Editorial
Natal di Mata Cinta
Kata papa Sinterklas itu santun, Sinterklas itu menyenangkan tapi pa, Cinta jadi takut.
Penulis: | Editor:
Seorang anak kecil bernama Cinta bertanya pada ayahnya
"Pa Natal itu dengar musik keras sambil berjoget ya?"
Sang ayah hanya tersenyum. Lalu anak itu menarik tangan ayahnya dan menunjuk.
"Lihat pa, itu Sinterklas ya? Sinterklas bukan lagi pakai kereta terbang dengan kijang lucu ya?Kata papa Sinterklas itu santun, Sinterklas itu menyenangkan tapi pa, Cinta jadi takut. Mata mereka membelalak....pa ada orang jatuh dipukul anggota rombongan Sinterklas pah. Cinta takut pa."
Mobil dan motor meraung-raung memenuhi jalan. Cinta kaget, ada yang lempar petasan.
"Pa katanya Natal menyenangkan." Cinta lalu memeluk ayahnya.
Sang ayah berjongkok, ia tersenyum, menyeka keringat di dahi Cinta, membelai rambut lalu berdiri dan membopongnya.
"Yuk nak ke rumah oma dan opa kamu di desa, papa tunjukkan Natal sebenarnya. Jauh dari macetnya kota, jauh dari bisingnya kendaraan dan bunyi petasan atau sperak yang mengagetkan. Di sana ada oma dan opa yang selalu memberi keramahan dan pelukan hangat."
"Di sana ada lagu-lagu Natal yang menenangkan bukan musik disco. Di sana, burung-burungpun terbang ceria, bercicit dan berkicau tentang suka cita. Tentang sejuknya udara, tentang indahnya alam dan hijaunya daun. Hamparan sawah yang luas dan gemericik air sungai yang bersih. Di desa ada kepedulian, dan senyuman tulus saudara-saudara kita."
Cinta pun mengangguk, ia berada di gendongan Kasih, ayahnya. Kini Cinta dan Kasih menyambut Natal yang sederhana.
Kasih menunjukkan pada Cinta. Natal kali ini tak ada baju baru, tak ada sepatu baru, gadget baru atau gemerlapnya pohon Natal yang harganya jutaan. Tapi Kebahagiaan yang sederhana.
Bukankah Yesus dilahirkan dalam kandang domba yang memprihatinkan jauh dari glamour pesta yang mewah.
Jadi saatnya sambut Natal yang sebenarnya.
Selamat Natal, mari sambut Sang Juru Selamat dalam kesederhanaan.