Senator Stefanus Liow Dorong Perubahan UU Kesejahteraan Lansia, Berikut Alasannya
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Ir Stefanus BAN Liow mengatakan, perubahan UU Nomor 13 tahun 1998 mendesak dilaksanakan.
Penulis: Fernando_Lumowa | Editor: Fernando_Lumowa
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Ir Stefanus BAN Liow mengatakan, perubahan UU Nomor 13 tahun 1998 mendesak dilaksanakan.
Alasan senator Liow, Indonesia saat ini sedang menuju negara berstruktur lansia (ageing population) sebagaimana dirangkum oleh Badan Pusat Statistik.
Data BPS tahun 2015 menyatakan jumlah populasi lansia di Indonesia mencapai 25,48 juta jiwa ( 8,03 % ). Tahun 2018 diproyeksikan mencapai 24,75 juta jiwa atau 9,33 % .
“Data PBB memperkirakan pada tahun 2050 Indonesia akan masuk menjadi 10 besar negara dengan jumlah lansia terbesar,” ujar Liow yang duduk di Komite III DPD RI yang diantaranya membidangi kesejahteraan sosial, Senin (10/9).
Ia mengatakan bonus demografi ini harus disikapi dengan berbagai kebijakan yang berkelanjutan. Negara harus siap menghadapi lonjakan jumlah warga lanjut usia.
Tidak semua lansia memiliki kemampuan secara produktif untuk melakukan pekerjaan atau kegiatan tertentu. Kaum lanjut usia identik dengan keadaan rentan, terbelakang dan tanpa jaminan kesejahteraan yang memadai.
“Tingkat produktivitas yang menurun ini berakibat timbulnya pandangan miring yang menganalogikan kolompok usia tua ini sebagai sisa-sisa warga negara yang tidak menjadi prioritas dalam kebijakan,” katanya.
Sehubungan dengan itu, Senator SBANL yang mencalonkan kembali sebagai Anggota DPD RI Periode 2019-2024 dari Sulut mengatakan, sudah selayaknya negara mempersiapkan peningkatan perlindungan terhadap kaum lansia seperti warga negara lainnya.
Katanya, UU Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia sudah tidak relevan karena memfokuskan pada kesejahteraan lansia semata. Implementasi dan sosialisasi kebijakan juga masih jauh dari optimal.
Menurut Liow, beberapa poin penting yang dirasa perlu diubah dan dimasukkan dalam UU Kesejahteraan Lansia, di antaranya,
a. Pemenuhan hak asasi manusia sesuai dengan konstitusi UUD 1945 pasal 28A yaitu “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Dilanjutkan dengan pasal 28 I ayat 1 “Hak untuk hidup, hak untuk disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, hak untuk tidak dituntut, atas dasar hukum yang berlaku surut, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun” dan pasal 28 I ayat 4 “ perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah”.
b. Secara operasional memperkuat pelaksanaan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 42 yaitu “ Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan atau cacat mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”. Revisi undang-undang yang nantinya disusun berbasis pada “right based approach” bukan hanya “ bantuan yang bersifat charity”.
c. Membentuk regulasi dengan menggunakan pendekan penuaan sebagai “proses siklus kehidupan manusia” yang diikuti dengan upaya preventif dan promotif ( mempersiapkan masa lanjut usia yang sehat, aktif dan produktif). Ini juga membentuk program pemberdayaan lansia produktif dan potensial.
d. Memperkuat fungsi kelembagaan dengan memberikan pelayanan jangka panjang (long term care) agar dapat mempertahankan tingkat kapabilitas fungsional.
d. Penguatan fungsi otonomi daerah melalui peningkatan peranan Pemerintah Daerah sekaligus menyusun mekanisme koordinasi antara pusat dan daerah dalam hal perencanaan, penyelenggaraan dan evaluasi kebijakan lansia.