BI Rate Turun 25 BPS Menjadi 6,75 Persen
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 Maret 2016 memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 basis.
Penulis: | Editor:
Laporan Wartawan Tribun Manado Herviansyah
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO-Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 Maret 2016 memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 6,75 persen, dengan suku bunga Deposit Facility menjadi sebesar 4,75 persen dan Lending Facility menjadi sebesar 7,25 persen, mulai berlaku 18 Maret 2016.
"BI rate saat ini turun 25 BPS kelevel 6,75 persen dari sebelumnya 7 persen," ujar Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulut Peter Jacobs, (17/3/2016).
Menurut dia dengan penurunan ini sebenarnya perbankan menjadi lebih likuid dan akan mendorong banyak kredit. Sudah waktunya lebh banyak mendorong UMKM di bidang pertanian dan perikanan. "Ini merupakan sinyal optimisme juga meningkat," katanya.
Penurunan tersebut sejalan dengan masih terbukanya ruang pelonggaran kebijakan moneter sejalan dengan terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya terus menurunnya tekanan inflasi di 2016 dan 2017, serta meredanya ketidakpastian di pasar keuangan global. Di tengah masih lemahnya pertumbuhan ekonomi global, kebijakan penurunan BI Rate tersebut diharapkan semakin memperkuat upaya meningkatkan permintaan domestik untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi dan pada saat yang sama menjaga stabilitas makro ekonomi.
Dewan Gubernur akan lebih berhati-hati dalam menentukan pelonggaran moneter selanjutnya dengan mempertimbangkan asesmen dan prakiraan menyeluruh atas kondisi makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan domestik serta perkembangan ekonomi global.
Untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter, fokus dalam jangka pendek ke depan akan lebih menekankan pada penguatan kerangka operasional melalui penerapan struktur suku bunga operasi moneter yang konsisten.
Bank Indonesia juga akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah untuk memastikan pengendalian inflasi, penguatan stimulus pertumbuhan, dan reformasi struktural berjalan dengan baik, sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Ketidakpastian pasar keuangan global semakin mereda dengan kemungkinan kenaikan suku bunga AS yang lebih bertahap, serta kebijakan suku bunga negatif di Jepang dan Uni Eropa. Pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2016 dan 2017 diperkirakan lebih lambat dari perkiraaan sebelumnya, dengan pemulihan ekonomi yang belum kuat di sejumlah negara maju dan perlambatan ekonomi di negara berkembang.
Masih lemahnya prospek perekonomian dan rendahnya inflasi di Eropa dan Jepang, mendorong Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank Sentral Jepang (BoJ) terus melanjutkan pelonggaran kebijakan moneter, baik melalui injeksi likuiditas maupun kebijakan suku bunga negatif. Bank Sentral Tiongkok (PBoC) menurunkan rasio giro wajib minimum untuk tetap mendorong perekonomiannya yang terus melambat.
Sementara itu, Bank Sentral AS (Fed) mempertahankan target suku bunga Fed Fund Rate (FFR) sebesar 0.25-0.50 persen pada 16 Maret 2016, sejalan dengan konsumsi yang tumbuh moderat, laju inflasi yang masih di bawah target, serta prospek ekonomi dan keuangan global yang masih berisiko.
Suku bunga Fed Fund Rate (FFR) diperkirakan baru akan meningkat di semester II 2016 dengan besaran kenaikan yang lebih rendah. Di pasar komoditas, harga minyak dunia diperkirakan masih rendah, akibat tingginya pasokan di tengah permintaan yang masih lemah.
Pertumbuhan ekonomi domestik pada triwulan I 2016 berpotensi terus membaik, terutama didukung oleh akselerasi stimulus fiskal. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2016 diperkirakan lebih tinggi dari triwulan sebelumnya, terutama ditopang oleh konsumsi dan investasi pemerintah. Meningkatnya investasi pemerintah didorong oleh akselerasi belanja modal pemerintah yang terlihat cepat pada dua bulan pertama tahun 2016, sementara investasi swasta diperkirakan baru akan meningkat pada periode-periode yang akan datang.
Konsumsi rumah tangga diperkirakan masih cukup kuat, tercermin dari daya beli yang terjaga, penjualan eceran yang meningkat, dan kepercayaan konsumen yang cukup baik. Sementara itu, kinerja ekspor diperkirakan masih tertekan, seiring dengan masih lambatnya pemulihan ekonomi global dan masih menurunnya harga komoditas. Untuk keseluruhan 2016, pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih akan tumbuh pada kisaran 5,2-5,6% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan pada tahun sebelumnya.
Neraca perdagangan pada Februari 2016 mencatat peningkatan surplus, ditopang oleh kenaikan surplus nonmigas. Neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus sebesar 1,15 miliar dolar AS, lebih tinggi dari surplus pada bulan sebelumnya. Pencapaian tersebut terutama ditopang oleh kenaikan surplus neraca nonmigas, yang bersumber terutama dari kenaikan ekspor perhiasan/permata serta produk-produk dari besi dan baja. Sementara itu, neraca migas pada Februari 2016 mencatat surplus, setelah pada bulan sebelumnya mencatat defisit. Surplus neraca perdagangan pada Januari-Februari 2016 ini masih sejalan dengan prakiraan defisit transaksi berjalan pada triwulan I 2016.
Defisit transaksi berjalan tersebut diperkirakan dapat dibiayai dari surplus neraca finansial, didukung oleh perkembangan arus masuk investasi portfolio yang hingga Februari 2016 telah mencapai 2,2 miliar dolar AS. Aliran modal asing di pasar saham pada bulan Februari sudah tercatat positif, sejalan dengan prospek ekonomi domestik yang semakin baik.
