Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

PROSTITUSI WARIA di MANADO

Wawancara Eksklusif dengan Waria Pekerja Seksual di Manado,dari Diusir Guru hingga Tarif Sekali Main

Pada Jumat malam itu, Tribunmanado.co.id, tak hanya mendapat kesempataan untuk mewawancari Putri, tapi juga waria lainnya yang bekerja sebagai PSK.

Penulis: Indry Panigoro | Editor: Indry Panigoro
kolasetribunmanado.co.id/Tribunmanado Finneke dan ilustrasi
Suasana malam hari di Taman Kesatuan Bangsa (TKB) Manado, dan ilustrasi orang bercinta 

Wawancara Eksklusif dengan Waria Pekerja Seksual di Manado, dari Diusir Guru, Dibully hingga Tarif Sekali Main

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Putri, Waria di seputaran Taman Kesatuan Bangsa (TKB), langsung menghentikan percakapan dengan Tribunmanado.co.id kala melihat seorang pria di atas sepeda motor melewati tempat itu, Jumat (9/3/2019) tengah malam.

"Hooy tunggu," teriaknya sambil mengangkat tangan.

Putri kemudian mengejar si pria yang kemudian mereka masuk ke sebuah gang yang minim penerangan di sekitar TKB.

Tak hanya putri, di Manado terdapat banyak waria yang tergabung dalam Komunitas Pelangi yang ada di Kota Tinutuan Manado itu.

Aktivis LGBT Sulut Rajawali Coco menyatakan, ada 3000 lebih kaum waria di Manado

Pada Jumat malam itu, Tribunmanado.co.id, tak hanya mendapat kesempataan untuk mewawancari Putri, tapi juga waria lainnya yang bekerja sebagai pekerja seks komersial di TKB.

Sebut saja Vanessa misalnya.

Suasana malam hari di Taman Kesatuan Bangsa (TKB) Manado, dan ilustrasi orang bercinta
Suasana malam hari di Taman Kesatuan Bangsa (TKB) Manado, dan ilustrasi orang bercinta (kolasetribunmanado.co.id/Tribunmanado Finneke dan ilustrasi)

Vanessa, tak pernah ingin jadi Waria, apalagi menjadi masuk ke dunia prostitusi waria.

"Namun apa mau dikata, saya lahir sudah begini, saya hanya menjalani saja dengan ikhlas," kata dia kepada tribunmanado.co.id

Vanessa mengaku sejak kecil sudah di-bully gara-gara perbedaan orientasi seksual.

Ia misalnya pernah diusir guru.

"Rasanya sedih sekali, tak ada yang mau bersimpati dengan saya," kata dia.

Ingin keluar dari bullying, ia berulangkali pindah sekolah, akhirnya dia memilih kuliah di Jawa.

"Pada akhirnya saya harus berhenti kuliah karena tak tahan bully," kata dia.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved