Breaking News
Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Waruga dan Kayu Besar Jadi Bukti Pemukiman Minawanua Abad XI dan XII

Penemuan Waruga, kayu raksasa dan alat bertani tempo dulu membuktikan di lokasi Benteng Moraya, Tondano dulunya ada pemukiman penduduk, Selasa (8/9).

Penulis: Finneke | Editor:
TRIBUNMANADO/ALPEN MARTINUS
Kubur Batu atau Waruga ditemukan di area Benteng Moraya yang dipugar, Senin (7/9/2015). 

Laporan wartawan Tribun Manado Finneke Wolajan

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Penemuan Waruga, kayu raksasa dan alat bertani tempo dulu membuktikan di lokasi Benteng Moraya, Tondano dulunya ada pemukiman penduduk, Selasa (8/9). Berlokasi di pinggir Danau Tondano, kawasan seluas tiga hektar ini dulunya adalah Desa Minawanua, yang merupakan pemukiman tua warga Minahasa saat itu.

"Kehidupan di Minawanua ini sudah ada jauh sebelum perang Tondano yang pecah pada tahun 1801. Dari catatan yang ada, warga desa yang dinamakan Minawanua yang bermukim di kawasan ini, hidup di sekitar abad XI ataupun XII," ujar Fendy Parengkuan, sejarawan dan budayawan Sulawesi Utara, Jumat (11/9).

Dikatakannya, kehidupan warga beratus-ratus bahkan beribu-ribu tahun lalu di Minawanua telah menyebabkan banyak waruga berada di situ."Warga Minahasa tinggal di situ, berganti dari generasi ke generasi. Sehingga sudah banyak waruga di Minawanua ini," ujarnya.

Selain waruga, kayu-kayu raksasa yang ditemukan juga merupakan alat-alat milik warga Minahasa tempo dulu yang semuanya adalah petani."Kayu-kayu itu adalah alat milik warga yang digunakan untuk hasil mengolah hasil-hasil pertanian mereka. Pun digunakan untuk aktivitas warga Minawanua lainnya," terangnya.

Kata Parengkuan, sejarah menyebut ada kesepakatan antara warga Tondano dan Belanda waktu itu untuk melakukan barter sumber daya yang ada. Belanda memberi barang-barang seperti pecah belah dan lainnya, sedangkan orang Tondano menukarnya dengan beras dan padi.

"Banyak barang-barang yang ada di Minawanua ini. Jika digali lagi, masih banyak yang akan ditemukan. Baik waruga maupun barang-barang antik, yang dibawa tentara Belanda kala itu," ucapnya.

Tertimbunnya waruga serta barang-barang antik itu, kata dia, karena naiknya air Danau Tondano di kawasan itu. Dulunya, di situ adalah daratan yang indah dan nyaman untuk warga Tondano bermukim.

"Air danau semakin naik, sehingga waruga maupun barang-barang warga tenggelam. Banyak sekali sebenarnya kalau kawasan Minawanua ini dibongkar. Karena ini memang merupakan daerah pemukiman warga," ujar Parengkuan.

Parengkuan kemudian menjelaskan sejarah Perang Tondano yang berpusat di Minawanua tersebut. Awal Agustus 1809 pertahanan utama orang Tondano berhasil dikepung dari arah daratan maupun dari arah danau. Pusat kekuatan Tondano di tempat yang kemudian dinamakan Minawanua menjadi ajang pertempuran sengit beberapa hari lamanya.

"Pada siang tanggal 4 Agustus 1809 pertahanan itu bobol dan pertempuran belangsung dari rumah ke rumah. Dini hari tanggal 5 Agustus 1809 pertahanan dan perkampungan Tondano dibumihanguskan musuh. Semua penghuninya mulai dari anggota pasukan perlawanan Tondano hingga orang-orang tua, perempuan dan anak-anak tidak ada yang tersisa. Semuanya tewas terbunuh, Minawanua menjadi lautan darah," terangnya.

Ia menjelaskan, sumber sengketa waktu itu muncul ketika Belanda membutuhkan bantuan tenaga pemuda-pemuda Minahasa untuk dikirim melawan Inggris yang sudah mengancam pulau Jawa. "Orang Minahasa berpendapat bahwa para pemuda itu lebih dibutuhkan untuk mempertahankan Minahasa dari pada dikirim ke tempat lain," tuturnya.
Belanda memaksa sambil memberikan iming-iming dan hadiah kepada para pemimpin Minahasa yang mau membantu mereka. Ternyata permintaan tenaga bantuan pemuda dan iming-iming hadiah ditolak oleh seluruh rakyat Minahasa dalam pertemuan atau musyawarah Minahasa di Tondano.

"Belanda menuduh tokoh-tokoh Tondano menggagalkan politik

mereka sehingga menyampaikan ancaman akan menyerang Tondano dengan kekuatan militer. Ancaman tersebut disambut dengan persiapan perang di pusat perlawanan Tondano. Itulah sebabnya peperangan itu terkenal dengan sebutan Perang Tondano," terangnya.

Lanjutnya, pasukan militer Belanda yang lebih kuat persenjataannya beberapa kali datang menyerang namun benteng pertahanan Tondano ternyata kuat sekali, bahkan Residen Belanda bernama Prediger dilaporkan tertembak dan tewas. la diganti oleh Residen Balfour yang mendatangkan bala bantuan lebih besar dengan persenjataan lebih lengkap.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved