Breaking News
Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Perayaan 40 Tahun Imamat Uskup Amboina dan Hening Cipta untuk Pendeta Roeroe

Perarakan meriah dengan tarian Kabasaran sebagai pembuka jalan itu merupakan perarakan misa syukur 40 tahun imamat Mandagi.

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor:
TRIBUNMANADO/DAVID MANEWUS
DENGAN menumpang roda sapi, Monsiyur (Mgr) Petrus Canisius Mandagi MSC, Uskup Keuskupan Amboina, dan Mgr Yoseph Suwatan MSC, Uskup Keuskupan Manado, berarak ke gereja Santa Maria Kamangta, Kecamatan Tombulu, Kabupaten Minahasa, Senin (28/12). 

TRIBUNMANADO.CO.ID -  DENGAN menumpang roda sapi, Monsiyur (Mgr) Petrus Canisius Mandagi MSC, Uskup Keuskupan Amboina, dan Mgr Yoseph Suwatan MSC, Uskup Keuskupan Manado, berarak ke gereja Santa Maria Kamangta, Kecamatan Tombulu, Kabupaten Minahasa, Senin (28/12). Roda sapi itu ditarik oleh beberapa anggota Kaum Bapa Katolik (KBK) dari rumah orang tua Uskup Mandagi.

Perarakan meriah dengan tarian Kabasaran sebagai pembuka jalan itu merupakan perarakan misa syukur 40 tahun imamat Mandagi. Misa syukur itu ia rayakan bersama Pastor Wens Maweikere, Pastor Chris Santie MSC, dan Andre Santie MSC di Pesta Kanak-kanak Suci, sebuah peringatan atas pembunuhan anak-anak setelah kelahiran Yesus.

Pastor Yonas Atjas yang didaulat memberikan renungan mengatakan, berkat panggilan berasal di dalam dan dari keluarga. Setiap imam berasal dari keluarga.

"Keluarga Katolik ialah Gereja mini. Allah hadir dan hidup bersama sebagai anggota keluarga," katanya.
Tidak dapat disangkal, kata pastor Yonas, kadang ada dosa yang dibuat anggota keluarga. Walau begitu selalu ada keyakinan cinta Allah yang menguatkan.

"Paus Fransiskus mengatakan tidak ada keluarga yang sempurna. Adakala mereka bertengkar dan adu argumentasi tapi keluarga tetaplah keluarga. Selalu ada cinta, saling menanggung beban, saling memaafkan dan saling meneguhkan," katanya.

Pastor Yonas dalam pengalamannya hampir 20 tahun dengan Uskup Mandagi menemukan empat hal kepribadian istimewa. Yang pertama, uskup Mandagi merupakan guru iman.

"Ia kalau saya lihat di kamar selalu belajar teologi. Khotbahnya sangat ditunggu dan berbobot. Ia menulis khotbahnya sebelum diberikan secara lisan. Hidup rohani juga dengan disiplin diri," katanya.

Kedua, kata Pastor Yonas, Uskup Mandagi merupakan pemimpin yang ulung. Ia sistematis saat memberi kuliah teologi dogmatik.

"Saat ujian ia tidak hanya ingin kami menulis jawaban. Tapi membuat deskripsi dan skema dari pertanyaan," ujarnya.

Uskup Mandagi juga disebutnya pembelajar (learner). Mulai dari ekonomi (saham), politik, olahraga, budaya, sampai selebriti diketahui beritanya.

"Ia juga juga pejuang kemanusiaan. Wali Kota Ambon sempat memintanya untuk menjaga Ambon saat kerusuhan. Mulai dari pukul empat pagi ia sudah menelepon ke mana-mana untuk mengusahakan perdamaian. Itu bukan demi popularitas tapi demi kemanusiaan. Karena itu apakah kita yang terpanggil menjadi imam sudah melakukan sesuai panggilan kita," ujarnya.

Dalam misa itu pula, diadakan hening senak untuk berdoa bagi mantan Ketua Sinode Gereja Masehi Injili di Minahasa Pendeta Roeroe yang telah meninggal dunia. Doa dipimpin Uskup Mandagi.

Dalam acara yang diisi juga dengan nyanyian Darma Oratmagun, penyanyi terkenal yang juga anggota DPRD Provinsi Maluku, Uskup Suwatan mengatakan Uskup Mandagi telah memberikan yang terbaik. Dengan motto tahbisan uskup "Nil Nisi Christum" (tak ada apa pun kecuali Kristus) telah bernostalgia saat misa pertama bersama-sama rekan-rekan yubilarisnya.

"Saat misa pertama saya yang khotbah. Dan sekarang saya memiliki kata-kata bagus untuk Uskup Mandagi. Kamangta desa kecil, umat kecil, tapi ada orang kecil yang jadi orang besar," katanya.

Mengingat Kamangta, Uskup Suwatan mengingat Keluarga Mandagi-Dolang, keluarga orangtua Uskup Mandagi. Ia mengatakan Edu dan Regina, nama orangtua Uskup Mandagi, sederhana, beriman, kuat dan keras.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved