Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

DPRD

Benny : Terbang Setahun, Deprov Sulut Telan Rp 10,8 Miliar

Dewan provinsi (Deprov) Sulut yang memiliki hobi terbang mendapat banyak sorotan.

Penulis: | Editor:
zoom-inlihat foto Benny : Terbang Setahun, Deprov Sulut Telan Rp 10,8 Miliar
Ist
Benny Ramdhani.
Laporan Wartawan Tribun Manado Robertus Rimawan

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Dewan provinsi (Deprov) Sulut yang memiliki hobi terbang mendapat banyak sorotan karena dituding habiskan dana rakyat, namun hasil yang dibawa tak sepadan. Seorang legislator Sulut Benny Ramdhani dikenal vokal memperjuangkan nasib rakyat tak suka kebiasaan terbang yang dilakukan sebagian besar anggota dewan lainnya, Rabu (2/5/2012).

Ia bahkan memiliki perhitungan dana yang keluar dengan perhitungan kasar. Setiap anggota dewan untuk terbang ke luar daerah membutuhkan biaya sekitar Rp 10 juta, selama satu bulan dijatah anggota dewan terbang dua kali sehingga Rp 10 juta dikalikan 45 anggota dewan menjadi Rp 450 juta dikalikan dua dan dikalikan empat bulan dari Januari hingga April total sekitar Rp 3,6 miliar. Jadi kalau selama satu tahun menjadi Rp 10,8 miliar.

Menurutnya itu baru perhitungan kasar namun perjalanan dinas tersebut sudah dijatah dan dianggarkan. "Anggota dewan dapat jatah ke luar negeri juga ada yang ke Jerman, Eropa, tapi saya tak ambil, saya ke Amerika lalu menggunakan uang pribadi bukan SPPD," katanya. Selama ini ia menentang perjalanan dinas yang memang tak diperlukan, sehingga selama ini Ramdhani mengaku jarang mengikuti studi banding. "Tahun ini saya belum pernah ke luar daerah menggunakan SPPD," imbuhnya.

Ia tak memungkiri studi banding penting namun yang ia sesalkan perjalanan dinas seolah-olah sudah dijatah sebulan sebanyak dua kali, sehingga yang terjadi agenda menyusul kemudian dan tugas kelembagaan disesuaikan dan dicari-cari untuk dilakukan studi banding. Seharusnya studi banding dilakukan ketika tugas kelembagaan atau komisi mengharuskan untuk studi banding namun ini sebaliknya.

Ramdhani mencontohkan Pansus Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ) Gubernur dengan 20 legislator yang berangkat untuk melakukan studi banding ke DKI Jakarta dan Banten tidaklah tepat.  "LKPJ tahunan, sebenarnya untuk alat kontrol yang bisa mengukur, menilai APBD tahun sebelumnya dengan pelaksanaannya, kenapa harus studi lagi. Cari fakta dari kinerja, pergi ke Bolmong, pergi ke daerah, buktikan yang dilaporkan, apa output, income, benefit, impact dan sebagainya," ujar anggota Komisi IV DPRD Sulut ini.

Bila studi banding yang dilakukan adalah untuk penyusunan APBD ia lebih sepakat, karena mungkin di daerah lain sudah ada inovasi baru akan program di APBD yang telah disusun, dan itu penting dipelajari agar penyusunan APBD berikutnya lebih baik. Ramdhani bahkan menawarkan mekanisme terbaik, sebelum melakukan studi banding dipublikasikan dulu ke masyarakat melalui media kalau banyak yang menentang studi banding tak perlu dilakukan. "Yang punya uang itu rakyat, kita harus minta izin pada rakyat boleh tidak berangkat," jelasnya.

Selain itu setelah studi banding, apa yang sudah didapat tidak hanya dilaporkan secara lisan pada pimpinan namun juga tertulis, setelah dilaporkan pada pimpinan harus dipublikasikan pada masyarakat apa saja manfaat yang didapatkan, sehingga masayarakat bisa menilai studi banding yang dilakukan memang bermanfaat. "Masak ada peraturan atau undang-undang baru harus ke mendagri, lalu ada rolling fraksi minta SPPD untuk konsultasi ke pusat, apa urusan fraksi," jelasnya tanpa menyebutkan fraksi apa itu.

Contoh lain ketika memediasi masalah ketenagakerjaan (Rabu, 2/5) Komisi IV memanggil Angkasa Pura karena ada keluhan dari tenaga kebersihan, Benny menyayangkan sikap seorang pimpinan dewan yang mengatakan akan melakukan konsultasi ke kementerian terkait masalah tersebut. "Kenapa harus ke kementerian, ini jelas, di undang-undang ada kenapa harus terbang ke Jakarta lagi, ini pemborosan," ujarnya. Ia berharap ke depan sebelum melakukan studi banding harus dikaji manfaatnya, kalau bisa dilakukan studi kepustakaan kenapa harus studi banding yang menghabiskan uang rakyat.

Berbeda dengannya, Jhon Dumais Ketua Komisi I menilai perjalanan dinas pada prinsipnya dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan sudah teragendakan dan wajar bila mendapat sorotan. "Sudah masuk ke RKT (Rencana Kerja Tahunan) dan sudah dibahas di Badan Musyawarah," katanya. Dalam waktu dekat bila tidak Kamis (3/5) atau Jumat (4/5) Komisi I akan ke Bandung Jawa Barat tentang pelaksanaan e-KTP tahap 1.

"Rencana ada 5 anggota yang berangkat karena yang lain masuk dalam Pansus LKPJ, saya tak ikut ke Bandung karena ada acara lain di Sulut," jelasnya. Menurut Dumais perjalanan dinas ke Bandung harus dilakukan karena ada ilmu baru tentang kependudukan yang harus dipelajari, yang penting kegiatan tersebut harus dipertanggungjawabkan, dengan menginformasikan maksud, tujuan dan hasil yang diharapkan dan sebaiknya ada pertanggungjawaban publik.

Sekretariat Dewan Tutup Informasi
Meski perjalanan dinas mendapat banyak sorotan namun sekretariat dewan tetap melakukan tugas secara administratif untuk merealisasikan kegiatan tersebut. Bahkan sejumlah media cetak ingin meminta informasi tentang jumlah keberangkatan, detil perjalanan hingga biaya yang dikeluarkan bagian humas DPRD Sulut tak bersedia memberikannya. Sementara itu Sekretaris Dewan DPRD Sulut, Adrianus Nixon Watung saat dihubungi Tribun Manado terkait jumlah keberangkatan dari Januari hingga April 2012 juga enggan untuk memberikan informasi. "Maaf ini masalah etika tak bisa dipublikasikan," jelasnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved