Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kapolresta Ikut Misa Imlek Bersama Kapolda Sulut, Penjelasan Umat Katolik Turut Merayakannya

Kapolresta Manado Kombes Pol FX Surya Kumara mengikuti Misa Imlek yang dilaksanakan Paroki Santo Ignatius Manado, Sulawesi Utara, Sabtu (17/2/201...

Penulis: Handhika Dawangi | Editor: Alexander Pattyranie
ISTIMEWA
Misa Imlek di St Ignatius Manado. 

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Kapolresta Manado Kombes Pol FX Surya Kumara mengikuti Misa Imlek yang dilaksanakan Paroki Santo Ignatius Manado, Sulawesi Utara, Sabtu (17/2/2018) malam.

"Tadi malam saya ikut Misa Imlek 2018 di Gereja Ignatius bersama pak Kapolda Sulut. Ini dalam rangka keberagaman kita bersama," ujar Kapolresta Kombes Pol FX Surya Kumara.

Pada Misa Imlek tersebut dihadiri umat katolik se-Keuskupan Manado.

Diawali dengan iring-iringan barongsai yang mengantar para imam untuk memimpin misa.

"Pak Kapolda Sulut Irjen Pol Bambang Waskito datang bersama ibu Ruty Bambang Waskito. Hadir juga Kapolres Minsel AKBP FX Winardi Prabowo bersama ibu," ujar kapolresta.

Lanjut kapolresta, acara dapat berjalan dengan aman dan diakhiri dengan ucapan Gong Xi Fa Chai.

"Misa imlek ini intinya kita ikut merayakan. Semoga banyak berkah dan keselamatan," ujar kapolresta.

Misa Imlek yang dilaksanakan oleh Paroki Santo Ignatius Manado tersebut dipimpin oleh enam pastor.

Keenam pastor antara lain, Pastor Agus Sumarauw, Pastor Frans Mandagi, Pastor Terry Ponomban, Pastor Steven Lalu dan Pastor Yansen Dianomo.

Menurut Pastor Paroki Santo Ignatius Manado Frans Mandagi, Misa Imlek ini dirayakan oleh untuk menjaga keberagan dengan saudara-saudara umat Budha.

"Alasan utamanya memang menjaga kebersamaan, kami ingin menghormati sanak saudara kita umat Budha," ujarnya.

Ia juga berharap, melalui perayaan misa Imlek ini ikatan kekeluargaan bisa terus terjaga.

"Harapannya semua umat Paroki Santo Ignatius Manado bisa terus menjaga kerukunan dan kebersamaan dengan sanak saudara yang umat Budha," pungkasnya

Perayaan Imlek tahun ini jatuh pada 16 Februari 2018.

Seperti kebanyakan perayaan tahun baru, momen ini menjadi ajang sukacita, syukur dan harapan baru.

"Begitu juga bagi umat katolik keturunan Tionghoa. Misa Imlek menjadi salah satu bentuk perayaan tahun baru yang jatuh pada 16 Februari 2018 ini," ujar Pastor Terry Ponomban, Ketua Komkat Keuskupan Manado.

Lanjut Pastor, Imlek adalah perayaan Tahun Baru bagi orang Tionghoa, bertepatan dengan hari pertama bulan pertama dalam tahun.

Sekalian menandai dimulainya musim semi, musim harapan dan kehidupan baru bagi dunia pertanian.

Berakhirnya musim dingin, di mana tanah pertanian nyaris mati dan tidur, menjadi tanda harapan dan kehidupan baru melalui musim semi, musim kehidupan.

Maka, perayaan ini ditandai juga dengan doa, ucapan syukur dan permohonan berkat.

Sesungguhnya, Imlek bukan berhubungan langsung dengan perayaan ritual keagamaan sebuah religi tertentu.

Tetapi lebih sebuah perayaan budaya, perayaan orang Tionghoa yang merayakan hari tahun baru.

Imlek dirayakan sepanjang dua minggu yang diakhiri dengan perayaan Cap Go meh, pada saat bulan purnama.

Di Indonesia, sejak 1999, Imlek diizinkan dirayakan oleh Presiden Gus Dur bahkan sebagai hari libur nasional oleh Presiden Megawati.

Lanjut Pastor Terry, Misa Imlek adalah perayaan ekaristi kudus yang diselenggarakan oleh Gereja Katolik untuk ikut merayakan moment tahun baru imlek.

Imam bersama umat katolik, khususnya yang keturunan Tionghoa, yang memiliki budaya atau latarbelakang perayaan tahun baru imlek, menyelenggarakan misa syukur bersama serta permohonan berkat bagi keluarga dan komunitas, dalam memasuki tahun yang baru.

Selanjutnya, mengapa Gereja Katolik mengadakan misa imlek? Pertama, Gereja Katolik menghargai dan menghormati apa saja yang baik dalam budaya-budaya umat manusia.

"Begitulah gereja menghargai budaya perayaan tahun baru Imlek, yang dianut sebagian penganut umat Katolik. Apa yang dianggap baik dalam budaya ini? Kesadaran dan kemauan bersyukur atas pengalaman hidup sepanjang tahun lalu dan permohonan berkat Tuhan untuk tahun baru. Keyakinan akan masa depan baru yang penuh pengharapan di dalam Tuhan Pencipta. Serta, membangun kerukunan dan kasih sayang dalam keluarga/komunitas," ujar Pastor Terry.

Kedua, Gereja Katolik ingin bersyukur, berdoa dan membangun persaudaraan bersama penganut-penganutnya, melalui ‘Misa Imlek’, melalui doa dan pewartaan akan harapan baik di masa depan, serta mendukung upaya-upaya membangun kerukunan, persaudaraan sejati di dalam keluarga, komunitas, paroki, gereja bahkan masyarakat.

Gereja ingin membangun musim semi baru bagi dunia kehidupan.

Ketiga, Gereja Katolik bukan hanya ikut merayakan Imlek tetapi juga mau mengangkat nilai-nilai luhur yang dikandungnya yang sejalan dengan azas ajaran kristiani.

Misalnya, perayaan syukur diangkat dalam tingkatan sakramen ekaristi yang adalah eucharestia, perayaan ucapan syukur kepada Tuhan.

Bersyukur tidak hanya di restoran, di pantai, dengan plesir dan pesta pora tetapi dalam ekaristi di gereja.

Gereja mau menanamkan pentingnya pengharapan, lewat simbol musim semi; Kristuslah musim semi Gereja dan dunia, yang membawa harapan baru; Ia adalah tunas harapan, tunas kesejahteraan dan keselamatan.

Selanjutnya, perayaan keluarga, menjadi kesempatan meningkatkan hormat dan kepatuhan kepada orang tua, saling hormat dan support satu sama lain sebagai anggota keluarga.

Berbagi berkat dan rahmat, bukan saja melalui angpau tetapi juga melalui berkat/hadiah rohani berupa pesan-pesan Kitab Suci, teladan-teladan dan keutamaan-keutamaan kehidupan yang positif, serta kesediaan berbagi berkat dengan mereka yang lebih membutuhkan.

Beberapa hal yang khas dalam misa imlek ialah, imam dan petugas-petugas liturgi menggunakan pakaian liturgis berwarna dasar merah serta aksesoris khas yang sederhana.

Bacaan Kitab Suci dibawakan dalam bahasa Mandarin dengan terjemahan bahasa Indonesia.

Lagu-lagu rohani yang bernuansa Tionghoa yang cocok dengan kaidah liturgi, bisa digunakan.

Begitu pula, hiasan panti imam dan gereja, sedikit ditandai aksesoris imlek seperti lampion, yang menjadi symbol lilin, terang dunia, dan pohon Mei Hwa sebagai pohon kehidupan, pohon pengharapan, pohon rahmat dan rejeki.

Gereja katolik berhati-hati dalam penggunaan aksesoris atau ritual imlek lainnya di dalam gereja, seperti penggunaan tarian Liong dan Barongsai, sebab dalam liturgi, di dalam misa, umat datang menghadap Tuhan, bukan untuk menikmati show atau pertunjukan.

Liturgi bukanlah tontonan atau pertunjukan, melainkan ibadah.

Kekhususan yang unik adalah pemberkatan jeruk yang kemudian dibagi-bagikan kepada umat di akhir misa, disertai ‘angpau Sabda’ di mana di setiap amplop merah diselipkan 1 ayat dari Kitab Suci yang kiranya menjadi ‘santapan rohani’ atau kiranya menjadi ‘bekal’ tahun baru bagi yang mendapatkannya.

Misa Imlek 2018 di Gereja St Ignatius Manado dipersembahkan untuk umat katolik keturunan Tionghoa maupun bagi siapa saja yang ingin merayakannya tanpa kecuali.

Bahkan, terbuka juga bagi saudara-saudari lain yang tidak beragama katolik, yang ingin merayakan syukur dan permohonan berkat mereka.

Bahkan jajaran pemerintah daerahpun diharapkan hadir dan mengambil bagian di dalamnya.

"Mari merayakan misa imlek, sebab Tuhan mengarahkan wajahNya kepada kita. Ia melimpahi kita dengan kasih setiaNya; Ia menyertai kita melewati satu masa yang lampau dan memastikan penyertaanNya di musim semi yang baru ini. Biarlah keluarga, komunitas, paroki, daerah kita bahkan bangsa kita merajut dan membangun musim semi yang indah dan menyejahterakan bagi semua warganya," ujar Pastor Terry.(Tribun Manado/Handhika Dawangi)

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved