Breaking News
Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tajuk Tamu : Makna dan Nilai Filosofi Masamper

Masamper adalah kesenian tradisonal masyarakat Nusa Utara (Sangihe, Sitaro dan Talaud).

Editor: Fransiska_Noel
zoom-inlihat foto Tajuk Tamu : Makna dan Nilai Filosofi Masamper
NET
Ilustrasi

TRIBUNMANADO.CO.ID- Masamper adalah kesenian tradisonal masyarakat Nusa Utara (Sangihe, Sitaro dan Talaud); merupakan warisan leluhur, berkembang dan dipelihara secara turun-temurun. Sudah ada sekitar abad XIII, namun bukan Masamper namanya, tetapi Tunjuke.

Tunjuke adalah kesenian dalam bentuk mebawalase kantari (saling berbalas-balasan nyanyian). Tunjuke adalah bentuk nyanyian masal yang dipimpin oleh seorang pemimpin. Pemimpin tersebut diikuti peserta lainnya sambil berjalan dan menyanyi menunjuk seseorang yang hadir dalam kumpulan keramaian. Orang yang kena tunjuk bersamaan dengan berakhirnya nyanyian harus berdiri menggantikan orang yang sebelumnya sebagai pimpinan Tunjuke.

Tunjuke merupakan kesenian pertunjukan rakyat, dinyanyikan secara masal pada kumpulan keramaian. Tunjuke adalah sarana hiburan dan rekreasi yang biasanya dilaksanakan dalam acara hari ulang tahun, peminangan, perkawinan, dan kematian.

Setelah bangsa Eropa masuk ke Indonesia, termasuk di kepulauan Nusa Utara, kesenian Tunjuke yang dinyanyikan dalam bentuk paduan suara (koor) mendapat pengaruh berupa sentuhan diatonis oleh bangsa Belanda dan Portugis.

Tradisi masyarakat Sangihe sebagai warisan leluhur yang gemarmenyanyi dibina oleh para penginjil Belanda. Koor yang dibina tersebut pada hari Minggu diberi kesempatan membawakan kidung pujian di gereja. Kelompok nyanyi tersebut oleh bangsa Portugis disebut zyangeer. Sedangkan orang Belanda menyebutnya zangvereniging, yang artinya paduan suara masyarakat; namun ada juga menyebutnya zang vrij, yang artinya menyanyi bebas. Sedangkan penyanyi atau biduannya disebut zanger.

Dalam perkembangannya, istilah zyangeer dan zangvereniging mengalami proses adaptasi ke dalam bahasa Nusa Utara (Sangihe, Sitaro dan Talaud) dengan sebutan sampri sampai pada tahun 1960-an, kemudian menjadi samper, selanjutnya ditambah dengan awalan (prefix) me- sehingga menjadi mesamper. Karena pengaruh dialek, kata mesamper disebut masamper, yang artinya menyanyi bersama-sama dengan cara berbalas-balasan.

Masamper merupakan bagian integral dalam budaya bangsa Indonesia. Unsur utama Masamper adalah musik, gerak tari, dan menyanyi berbalas-balasan (mebawalase) yang dipimpin oleh seorang pangataseng (pemimpin Masamper).

Unsur tari dalam Masamper berasal dari tari Madunde, ditarikan secara massal, kaki digerakkan dua langkah ke kanan dan dua langkah ke kiri sambil menyanyi. Lagu yang dinyanyikan tidak boleh diulang.

Tema dan makna lagu yang dinyanyikan sebelumnya menjadi patokan untuk lagu berikutnya. Karena itu, pangataseng dan seluruh anggota Masamper harus menyiapkan lagu sesuai tema dan mampu menginterpretasikan makna lagu yang dinyanyikan oleh kelompok Masamper lainnya.

Orang-orang yang tergabung dalam kelompok Masamper tidak sekadar menyanyi, tetapi harus memahami dan menghayati makna lagu yang dinyanyikan. Karena itu, sebelum Masamper dimulai, jenis dan tema lagu yang dinyanyikan disepakati terlebih dahulu. Hal penting dalam Masamper adalah ketepatan membalas lagu yang didendangkan oleh pemimpin kelompok (pangataseng).

Umumnya Masamper dinyanyikan oleh kaum pria. Formasi kelompok Masamper menghadap ke arah penonton. Orang-orang yang tergabung dalam Masamper menyanyi sambil menari. Gerakan tarinya yang lincah dan nyanyiannya yang penuh semangat membuat Masamper banyak digemari dan dikagumi, tidak hanya digemari oleh masyarakat Sangihe, Sitaro dan Talaud, tapi juga disukai oleh masyarakat lainnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Lagu yang dinyanyikan dalam Masamper tidak hanya bahasa daerah Sangihe, tetapi juga bahasa Manado dan bahasa Indonesia. Pada momen-momen tertentu seperti kegiatan duka dan pesta pernikahan, Masamper adakalanya dilangsungkan semalam suntuk (all night).

Di masa lalu, kegiatan Masamper bisa berlangsung lebih dari sehari. Hal ini terjadi apabila kelompok yang ikut dalam Masamper memiliki banyak perbendaharaan lagu. Hal yang menarik di masa lalu, bila seorang pangataseng kehabisan lagu, ia dapat menciptakan lagu pada saat kegiatan Masamper sedang berlangsung. Kegiatan Masamper berakhir bila tidak ada lagi kelompok yang mampu membalas lagu perpisahan atau lagu terakhir.

Masamper terdiri dari beberapa babak. Setiap babak terdiri dari beberapa jenis lagu yang bertema: 1) pertemuan atau perjumpaan, dinyanyikan dalam suatu hayatan seperti perkawinan dan kematian; 2) lagu rohani atau pujian, dinyanyikan pada acara kerohanian; 3) kepahlawanan, 4) sastra Sangihe, dinyanyikan dari lagu bahasa daerah Sangihe yang bermakna dan bernilai sastra tinggi. Lagu yang dinyanyikan tidak dibolehkan menggunakan kosakata bahasa Sangihe sehari-hari; 5) lagu percintaan, yaitu lagu yang bertema kasih sayang orang tua kepada anak, atau kasih anak kepada orang tua, kasih kepada sesama, cinta kepada teman dan sahabat, rasa hormat anak muda kepada orang dewasa, pacaran, problematika cinta muda-mudi, masalah rumah tangga; 6) suka cita kelahiran; 7) pengeluhan; dan 6) lagu bertema perpisahan.

Masamper merupakan seni pertunjukkan rakyat yang dinamis. Kebersamaan, saling mengasihi dan menghormati, cinta tanah air, kejujuran, disiplin dan cinta lingkungan, adalah sejumlah nilai yang terdapat di dalam Masamper. Nilai lainnya adalah religi dan moral. Semuanya diungkapkan dalam bentuk syair pujian (ode) yang dinyanyikan dalam bentuk sukacita maupun dukacita.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved