Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Talaud Sulawesi Utara

Dosen Ekonomi Unima Buka Suara Terkait Dana Mengendap Pemkab Talaud, Analogikan Uang di Bantal

"Harus diselidiki kenapa ada perbedaan angka yang cukup besar. Itu uang siapa, atau sudah mengendap sejak kapan,"

Penulis: Isvara Savitri | Editor: Isvara Savitri
HO
EKONOM SULUT - Dosen Ekonomi Universitas Negeri Manado, Dr Robert Winerungan. Ia menyebut dana mengendap seperti uang di bantal. 

TRIBUNMANADO.COM, MANADO - Kabar adanya dana mengendap milik Pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud di Sulawesi Utara mengejutkan publik.

Informasi tersebut dilontarkan Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa, beberapa waktu lalu.

Ia meyebut bahwa Pemkab Talaud menempati posisi kesembilan dengan jumlah dana mengendap Rp 26 triliun.

Jumlah ini jauh berbeda dari data Pemkab Talaud yang dananya tersisa kurang lebih Rp 53 miliar.

Selain itu, masih ada Rp 265 miliar yang belum diterima dari total Rp 819 miliar Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2025.

Menanggapi hal tersebut, Dosen Ekonomi Universitas Negeri Manado (Unima), Robert Winerungan, menyebut data Bank Indonesia (BI) dari Purbaya tak bisa diabaikan.

"Harus diselidiki kenapa ada perbedaan angka yang cukup besar. Itu uang siapa, atau sudah mengendap sejak kapan," jelasnya ketika dihubungi, Kamis (23/10/2025).

UANG NGANGGUR - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa saat rapat daring bersama kepala daerah di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, pada Senin (20/10/2025).
UANG NGANGGUR - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa saat rapat daring bersama kepala daerah di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, pada Senin (20/10/2025). (Tribunnews/Diaz)

Jika benar ada dana mengendap, hal itu bisa menghambat pertumbuhan ekonomi.

“Dana mengendap itu seperti uang di bantal, tidak ngapa-ngapain,” ujar Winerungan. 

Seharusnya dana itu segera dibelanjakan agar memberikan dampak langsung bagi masyarakat.

Setiap pengeluaran pemerintah memiliki efek berganda (multiplier effect) terhadap perekonomian daerah. 

Ketika pemerintah membelanjakan dana untuk pembangunan atau pengadaan barang dan jasa, uang tersebut akan berputar di masyarakat.

“Misalnya pemerintah mau bangun gedung, otomatis mereka membeli pasir, semen, dan bahan bangunan lain dari masyarakat setempat. Pemilik toko bangunan pun akan kembali belanja untuk stok. Perputaran uang seperti ini yang mendorong ekonomi daerah,” terangnya.

Sebaliknya, jika dana dibiarkan mengendap tanpa aktivitas belanja, maka roda perekonomi lokal akan tersendat. 

Baca juga: Caroll Senduk Resmi Nahkodai KONI Tomohon 2025–2029, Tekankan Semangat Sportivitas dan Prestasi

Baca juga: Polsek Kauditan Minut Gagalkan Kasus Dugaan Doger Anjing, Apa yang Didapat di Mobil Jadi Bukti Kuat

“Barang-barang tidak laku, masyarakat tidak merasakan manfaat, dan pertumbuhan ekonomi menjadi lambat,” tambahnya.

Sumber: Tribun Manado
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved