Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

DPRD

Komisi II DPRD Sulut Merasa Didiskriminasikan

Komisi II DPRD Sulut mengaku telah didiskriminasikan.

Penulis: | Editor:
Laporan Wartawan Tribun Manado Robertus Rimawan

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Komisi II DPRD Sulut mengaku telah didiskriminasikan. Ketua Komisi II Steven Kandou kepada Tribun Manado mengaku jengah saat dewan menganggarkan mobil dinas baru mendapatkan kritikan dari media, sementara untuk eksekutif, eselon II beberapa kali miliki mobil dinas baru tak dipermasalahkan, Minggu (8/4/2012).

"Saya lihat tuh kepala SKPD provinsi, eselon II punya mobil dinas sampai dua buah, yang lama masih di garasi yang baru Fortuner ada juga di garasi," ujarnya. Ia memandang seolah publik mendiskriminasikan antara jabatan legislatif dan eksekutif. Menurutnya sorotan tajam selalu dilayangkan pada anggota legislatif ketika mendapatkan fasilitas, sementara untuk eksekutif lebih jarang.

Ke depan ia memandang perlu ada aturan penggunaan mobil dinas agar bisa digunakan maksimal dan tidak disalahgunakan. Ia mencontohkan di Jembrana Bali mobil dinas seusai digunakan untuk dinas pada pagi hingga sore, selesai kantor tidak dibawa pulang namun disimpan di kantor masing-masing.

Senada dengannya, Victor Mailangkay anggota Komisi II DPRD mengakui telah terjadi diskriminasi, namun diskriminasi bukan dilakukan oleh pemerintah daerah melainkan peraturan dari pusat.

"Coba kita lihat PP 25 tahun 2004 tentang Pedoman Tatib DPRD lalu direvisi dengan PP 21 tahun 2007 yang dapat kendaraan hanya unsur pimpinan dewan. Itu diskriminatif, kalau tidak diskriminatif pimpinan dewan disamakan dengan kepala daerah dan anggota dewan disetarakan dengan eselon II A, tapi dari sisi fasilitas tidak," ujarnya.

Contohnya tentang transportasi atau mobil dinas, eselon II menurutnya dapat dukungan transportasi sementara anggota dewan tak mendapat. Alasannya boros kalau anggota dewan juga mendapat mobil dinas. Supaya tidak boros ia menilai seharusnya eselon II juga tak perlu mendapatkan mobil dinas, apalagi eselon III dan Eselon IV tertentu bahkan ditunjang mobil dinas dalam kinerjanya.

"Ini sangat diskriminatif dalam pemberian fasilitas, kami juga sama-sama bekerja. Demikian pula dengan tunjangan, eksekutif ada tunjangan kinerja di dewan ada namun kecil. Tunjangan kinerja harus sama karena kita berbasis kinerja. Contoh baleg (Badan Legislasi) kerja tidak kerja tiap bulan Rp 130 ribu, Ketua baleg Rp 336 ribu
per-bulan dipotong pajak, wakilnya sekitar Rp 200 sekian," katanya.

Mailangkay berharap tunjangan diberikan sama dengan eksekutif dan bisa dihitung misalnya saat ikut rapat diberikan kalau tak ikut rapat dipotong. Atau sama-sama disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah, lebih realistis diberi kendaraan dinas sesuai dengan kondisi keuangan daerah.

"Masalahnya PP itu dibuat oleh eksekutif, kalau dibuat legislatif tentu akan lebih adil, ke depan ada rencana berubah ke bentuk UU udah diambil badan legislasi DPR RI," tegasnya. (rob)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved