Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Pertambangan

Warga Kalait Dua Tolak Aktivitas Pertambangan

warga Kalait khawatir kemungkinan pengoperasian satu perusahaan tambang emas yang bisa menenggelamkan lahan perkebunan mereka.

Editor:
Laporan Wartawan Tribun Manado Quin Simatauw


TRIBUNMANADO.CO.ID, RATAHAN
- Ribuan hektare hamparan hijau yang terbentang luas di area Desa Kalait Dua, Touluaan, Mitra yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Minsel terancam.

Alasannya, warga Kalait khawatir kemungkinan pengoperasian satu perusahaan tambang emas yang bisa menenggelamkan lahan perkebunan mereka.

Warga berharap agar perusahaan tambang tersebut tak masuk ke Mitra. Warga menolak pengoperasian perusahaan tambang di tanah Kalait Dua.

Mereka khawatirkan operasional perusahaan tambang yang menggunakan dinamit dan sistem underground (bawah tanah) akan menenggelamkan lahan pertanian dan perkebunan ratusan hektare.

"Sekarang tanah perkebunan kami sudah retak padahal mereka masih beroperasi di Minsel. Kami takutkan di masa depan jika pengoperasian perusahaan itu sampai di Mitra maka lahan kami sekitar 400 hektare bisa amblas ke perut bumi," ujar Hukumtua Kalait Dua, Awon Johnson Lendo kepada Tribun Manado, belum lama ini.

Kekhawatiran itu bukan tanpa alasan karena sejarah tanah mereka yang dinamakan Teneman yang dalam bahasa setempat artinya tatono atau terendam, pernah menenggelamkan lahan seluas 50 hektare dari perbukitan dan kini menjadi lembah.

"Pada 2003 saya lihat sendiri ada beberapa bukit dan kini sudah jadi lembah karena tanah Teneman itu menyerap air jadi kalau ada mata air atau aliran sampai di situ maka air akan terendam di situ," katanya.
Keluhan warga Kalait Dua sudah dirasakan sejak perusahaan tambang beroperasi di Minsel tahun 2008. Perbatasan Minsel dan Mitra di Kalait Dua membuat warga sekitar merasakan dampak secara langsung akibat getaran dan kekhawatiran akan tenggelamnya lahan mereka.

"Pada 2003 tidak ada perusahaan tambang, itu saja tanah kami bisa tenggelam ke perut bumi, apalagi sekarang dengan sistem underground kami takut lebih cepat keropos dan tenggelamlah lahan kami," urai Awon. (uke)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved