Pengikut Gafatar Diusir dari Manado! "Pemimpinnya Mantan Umat Muslim yang Tinggalkan Agamanya"
"Memang mereka melakukan kegiatan yang biasa dilakukan masyarakat pada umumnya, namun yang tidak normal adalah cara ibadah mereka."
Penulis: | Editor: Fransiska_Noel
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Pembakaran permukiman warga eks Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di Desa Moton, Kabupaten Mempawah, Kalbar, Selasa (19/1) petang, bisa jadi puncak dari kekesalan masyarakat
Upaya perlawanan terhadap organisasi masyarakat yang diduga menganut paham sesat ini sebenarnya sudah lama dilakukan. Termasuk di Kota Manado, Sulut.
Seperti dikisahkan Lurah Ternate Baru Iskandar Polontalo. Ia bercerita ketika dipercayakan memimpin kegiatan operasi Gafatar saat masih menjabat Kepala Seksi Trantib Kecamatan Mapanget.
"Jadi Gafatar sudah lama ada di Kota Manado. Mulai dari tahun 2013 sampai dengan 2015. Memang mereka melakukan kegiatan yang biasa dilakukan masyarakat pada umumnya, namun yang tidak normal adalah cara ibadah mereka," ungkap Iskandar kepada Tribun Manado, Rabu (20/1).
Pihaknya menerima informasi dari masyarakat tentang adanya kegiatan ibadah yang mengkhawatirkan. Ia pun diperintahkan oleh Kesbangpol Pemko Manado untuk memeriksa apakah benar ada kegiatan itu.
"Waktu itu saya bersama mantan Camat Mapanget Rivo Koloay turun ke lokasi. Seingat saya itu bulan Februari 2015. Kami memantau apakah benar ada ibadah seperti itu, dan ternyata ada. Mereka beribadah dan terdengar seperti sedang dzikir, tapi semua jendela dan pintu ditutup rapat," ujar Iskandar.
Menghilangkan rasa penasaran, ia pun berusaha mencoba masuk ke dalam ruang tempat ibadah dengan cara menyamar. Tapi aksinya tidak berhasil karena yang bisa masuk hanya mereka yang sudah menjadi anggota Gafatar.
"Dari jauh saya melihat sekitar 60 orang keluar dari tempat ibadah tersebut. Dan tidak ada yang aneh ditunjukan oleh mereka (umat Gafatar). Bahkan mereka bersalam-salaman saat berada di depan rumah yang digunakan sebagai tempat ibadah," ujar Iskandar.
Pengamatan pun ia lanjutkan pada keesokan hari. Sudah larut malam, apalagi mereka semakin penasaran dengan informasi umat Gafatar yang katanya nanti besok ada pidato. Pidato ini adalah pidato perdana oleh Ketua Gafatar yang ada di Jakarta.
"Memang ini Gafatar sudah melek dengan teknologi, sebab pidatonya akan melalui telekonferens. Disedikan layar LCD putih dan dua buah speaker hitam besar yang ditunjang dengan sistem audio," ujar Lurah menceritakan kejadian.
Semua jajaran pemerintah di bidang intelijen hadir untuk mendegarkan pidato dari Ketua Umum.
Tapi sayangnya keberadaan mereka sudah diketahui sehingga pidato tidak bisa dilaksanakan. Akibatnya dengan perintah dari Kesbangpol mereka pun menghentikan kegiatan itu.
"Kami memang penasaran siapa yang akan bicara, tapi mereka sudah tahu ada intel di lokasi ini. Tak ingin kehilangan buruan, kami langsung membubarkan mereka meski sepat terjadi perdebatan dan adu argumen," ujar dia.
Ia pun menayakan izin legalitas dan mencoba mencari tahu siapa Ketua Gafatar di daerah ini. Namun sayangnya meski sudah ditekan mereka tidak menemukan siapa ketua tersebut dan seakan saling melindungi. Para petugas ini memilih memeriksa identitas para pelaku kegiatan ini, agar dapat memastikan dari mana mereka datang.
"Kami berembuk dengan aparat kelurahan serta masyarakat. Dan mencoba menghadirkan saksi mata yang menjadi anggota Gafatar. Dan sungguh mengejutkan dari mulut mereka, bahwa semua umat digabungkan dan beribadah tanpa batasan. Target mereka adalah daerah yang banyak mengembangkan pertanian," ungkapnya.