EDITORIAL : Waspada Lumpur Tondangouw
SUDAH hampir dua pekan lumpur panas menyembur di Kelurahan Tondangouw, Kecamatan Tomohon Selatan, Kota Tomohon.
Penulis: Maximus_Geneva | Editor:
TRIBUNMANADO.CO.ID - SUDAH hampir dua pekan lumpur panas menyembur di Kelurahan Tondangouw, Kecamatan Tomohon Selatan, Kota Tomohon, tepatnya di lokasi pengeboran PT Pertamina Geothermal Energy (PGE).
Selama itu pula daerah terdampak semakin luas. Lumpur panas yang awalnya hanya merendam perkebunan, kini mulai menuju jalan permukiman. Kini sudah ada tiga titik semburan lumpur.
Semburan lumpur ini langsung mengingatkan warga setempat, dan kita semua, peristiwa yang hampir serupa di Sidoarjo, Jawa Timur, pada Mei 2006 lampau. Peristiwa itu sampai sekarang kita kenal dengan "Lumpur Lapindo". Di Desa Porong yang menjadi awal mula semburan lumpur tersebut PT Lapindo Brantas beraktivitas, yakni melakukan pengeboran migas. Dampaknya, 16 desa di tiga kecamatan, termasuk Desa Porong, tinggal nama. Daerah itu kini menjadi 'danau lumpur'.
Pada 21 Desember lalu Tribun Manado mewawancarai sejumlah warga di Tondangouw yang mulai cemas. Mereka menyebut semburan lumpur mulai semakin mengkhawatirkan sejak lima hari lalu. Namun, warga sudah melihatnya jauh hari sebelumnya.
Rian Pongoh, warga setempat, mengaku melihat semburan lumpur sekitar sebulan lalu. Lumpur kembali terlihat pada pekan sebelumnya di lokasi baru dengan semburan yang lebih besar.
Lurah Tondangouw Tamboto Kaligis mengatakan, sampai saat ini belum ada laporan bila lumpur tersebut mengandung gas beracun.
Selain itu, semburan belum memengaruhi permukiman warga yang berada di daerah ketinggian. Meski begitu, ia mengingatkan, tidak hanya warganya, agar waspada. Apalagi daerah yang terdampak adalah perkebunan warga.
Adapun Humas PT PGE Julian Lendeng mengatakan bahwa perusahaan sudah mengantisipasi bila racun berbahaya ikut keluar dari semburan lumpur.
Namun ia mengakui bahwa saat ini pihaknya belum berhasil menghentikan semburan lumpur. Peralatan baru dapat diturunkan pada awal Januari 2016 mendatang untuk memeriksa apakah semburan itu akibat aktivitas pengeboran atau gejolak alami.
Bila kita menganggap kejadian ini belum darurat, hal yang sama juga terjadi ketika bencana asap di sejumlah wilayah Nusantara ini. Kala itu api yang membakar satu titik hutan dianggap kecil. Lama ketika api sudah membesar, dan peristiwa yang sama terjadi di provinsi lain, ketika semua orang dan negara tetangga mengeluhkan dampak asap, barulah semua pihak bergerak, menyadari kedaruratan kebakaran hutan. Setelah semuanya selesai, kerugian yang dialami ratusan triliun rupiah.
"Kami berharap semburan ini bisa segera berhenti. Karena kami waswas juga," kata Rian Pongoh. Harapan yang sama juga kita gaungkan, jangan anggap biasa peristiwa ini.