Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Renungan Minggu

Tanpa Kasih Setia, Agama Menjadi Sia-sia

Karena hendak menunjukkan bahwa manusia harus lebih siap untuk mendengar daripada siap untuk berbicara.

Penulis: | Editor:
ilustrasi 

Jika seseorang merasa sebagai seorang saleh yang beribadah tanpa menerapkan dalam hidup setiap hari kebenaran yang didengarnya, maka ibadahnya menjadi tidak berguna, laksana suatu bayangan dalam sebuah cermin yang segera hilang dari ingatan.

Kesalehan dalam menyembah yang diikuti oleh tindakan-tindakan yang tidak etis-teologis adalah suatu ibadah penuh kepalsuan yang dikutuk habis-habisan oleh Yesus dan para Nabi (band. Hosea 6:6 ; Mat. 9:15).

Jadi yang disebutkan dengan ketaatan pada Tuhan bukan hanya dalam berlutut menyembah- Nya sambil mendengar dengar tekun akan firmanNya; bukan hanya kelihatan dalam ruang-ruang kebaktian; melainkan menjadi nyata dalam tindakan hidup sehari-hari.

Ada suatu kesan umum bahwa menjadi orang Kristen adalah kehidupan yang berbeban, seperti berbeban untuk memberi persepuluhan, berbeban untuk bermisi, berbeban untuk berdiakonia, dsb.

Namun bacaan kita hari ini mengatakan bahwa ketaatan pada Firman Tuhan adalah jalan menuju kemerdekaan. Sebab hukum Allah adalah hukum kemerdekaan dan jalan menuju kebahagiaan.

Karena itu siapa melakukan kehendak Allah akan berbahagia oleh perbuatannya. Pengayaan kehidupan, emansipasi, kebahagiaan adalah kehendak Allah bagi anak-anaknya. FirmanNya adalah kabar baik dan bukan kabar buruk (band. 1 Tim. 6: 17b).

Hukum Allah sebagai hukum kemerdekaan bukanlah suatu pembatasan terhadap kehidupan yang vital. Hukum Allah memberi tanda pada arah di mana hidup ini harus mengalir jika kemampuan-kemampuan kita hendak dipenuhi.

"Aku mengabdikan diri untuk melakukan kehendak Allah" bukanlah pernyataan seorang budak, tapi pernyataan seseorang yang telah menemukan bahwa dalam pelayanannya ada kebebasan yang sempurna.

Sebab hanya jika kita secara sukarela bertindak sesuai dengan hukum Allah, maka kita menemukan tabiat sesungguhnya sebagai anak-anak Allah.

Orang yang melihat hukum sempurna, yaitu hukum kemerdekaan, adalah orang yang menemukan bahwa kebahagiaan tertinggi dapat dicapai hanya jika ia secara bebas memilih hidup menurut maksud dari Penciptanya.

Ketidaktenteraman, ketidakpuasan, kekecewaan dan keputus-asaan bukanlah hasil dari pelayanan Allah tapi dari pemberontakan terhadap Allah. Orang yang merdeka tahu bahwa tiada hati yang tenteram di luar kehendak Allah.

Dengan kemerdekaan itulah kita dipanggil untuk beribadah kepada Tuhan. Ibadah dalam bacaan kita bukanlah diartikan sebagai tata upacara yang berbelit-belit dan kaku yang hanya berlaku pada waktu dan tempat-tempat tertentu.

Ibadah, menurut Yakobus, seperti juga para pendahulunya yakni para nabi Israel dan Tuhan Yesus, adalah relasi antara manusia dengan Tuhan yang bergantung ketaatan pada Tuhan yang secara sederhana tapi tulus ditunjukkan melalui hubungan dan pelayanan kasih kepada sesama.

Pemahaman Yakobus ini dapat kita bandingkan dengan definisi nabi Mikha tentang agama, ".Dan apakah yang dituntut Tuhan daripadamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hari dihadapan Allahmu?" (Mikha 6 :8).

Pemahaman tentang agama seperti ini memang begitu sederhana yang membuat banyak orang tak sanggup mempercayainya bahwa pemahaman itu sudah memadai.

Halaman
123
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved