Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Berita GMIM

Penetapan Pdt Adolf Wenas Sebagai Pjs Ketua Sinode GMIM Dianggap Cacat Hukum

48 anggota Majelis Sinode GMIM menyuarakan kajian eklesiologis terkait keputusan rapat BPMS yang memberhentikan Ketua BPMS Pdt Hein Arina

Penulis: Chintya Rantung | Editor: Chintya Rantung
Kolase Tribun Manado
CACAT HUKUM - Kolase foto Kantor Sinode GMIM dan Anggota Majelis Sinode dari Wilayah Tondano II, Pdt Dan Sompe. Anggota majelis Sinode menyebutkan penetapan Pdt Adolf Wenas sebagai Pjs Ketua Sinode GMIM dianggap cacat hukum. 

Ringkasan Berita:
  • Sebanyak 48 anggota Majelis Sinode Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) yang di dalamnya termasuk Ketua-ketua Badan Pekerja Majelis Wilayah (BPMW) menyuarakan kajian eklesiologis
  • Kajian yang didasarkan pada Tata Gereja GMIM ini secara tegas menyimpulkan BPMS telah melampaui batas kewenangannya karena fungsi memberhentikan anggota BPMS
  • Pemberhentian Ketua BPMS mutlak kewenangan sidang majelis Sinode

TRIBUNMANADO.CO.ID - Sebanyak 48 anggota Majelis Sinode Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) yang di dalamnya termasuk Ketua-ketua Badan Pekerja Majelis Wilayah (BPMW) menyuarakan kajian eklesiologis terkait keputusan rapat Badan Pekerja Majelis Sinode (BPMS) yang memberhentikan Ketua BPMS Pdt Hein Arina dan menonaktifkan Plt Ketua BPMS Pdt Janny Rende, serta menunjuk Penjabat Sementara (Pjs) Ketua BPMS Pdt Adolf  Wenas.

Kajian yang didasarkan pada Tata Gereja GMIM ini secara tegas menyimpulkan BPMS telah melampaui batas kewenangannya karena fungsi memberhentikan anggota BPMS, termasuk Ketua, sepenuhnya merupakan hak dan tugas dari Sidang Majelis Sinode Tahunan (SMST) atau Sidang Majelis Sinode (SMS) Lima Tahunan.

Kapasitas Anggota Majelis Sinode Sebagai Penjaga Tata Gereja

Salah Satu pengkaji, Pdt Anthonius Dan Sompe, Anggota Majelis Sinode dari Wilayah Tondano ll kepada Tribun Manado Jumat (7/11/2025) menegaskan kapasitas mereka untuk mengkaji hal ini didasarkan pada Peraturan Tentang Wilayah (PTW) Bab VI, Pasal 18, ayat 2a dan Peraturan Tentang Sinode (PTS) Bab III, Pasal 7 ayat 4, yang menugaskan anggota Majelis Sinode (termasuk Ketua BPMW) untuk menetapkan dan menilik pelaksanaan Tata Gereja GMIM.

"Anggota Majelis Sinode (di dalamnya Ketua BPMW) bertugas dan menilik pelaksanaan Tata Gereja, memiliki tanggung jawab dan kewajiban memikul dan mengemban fungsi serta tugas bersama dalam semangat persekutuan yang sehati sepikir dalam satu iman. Kewajiban ini menunjuk bahwa peserta SMS tidak hanya berfungsi saat persidangan, tapi juga sebelum dan sesudahnya, termasuk saat pengkajian seperti ini," demikian bunyi salah satu poin kajian.

Pemberhentian Ketua BPMS: Mutlak Kewenangan Sidang Majelis Sinode

Poin krusial dalam kajian ini adalah mengenai kewenangan pemberhentian. Berdasarkan PTS Bab IV, Pasal 15, ayat 4, disebutkan bahwa: "Memberhentikan keanggotaan BPMS yang mengundurkan diri atau dikenai tindakan disiplin" adalah tugas dari Sidang Majelis Sinode Tahunan (SMST), bukan BPMS.

"BPMS tidak berhak memberhentikan Ketua BPMS, Pdt Hein Arina dan Pdt Janny Rende sebagai Plt Ketua BPMS. Itu adalah tugas SMST," tegas Mantan Wakil Ketua BPMS GMIM Bidang Ajaran, Pembinaan & Penggembalaan periode 2018-2022).

Tindakan disiplin terhadap BPMS sendiri, sesuai Peraturan Tentang Penggembalaan, Penilikan dan Disiplin Gerejawi (PTPPDG) Bab IV, Pasal 9 ayat 3, juga merupakan kewenangan Sidang Majelis Sinode.

Penetapan Pjs Ketua Dianggap Cacat Hukum

Keputusan BPMS mengangkat Pjs Ketua BPMS Pdt Adolf Wenas, melalui rapat juga dinilai cacat hukum dan tidak sah. 

Pihak pengkaji berargumen yang beranggotakan 48 Anggota Majelis Sinode menyebutkan Pasal 29 ayat 4 (tentang pengisian lowong Ketua) dan Pasal 61 (tentang hal-hal lain yang belum jelas) dalam PTS tidak dapat dijadikan dasar hukum bagi BPMS untuk mengambil alih kewenangan SMS.

Pasal tentang "kelowongan" baru berlaku jika Ketua benar-benar mengundurkan diri atau meninggal dunia.

Dengan memberhentikan Ketua yang masih menjabat, BPMS dianggap telah menciptakan "kelowongan" artifisial. 

Sementara itu, Pasal 61 hanya memberikan kewenangan terbatas untuk hal-hal yang belum jelas dan tidak bertentangan dengan Tata Gereja.

Sumber: Tribun Manado
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved