Kerusuhan 22 Mei
Daftar Penyebar Hoaks yang Ditangkap Polisi Pasca Kerusuhan 22 Mei, Ada Relawan Prabowo-Sandi
Kerusuhan 22 Mei 2019 yang terjadi tak lama setelah penetapan rekapitulasi suara oleh Komisi Pemilihan Umum terus ditangani pihak kepolisian.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Kerusuhan 22 Mei 2019 yang terjadi tak lama setelah penetapan rekapitulasi suara oleh Komisi Pemilihan Umum terus ditangani pihak kepolisian.
Tak hanya para provokator kerusuhan yang diamankan, namun penyebar informasi palsu dan pesan provokatif juga turut digelandang ke kantor polisi.
Berikut rangkuman Kompas.com:
1. Relawan
Koordinator relawan pasangan calon nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga Aceh, Don Muzakir, dibekuk polisi pada Rabu (22/5/2019).
Don Muzakir mengunggah video provokasi kepada masyarakat untuk melakukan kegiatan inskonstitusional terkait hasil Pemilu 2019. Video itu diunggah pelaku di Youtube dan Instagram.
Penanganan kasus ini telah dilimpahkan ke Polda Aceh untuk ditingkatkan ke tahap penyelidikan oleh penyidik reskrim umum Polda Aceh.
Don Muzakir terbukti melanggar Pasal 14 Ayat 1 dan 2, Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 dan 160 KUHP, dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara.
Baca: Viral, Warga Buka Jasa WC Umum untuk Demonstran Aksi 22 Mei, Pendapatannya Segini
Baca: Polri Diminta Segera Menangkap dan Menahan Dalang Kerusuhan 21-22 Mei Lalu
Baca: Berujung Rusuh, Tanda Tanya Besar Siapa Penanggung Jawab atas Aksi 21-22 Mei?
2. Penyiar radio

Akibat menyebarkan video hoaks mengenai aksi unjuk rasa di Jakarta, seorang penyiar radio swasta, DP (31) di Kota Bandung diamankan pihak kepolisian.
Pria asal Jatinangor, Sumedang ini ditangkap Satreskrim Polres Sumedang, Jawa Barat pada Kamis (23/5/2019).
DP terbukti bersalah setelah me-repost unggahan orang lain dengan menambahkan narasi provokatif pasca-aksi rusuh di Jakarta beberapa hari lalu.
Tersangka sempat menghapus tiga video hoaks yang diunggahnya tersebut. Namun, pihak kepolisian telah men-screenshot konten itu. Handpone milik DP juga disita petugas sebagai barang bukti.
Atas tindakannya tersebut, tersangka dijerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 45 juncto Pasal 207 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun.
3. Guru PNS
