BPKP Belum Juga Audit Kerugian Negara di RSJ Ratumbuysang yang Mangkrak
Padahal Kejati menyatakan telah melayangkan permintaan resmi penghitungan kerugian negara kepada BPKP pada Juli 2017 lalu.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Aldi Ponge
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Walau Kejati Sulut sudah meminta perhitungan kerugian negara Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Ratumbuysang sejak beberapa bulan lalu, namun Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulut belum juga mengeluarkan dokumen soal berapa besar kerugian negara dalam kasus tersebut.
Padahal Kejati menyatakan telah melayangkan permintaan resmi penghitungan kerugian negara kepada BPKP pada Juli 2017 lalu.
Untuk diketahui, kasus ini berawal dari laporan LSM antikorupsi ke Kejati Sulut pada 2016. Proyek senilai Rp 18 miliar yang dimulai pada 19 Agustus itu, hingga Januari 2016 tak kunjung rampung. Padahal sesuai kontrak, proyek ini harus rampung pada Agustus 2015.
LSM melaporkan bahwa proyek itu juga baru rampung 50 persen padahal dana sudah cair 100 persen. Pada tahun 2017, Kejati kemudian menaikkan status proyek RSJ Ratumbuysang ke tahapan penyelidikan dan hingga kini belum jelas kelanjutannya.
Saat ditemui Tribun Selasa (24/10) Humas BPKP Sulut Harapan Tampubolon menyatakan sebelum perhitungan kerugian negara dilakukan, Kejati harus melengkapi dulu sejumlah hal.
"BPKP dimintakan oleh Kejaksaan Tinggi. Perhitungan kerugian negara terkait RSH Ratumbuysang. Prosedurnya di minta secara resmi," kata Tampubolon.
Sebagai respons permintaan dari kejati, lanjut Tampubolon, BPKP kemudian mengundang Kejati untuk melakukan pemaparan kasus atau ekspos kasus.
Menurut dia, ada tiga hal yang dibahas. Pertama, indikasi penyimpangan. "Apa sudah kuat atau tidak," kata dia.
Kedua indikasi pihak terkait "Harus terdefinisikan, sudah mengarah ke siapa pihak yang berbuat (korupsi)," ungkap Tampubolon.
Ketiga, harus ada kerugian negara, atau menguntungkan pihak lain, baik pribadi atau korporasi.
Ketiga hal, lanjutnya, tadi harus dipenuhi dulu sebelum dihitung kerugian negara. Pertama indikasi, pihak berbuat dan kerugian negara. "Itu proses sesuai SOP," katanya.
Namun demikian, lanjut Tampubolon, Kejati sebenarnya sudah punya perhitungan kerugian negara, dan Kejati sebenarnya sudah bisa hitung. Tapi saat di sidang nanti akan jadi persoalan, hakim akan mempertanyakan apa kompetensi jaksa.
"Sebab itu sesuai aturan yang hitung kerugian negara pihak berkompeten. Dan BPKP punya kompetensi itu, pegawai BPKP digaji untuk itu,"sebutnya.
Jika tidak ada hal di atas, maka BPKP harus melakukan audit forensik dari awal. "Ada tahapan melakukan pencarian menemukan bukti adanya kerugian penyimpangan keuangan negara. Susah ini, apalagi menemukan, dan mengumpulkannya," ungkapnya
Selain itu, lanjutnya, ada silang pendapat juga soal perhitungan kerugian, sebenarmya sudah ada dasarnya dari temuan BPK ketika audit pembangunan RSJ tersebut.