Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Perayaan Cap Go Meh di Manado

Ternyata Etnis Tionghoa Sudah Sejak Lama di Manado

Sejarah mencatat pemukiman orang Tionghoa di Manado telah ada sejak ratusan tahun lalu, yaitu ketika pada tahun 1673

Penulis: | Editor: Aldi Ponge
ISTIMEWA
Ketua Komunitas Budaya Tionghoa Sulut Sofyan Yosadi 

Laporan Wartawan Tribun Manado Herviansyah

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Sejarah mencatat pemukiman orang Tionghoa di Manado telah ada sejak ratusan tahun lalu, yaitu ketika pada tahun 1673 benteng Belanda yang terbuat dari kayu direnovasi dan diganti dengan yang terbuat dari beton dan diberi nama Fort Amsterdam.

"Di belakang benteng Fort Amsterdam ini mulailah dibangun Ghetto (Loh Tia) yang merupakan sebuah kawasan pemukiman orang Tionghoa di Manado yang kemudian disebut Kampung Cina," ujar Ketua Komunitas Budaya Tionghoa Sulut Sofyan Yosadi SH, Jumat (2/3/2018).

Selain itu, jejak sejarah Tionghoa di Manado dapat dilihat dari tempat pemakaman di Tionghoa pertama yang terletak di lokasi gunung Wenang. Di lokasi pekuburan Tionghoa ini kemudian dibangun rumah ibadat Tjeng Beng Su pada tahun 1825 yang tanahnya dibeli dari Datuk Roring, disebelah bagian utara gunung Wenang.

Selain itu, dalam suatu kawasan kampung Cinabiasanya identik dengan berdirinya Klenteng. Masyarakat Tionghoa kemudian membangun Klenteng pertama dengan nama Klenteng Ban Hing Kiong.

Ada beberapa catatan sejarah menyatakan bahwa Klenteng ini dibangun jauh sebelum dibuat semi permanen, bahkan ada dokumen yang menyatakan bahwa Klenteng Ban Hing Kiong sudah dibangun sejak tahun 1719.

Sedangkan bangunan semi permanen dibangun 1819. Awalnya bangunan Klenteng berdinding nipah (nibong) dan beratapkan rumbia kemudian diganti dengan dinding yang terbuat dari papan dan beratap seng.

Untuk akulturasi dengan kebudayaan Minahasa terjadi sejak pembangunan benteng Fort Amsterdam. Hal ini karena pada saat itu pekerja Tionghoa yang datang tidak beristri.

"Sehingga terjadi perkawinan dengan penduduk lokal Minahasa," kata Ketua DPD Peradi Sulut.

Pada saat itulah telah terjadi akulturasi budaya, antara Tionghoa dan Minahasa. Hal tersebut berlanjut hingga saat ini.

"termasuk pada perayaan Cap Go Meh yang terdapat tarian kabasaran maupun yang lainnya," katanya. 

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved