Seminar
Orang Minahasa Mirip dengan Tionghoa
Dr Sinyo Harry Sarundajang menegaskan, kemajemukan masyarakat Indonesia terlebih di Sulawesi Utara harus diterima sebagai pemberian Tuhan.
Penulis: | Editor:
TRIBUNMANADO.CO.ID,MANADO - Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) Dr Sinyo Harry Sarundajang menegaskan, kemajemukan masyarakat Indonesia terlebih di Sulawesi Utara harus diterima sebagai pemberian Tuhan. Justru dengan kemajemukan itu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tetap kokoh hingga hari ini dan mendapat apresiasi dari dunia internasional sebagai negara ajaib.
"Sejarah bangsa ini telah membuktikan bahwa negara kita dibangun dari suku bangsa yang berbeda, etnis yang begitu banyak. Makanya Indonesia dikenal sebagai The Miracle Nation in The Modern World," ujar Sarundajang dalam Diskusi Pluralisme dan Multikulturalisme di Sulut yang digelar North Sulawesi Network (NSN) dan Tribun Manado di Ruang Tarsius Hotel Gran Puri Manado, Rabu (24/10).
Gubernur yang menjadi keynote speaker seusai membuka diskusi tersebut menambahkan, kemajemukan adalah sebuah kenyataan yang harus diterima dan dikelola agar menjadi kekuatan yang merekatkan. Menurutnya, kehidupan adalah suatu pemberian dari Tuhan dan tidak ada jalan lain untuk memuja sang pencipta dengan menghormati ciptaanNya. "Kalau kita pegang hal ini maka tida ada masalah perpecahan," kata Sarundajang.
Ia mengatakan, sudah dari awal manusia diciptakan berbeda oleh sang pencipta. Kata dia, bayangkan saja jika semua manusia diciptakan sama dan serupa pasti akan repot. "Nanti kita tidak bisa bedakan mana saudara kita, mana istri kita, karena semua sama muka," tuturnya diikuti gelak tawa peserta diskusi.
Berbicara mengenai etnis Tionghoa, kata Sarundajang, dirinya akrab bergaul dengan etnis ini sejak kecil, apalagi tetangganua di Kawangkoan adalah warga negara Indonesia keturunan Tionghoa. Ia pun mengatakan, ternyata orang Tionghoa memiliki kemiripan dengan Minahasa, meski perlu pembuktian dan penelitian lebih lanjut.
"Nah coba lihat pantatnya bayi orang Minahasa ada tanda seperti warna biru, itu hanya ada di daerah Mongol sana. Tapi masih perlu diteliti lagi apakah yang di Mongolia itu dari Minahasa atau sebaliknya," ungkap Sarundajang.
Ia menambahkan, tokoh dari etnis Tionghoa di zaman Presiden Soekarno beberapa kali dipercayakan menjabat menteri. Di zaman sekarang pun, kata Sarundajang, ada yang jadi menteri seperti Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Marie Elka Pangestu, dan di zaman presiden Megawati ada Kwik Kian Gie. "Pak Kwik nggak mau mengubah namanya karena itu pemberian orangtua. Sekali-kali Pak Hengky Wijaya munculkan nama Chinanya," ucap Sarundajang yang disambut senyum ketua Paguyuban Etnis Tionghoa Tumou Tou tersebut.
Sarundajang memberikan apresiasi terhadap diskusi ini. Kata dia, di era sekarang diskusi tentang mayoritas  itu sangat rentan karena kita tidak hidup lagi di zaman diktator. Menurutnya, bangsa boleh bubar tapi etnis, suku, tidak mungkin sirna.  "Kita hidup di negara Pancasila. Kita tidak mengenal suboordinat. Tidak ada agama yang mengurus bangsa atau sebaliknya," terangnya.

 
			:format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/manado/foto/bank/originals/Dok-Perhumas-Manadohndrykm.jpg) 
                 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
				
			:format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/manado/foto/bank/originals/KORBAN-TPPO-Unit-Reskrim-Polsek-Kawasan-Pelabuhan-Manado-656.jpg) 
											:format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/manado/foto/bank/originals/TPPO-Unit-Reskrim-Polsek-Kawasan-Pelabuhan-Manado-berhasil-menggagalkan-dugaanLO0.jpg) 
											:format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/manado/foto/bank/originals/Kantor-Damkar-Manado-Rabu-31102025gvjghjgh789mk89898.jpg) 
											:format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/manado/foto/bank/originals/KORBAN-TPPO-Unit-Reskrim-Polsek-Kawasan-Pelabuhanli09-0.jpg) 
											:format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/manado/foto/bank/originals/KEBAKARAN-RUMAH-Peristiwa-kebakaran-rumah-terjadi-di-Kelurahan-TongkainaLO0.jpg)