Renungan Minggu
Renungan Minggu: Meruntuhkan yang Lama
Sarkasme tentang Bait Allah menjadi pengajaran Yesus kepada murid‑murid‑Nya di satu sisi.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor:
Di banyak tempat kita bisa melihat bahwa gereja‑gereja semakin kosong, semakin kurang diminati karena tidak mampu lagi menghadirkan damai sejahtera bagi kehidupan jemaat. Banyak gereja didapati menjadi sumber pertentangan, menjadi sarang kemunafikkan. Lebih ironis lagi, banyak gereja di mana firman yang diberitakan adalah firman penyedap telinga semata. Kalau hal‑hal seperti berjudi, selingkuh, korupsi terungkap dalam pemberitaan Firman bukan tidak mungkin malah terjadi pertentangan, kebencian dan sebagainya.
Kebesaran Gereja masa kini, kemegahan bangunan‑bangunannya, cara kita berjemaat ternyata masih berpola pada imam‑imam Yahudi, kaum Farisi dan Saduki.
Seringkali kita beranggapan bahwa kehidupan kita sehari‑hari tidak memiliki hubungan apa‑apa dengan tuntutan gerejawi, tuntutan firman Allah. Seringkali kita mengaku percaya, tapi tidak bisa menerima teguran atas kesalahan kita.
Orang‑orang/hamba‑hamba Tuhan yang menyuarakan kebenaran seringkali malah dipojokkan, dikucilkan dan dibenci. Dan dalam hal itulah kita telah mengambil bagian dalam kumpulan orang‑orang yang menyalibkan Yesus.
Sebab itu Yesus telah terlebih dahulu memberikan gambaran, peringatan akan situasi yang akan terjadi di dalam dunia yang semakin jahat ini. Berbagai kejahatan akan terjadi, berbagai kekacauan terjadi di mana‑mana, dan akan semakin banyak orang yang dibenci, disiksa bahkan dibunuh karena mempertahankan kebenaran Injil.
Tapi jangan kita lupa saudaraku, peristiwa kebangkitan Yesus, kemenangan‑Nya atas maut telah membuktikan bahwa betapa beratnya penderitaan yang akan dialami. Betapa kuat dan besarnya kejahatan berkuasa namun akan ada waktunya Yesus menunjukkan kekuasaan-Nya.
Dalam ayat 13 pembacaan kita dikatakan bahwa bila kita membela kebenaran, menyuarakan Injil dengan berani, kita akan dibenci, kita akan disiksa, bahkan mungkin dibunuh. Jalan ini tentu terasa tidak elok. Tapi apalah gunanya keindahan fisik tanpa kebenaran, apalah artinya sebuah kemegahan tanpa ketaatan?
Sebaliknya apalah ruginya menderita fisik karena taat pada Roh Kudus tapi akhirnya menang. Hanya sesaat saja, Ia runtuh, mengosongkan diri, mati; karena selanjutnya Ia bangkit dan menang. Inilah pengharapan kita di tengah penderitaan dan perjuangan kita.
Karena itu, upaya penyangkalan diri, perubahan dan pertobatan kita adalah sebuah harmonisasi dengan misi‑Nya.
Kalau menjelang Natal, di minggu Adven, kita diajak untuk menimbun gunung dan bukit, meluruskan jalan yang berliku‑liku dan berlekuk‑lekuk, maka di momen jelang Paskah kita diajak untuk meruntuhkan `kemegahan‑kemegahan' kita.
Dimana‑mana sesuatu yang telah lama dibangun akan menghadapi tantangan besar ketika akan diruntuhkan. Namun ingatlah bahwa terkadang untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik, kita harus rela melepaskan. Untuk dapat membangun yang baru, kita harus merelakan meruntuhkan yang lama.(Pdt Hanny Montolalu/Pendeta di GMIM Getsemani Paal IV)