Edisi Minggu Community
Komunitas Mahasiswa di Manado Ini Terbentuk karena Kecintaan Pada Tarsius
Unit Kegiatan Mahasiswa Politeknik Negeri Manado Mahasiswa Pecinta Alam (MPA) Tarsius berdiri pada pada 17 Agustus 1988.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Fransiska_Noel
TRIBUNMANADO.CO.ID - Unit Kegiatan Mahasiswa Politeknik Negeri Manado Mahasiswa Pecinta Alam (MPA) Tarsius berdiri pada pada 17 Agustus 1988. Awalnya, Tarsius didirikan oleh dua mahasiswa, yakni Gideon Lengkong dan Lucky Moses.
Pada saat itu, MPA ini belum memiliki nama. Kemudian, kedua orang ini berangkat ke Tangkoko Bitung. "Ketemulah dengan monyet terkecil di dunia, Tarsius. Akhirnya mereka putuskan untuk menamakannya dengan nama binatang tersebut," ungkap Markus Terok, anggota Tarsius angkatan 1993, yang akrab disapa Tua ini, saat ditemui di sekretariat mereka, Kampus Politeknik Negeri Manado, Jumat (17/10/2014).
Tak lama kemudian, MPA tersebut vakum. Beberapa tahun kemudian, tepat pada tahun 1991, dirintis kembali oleh lima orang, antara lain Donny Lamintang, Jemmy Makasala, Jeffry Tamboto, Janes Potabuga, dan Royke Duwanto.
Namun, setelah dirintis, syarat MPA tidak boleh hanya pengurus, harus ada anggota lainnya. Tahun ke tahun mereka pun terus bertambah. Hingga saat ini tahun 2014, tercatat total sebanyak 168 anggota.
Logo yang digunakan mereka berbentuk lingkaran ada gambar gunung berwarna hijau dengan latar belakang berwarna ungu. "Gambar gunung melambangkan kelompok pendaki, di kaki gunung ada bentuk aneh ini menandakan gua, sedangkan warna ungu melambangkan abadi atau kesetiaan kita," beber Tua sembari menunjuk logo Tarsius di tembok sekretariat.
Sementara, lanjut Tua yang saat itu didampingi sektetaris lainnya, Tarsius sedang dalam tahap pencarian calon anggota atau yang mereka sebut calang. "Sekarang sudah dalam tahap pendidikan dasar yang masih akan diseleksi, apakah calang ini tahan atau tidak," sambung Tua.
Di Tarsius terdapat tujuh divisi, yakni hutan gunung, panjat tebing, navigasi darat, arung jeram, selam, penelusuran gua, dan konservasi sumber daya alam. Calang tersebut akan dibagikan ke tujuh divisi tersebut.
Tua berharap, masyarakat juga harus mencintai alam. Apa yang sudah diberikan Tuhan Yang Maha Kuasa ini harus dijaga. "Karena kalau kita bicara tentang pengrusakan alam di Sulawesi Utara, dampaknya seperti yang terjadi pada 15 Januari silam, banjir bandang," terang Tua.
Sementara, Tarsius bekerja sama dengan Dinas Kehutanan untuk menanam pohon. Untuk itu, setiap insan harus mendorong sesama untuk menyadari tentang alam. "Supaya keinginan kita bisa tercapai," demikian Tua. (alexander pattyranie)
Update terus informasi terbaru setiap hari di Tribun Manado edisi cetak dan di www.tribunmanado.co.id