Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Perlindungan Anak

Anak-anak Korban Bencana Seharusnya tak Boleh Makan Mie Instan

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP dan PA) mensosialisasikan konsep perlindungan anak korban bencana

Editor:
zoom-inlihat foto Anak-anak Korban Bencana Seharusnya tak Boleh Makan Mie Instan
TRIBUNMANADO/RIZKY ADRIANSYAH
Anak-anak korban bencana Lokon di pengungsian beberapa waktu lalu
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO ‑ Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP dan PA) mensosialisasikan konsep perlindungan anak korban bencana alam di Manado, agar mendapat masukan penyelesaiannya.

"Perlindungan terhadap anak‑anak korban bencana alam itu adalah tanggungjawab semua pemangku kepentingan, karena itu kami berharap mendapatkan masukan dari semua daerah untuk menyelesaikan konsep yang sedang disusun ini," kata Kepala Bidang Advokasi dan Fasilitasi Urusan Masalah Sosial Anak, Kementerian PP dan PA, Titi Eko Rahayu, saat sosialisasi di Manado, Kamis.

Rahayu mengatakan Indonesia adalah salah satu negara yang sudah meratifikasi Undang‑Undang Perlindungan Anak, tetapi belum melaksanakannya secara maksimal, sebab belum disertai dengan perlindungan anak‑anak korban bencana.

Salah satu contoh yang disampaikan Rahayu adalah anak‑anak korban bencana Merapi yang diberikan mie instan dalam bantuan tanggap darurat padahal itu tidak tepat untuk mereka dan bisa menyebabkan kekurangan gizi.

Dia mengatakan seharusnya diberikan susu, agar mereka tetap mengkonsumsi makanan yang benar. Belum lagi dampak akibat bencana lainnya yang dirasakan anak‑anak korban bencana alam seperti selalu ketakutan, menangis kalau tidak bertemu dengan orang tua dan saudara serta masih banyak lagi.

"Karena itu kami mengharapkan masukan dari Sulawesi Utara, terutama Manado untuk menyempurnakan konsep ini dengan melibatkan anak‑anak sehingga apa keinginan anak‑anak juga bisa didengar, karena mereka yang paling mengerti apa yang diinginkan untuk dirinya," kata Rahayu.

Dia mengharapkan bisa membuat anak‑anak memandang bencana ada sisi positifnya juga, misalnya setelah letusan gunung, tanah jadi subur.

Data dari Kementerian PP dan PA mencatat dalam setiap bencana alam yang terjadi, 35 persen korbannya adalah anak‑anak. Sisanya orang dewasa dan ini disebabkan oleh karena ketergantungan mereka kepada orang tua untuk menyelamatkan diri.

Penerapan konsep ini diharapkan bisa berjalan maksimal, apalagi UU Perlindungan Anak Nomor 23/2002 pasal 59,60 dan 62 sudah menegaskan hal ini.

Sementara Sekretaris Daerah Kota Manado, Harold Monareh dalam kesempatan sosialisasi tersebut mengatakan Pemerintah Kota Manado sangat mendukung program ini, dan menyampaikan berbagai masukan untuk konsep perlindungan anak‑anak korban bencana.

"Manado ini rawan bencana dan anak‑anak juga sering menjadi korban, sebab sangat tergantung pada orang tua untuk menyelamatkan diri, karena itu harus ada pengaturan jelas siapa melakukan apa, sehingga anak‑anak bisa terhindar dan jangan korban bencana alam," kata Monareh.

Dia mengatakan untuk mendukung hal ini pemerintah kota siap menganggarkan dana bahkan sudah menyiapkan pendampingan‑pendampingan sehingga ada realisasi yang jelas mengenai hal ini, apalagi 30 persen dari sekitar 467 ribu penduduk Manado adalah anak usia 0‑18 tahun.

Sementara Kepala Badan PP dan Keluarga Berencana Manado, Hasjmi Poli mengatakan dengan masukan dari Manado diharapkan akan menyempurnakan konsep perlindungan anak korban bencana alam nantinya. Sebab hanya ada tiga provinsi yang dipilih yakni Sulut, Bengkulu dan Jawa Timur. (ant)

Sumber:
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved