Regional
Pasca Teror Bom, PM: Negara dengan Pihak Keamanan Tolak Panggilan Perdana Menteri, Kenapa?
Anggota dewan keamanan setem[at tidak bersedia untuk memenuhi panggilan PM untuk membahas kejadian tersebut.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Teror bom yang menewaskan ratusan korban jiwa di Sri Lanka, Minggu (21/4/2019), telah menggemparkan publik di seluruh penjuru negeri.
Untuk diketahui, delapan ledakan terjadi di beberapa gereja dan hotel pada perayaan kebaktian Paskah.
Dengan adanya kejadian teror bom di Sri Lanka pada Minggu lalu, membuat pemerintah menetapkan status darurat dan memblokir seluruh media sosial hingga waktu yang belum ditentukan.
Pemerintah Sri Lanka juga mengumumkan adanya penambahan angka korban tewas ledakan bom yang terjadi di delapan tempat seantero negeri.
Juru bicara kepolisian Ruwan Gunasekera dalam keterangan tertulis menyatakan korban tewas saat ini mencapai 310 orang dari sebelumnya dilaporkan 290 orang.
"Ada sejumlah korban yang meninggal ketika mendapat perawatan di rumah sakit," terang Gunasekera seperti dikutip kantor berita AFP Selasa (23/4/2019).
Baca: Pejuang Demokrasi, Jusuf Kalla: Harus Evaluasi yang Keras, Tercatat 90 Korban Jiwa Pelaksaan Pemilu
Kemudian jumlah korban luka berada di angka 500 orang.
Gunasekera juga berkata kepolisian telah menangkap 40 orang yang dianggap berhubungan dalam ledakan tersebut.
Pemerintah Sri Lanka menyalahkan kelompok ekstremis lokal, National Thawheeth Jamaath (NJT), sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas insiden itu.
Serangan bom yang terjadi pada Minggu pagi waktu setempat itu menyasar gereja karena bertepatan dengan peringatan Minggu Paskah, serta hotel mewah.
Terdapat kabar bahwa aparat keamanan sebenarnya sudah mendapat peringatan akan adanya serangan dari dinas intelijen asing pada 4 April, lebih dari dua pekan sebelumnya.
Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe menyatakan bakal menggelar penyelidikan untuk mengungkap bagaimana bisa peringatan tersebut tidak ditindaklanjuti.
Juru bicara pemerintah Rajitha Senaratne menyatakan pemerintahan Wickremesinghe tidak mendapat pemberitahuan buntut perseteruannya dengan Presiden Maithripala Sirisena.
Wickremesinghe sempat dipecat dari jabatannya pada Oktober 2018.
Namun dimasukkan kembali setelah Sirisena ditekan oleh mahkamah agung Sri Lanka.