Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Renungan Minggu

Renungan Minggu: Belajar dari Doa Si Pemungut Cukai

Pernah tahu asal‑usul istilah 'debat kusir'? Konon, suatu ketika, ada seorang yang terpelajar naik bendi.

Editor:
NET
Ilustrasi 

Saya membayangkan, bahwa Yesus sedang berhadapan dengan orang‑orang yang seperti ini ketika ia menceritakan perumpamaan ini: Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini:

Ya Allah, aku mengucap syukur kepada‑Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.

Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh‑jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia  memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.

Saya menduga, Yesus memilih dua tokoh ini dalam perumpamaannya karena alasan yang

sederhana.

Orang Farisi adalah pemuka agama dalam masyarakat Yahudi. Mereka sangat taat dan berpegang teguh pada aturan‑aturan Hukum Taurat dan berusaha hidup seperti yang diperintahkan dan dituntut oleh hukum itu. Mereka sangat dihormati dalam masyarakat dan bahkan adalah anutan masyarakat dalam hal kepatuhan terhadap Hukum Taurat.

Sementara seorang pemungut cukai dipandang hina oleh masyarakat karena sedikitnya dua alasan.

Pertama, mereka dianggap sebagai antek‑antek penjajah Romawi, karena mereka bekerja untuk

kepentingan kaum penjajah ini, yaitu mengumpulkan setoran pajak sesuai yang dituntut dan dibebankan oleh pemerintah kepada rakyat Yahudi waktu itu. Dalam hal ini pemungut cukai dianggap pengkhianat bangsa.

Kedua, dalam melaksanakan tugasnya,  para pemungut cukai ini bukan hanya mengumpulkan pajak sesuai jumlah yang dituntut, tetapi mereka memperkaya diri dengan menambah‑nambahi jumlah pajak yang harus dibayar. Dalam hal ini mereka dianggap pemeras rakyat.

Nah, Yesus mengumpamakan dua macam orang ini datang untuk berdoa ke Bait Allah.

Kita mendengar dalam doanya orang Farisi berkata: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada‑Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.

Sementara doa si pemungut cukai diucapkan sambil menunduk (sebagai tanda ketidak‑layakan) dan memukul diri (sebagai tanda penyesalan), katanya: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.

Sepintas lalu kita akan mendapat kesan bahwa tujuan Yesus menceritakan perumpamaan ini adalah untuk menyarankan para pengikutnya untuk tidak menjadi seperti si orang Farisi.

Tapi tidak seperti biasanya, kali ini Yesus tidak mengecam orang Farisi. Yesus tidak bilang di sini, janganlah berdoa seperti orang Farisi karena mereka munafik. Tidak. Di sini Yesus justeru menunjukkan siapa orang Farisi itu yang sebenarnya. Di sini Yesus tidak menyalahkan doa orang Farisi ini, karena memang begitulah orang Farisi itu.

Halaman
123
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved