengatakan, ada empat raja yang pernah mendiami kerjaan Bolango di antaranya Raja Welem (Raja ke-21), Raja Gardamon (Raja ke-22), Padoeka Toean Hasan Van Gobol (Raja ke-23), dan Raja Arie Ali Banzer.

Salah satu raja yang paling disegani khususnya wilayah kerajaan Bolango saat berdiri di Bolaang Uki adalah Padoeka Toean Hasan Van Gobol, Raja ke-23.

Raja Hasan Van Gobol
Raja Hasan Van Gobol (TRIBUN MANADO/FELIX TENDEKEN)

Dia dikenal karena berhasil mempersatukan masyarakat Bolaang Uki yang dulunya masih terpisah-pisah.

Sedangkan raja yang paling termahsyur bernama Abraham Dua Wulu Van Gobol raja ke 16 yang juga merupakan silsilah pertama marga Van Gobol.

Raja Hasan pun memili 4 orang istri, istri pertama dikaruniai dua anak antara lain Edwar Van Gobol dan Arie Ali Banzer (raja ke-24 dan raja terakhir Kerajaan Bolaang Uki).

Di masa pemerintahannya, Raja Bolango juga dikenal memiliki singgasana yang diberi julukan Masangi atau harimau.

Sedangkan keris pusakanya bernama Hinaga atau Naga.

Karena kerajaan ini berpindah-pindah, satu-satunya kerajaan yang cukup besar yang pernah dibangun tepat berada di Kecamatan Bolaang Uki Bolsel.

Yang sangat disayangkan, bukti sejarah kerajaan yang pernah berdiri kokoh di sekitaran lapangan Desa Molibagu itu tinggal puing karena dilanda kebakaran pada 1960 silam bersamaan dengan masa permesta.

Berdasarkan beberapa referensi, kerajaan ini awal terbentuknya sudah memeluk agama islam karena menurut Ahmad Van Gobol, sangkut paut kerajaan ini sangat kuat dengan Kesultanan Tidore.

Di akhir-akhir masanya, pada tahun 1945 hingga 1950 Raja Ali Banzer diketahui tak lama menjadi raja, karena menyatakan untuk bergabung dengan NKRI.

Di masa itu, tahun 1952 dewan raja-raja menyatakan diri bergabung dengan NKRI.

Dewan raja itu terdiri dari Raja Bolango, Raja Mongondow, Raja Kaidipan, Raja Bintauna dan Raja Bolangitan.

Kerajaan Ali Banzer pun waktu itu diangkat menjadi Wedono (jabatan pemerintahan sekelas Kapolres atau Kejati) untuk wilayah Kaidipan Besar.

Hingga kini, sejarah tinggal sejarah, beberapa peninggalan kerajaan saperti istana hangus terbakar, dan beberapa peninggalan kerajaan lainnya sudah di tangan anak cucunya.

Di antaranya Mahkota Raja Ali Banzer yang terbuat dari emas berada pada anak sulungnya di Kota Makassar.

Sedangkan tongkatnya, berada pada cucu istri terakhir Raja Hasan. (Tribun Manado/Felix Tendeken)

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved