Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

G30S 1965

Perempuan asal Sulut Jadi Saksi G30S 1965, Oma Tintang Saksikan Momen Penculikan Jenderal Nasution

Perempuan asal Sulut Jadi Saksi G30S 1965. Oma Tintang atau Alpiah Makasebape menyaksikan momen penculikan Jenderal A.H Nasution.

|
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Frandi Piring
Dok. Pribadi Keluarga Alpiah Makasebape/Tribunnews.com-Herudin/Grafis TribunManado.co.id
G30S - Perempuan asal Sulut Jadi Saksi G30S 1965. Oma Tintang atau Alpiah Makasebape menyaksikan momen penculikan yang menargetkan Jenderal A.H Nasution di rumah sang jenderal, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Kisah satu sosok perempuan sederhana asal Sulawesi Utara (Sulut) yang turut menjadi bagian dari sejarah kelam Gerakan 30 September (G30S) 1965 silam. 

Ialah Alpiah Makasebape, perempuan kelahiran Tamako, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulut, 25 Desember 1936.

Alpiah merupakan pengasuh putri kecil Jenderal Abdul Haris Nasution, Ade Irma Suryani Nasution kala itu.

Ia dikenal dengan sapaan Oma Tintang.

Beliau tutup usia pada usia 88 tahun di kediamannya di Kelurahan Dumuhung, Kecamatan Tahuna Timur, Rabu 23 Oktober 2024 lalu.

Kepergian almarhumah membawa duka mendalam, terutama bagi masyarakat Sangihe yang mengenalnya sebagai sosok penuh ketulusan sekaligus saksi bisu sejarah kelam bangsa.

Oma Tintang dikenal luas setelah dipercaya mengasuh putri bungsu Jenderal A.H. Nasution, Ade Irma Suryani, sejak bayi pada 1960.

SAKSI G30S - Potret sosok Alpiah Makasebape semasa hidup bersama Jenderal A.H Nasution sekeluarga. Alpiah atau Oma Tintang merupakan Pengasuh Ade Irma Suryani asal dari Sangihe-Sulut
SAKSI G30S - Potret sosok Alpiah Makasebape semasa hidup bersama Jenderal A.H Nasution sekeluarga. Alpiah atau Oma Tintang merupakan Pengasuh Ade Irma Suryani asal dari Sangihe-Sulut (Dok. Pribadi Keluarga Alpiah Makasebape for TribunManado.co.id)

Saat itu, ia dipilih oleh Johana Sunarti, istri sang jenderal, melalui rekomendasi Yayasan Tilaar yang menyalurkan tenaga pengasuh.

Meski sempat ragu karena tidak fasih berbahasa Indonesia, Oma Tintang akhirnya diterima dengan penuh kasih dalam keluarga besar Nasution. 

Bahkan, dari kebiasaan masyarakat Sangihe memanggil saudara lebih muda dengan sebutan ade, lahirlah nama panggilan “Ade” yang melekat pada Irma Suryani hingga akhir hayatnya.

Selama bertahun-tahun, ia mendampingi tumbuh kembang Ade Irma dengan penuh kasih sayang.

Oma Tintang tidak hanya dekat dengan Irma, tetapi juga akrab dengan kakaknya, Hendrianti Sahara (Yanti), serta ajudan keluarga, Lettu Pierre Tendean.

Namun, kebahagiaan itu berakhir tragis pada dini hari 1 Oktober 1965.

Pasukan Tjakrabirawa menyerbu rumah Jenderal Nasution di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat.

Tujuan pasukan tersebut untuk menculik sang jenderal.

Ade Irma Suryani terkena tembakan dan akhirnya meninggal dunia di usia lima tahun.

Pengunjung melihat diorama penyerbuan pasukan Tjakrabirawa di Museum AH Nasution, di Jakarta. 5 Tempat yang Mengingatkan Peristiwa G30S, Monumen Pancasila Sakti hingga Monumen Ade Irma Suryani.
MUSEUM - Pengunjung melihat diorama penyerbuan pasukan Tjakrabirawa di Museum A.H. Nasution di Jakarta. (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Oma Tintang yang kala itu berusia 25 tahun menjadi saksi langsung peristiwa tersebut.

Ia bahkan sempat melapor ke markas marinir. 

Dalam satu wawancara dokumenter, ia mengungkapkan bahwa tiga minggu sebelum kejadian, Ade Irma sering menangis tanpa alasan, seolah memberi firasat.

Seusai tragedi itu, Oma Tintang kembali ke Sangihe, Sulut pada 1969.

Meski jauh, hubungan dengan keluarga Nasution tetap terjaga.

Foto-foto kecil Ade Irma dan keluarga besar Jenderal Nasution selalu ia simpan rapi sebagai kenangan yang tak ternilai.

Rumahnya di Tahuna kerap didatangi masyarakat, pejabat, hingga prajurit TNI yang ingin mendengar langsung kisah tentang Ade Irma dan peristiwa G30S/PKI dari saksi mata yang mengasuhnya.

SAKSI G30S - Potret sosok Alpiah Makasebape semasa hidup. Alpiah atau Oma Tintang merupakan Pengasuh Ade Irma Suryani asal dari Sangihe-Sulut yang menjadi saksi G30S 1965 di rumah Jenderal A.H Nasution.
SAKSI G30S - Potret sosok Alpiah Makasebape semasa hidup. Alpiah atau Oma Tintang merupakan Pengasuh Ade Irma Suryani asal dari Sangihe-Sulut yang menjadi saksi G30S 1965 di rumah Jenderal A.H Nasution. (Dok. Pribadi Keluarga Alpiah Makasebape for TribunManado.co.id)

Sosoknya menjadi pengingat bahwa sejarah tidak hanya hidup di buku, tetapi juga di ingatan mereka yang pernah mengalaminya.

Kini, meski raga Oma Tintang telah tiada, kisah pengasuh setia asal Sangihe itu akan tetap hidup.

Ia dikenang sebagai perempuan sederhana yang penuh kasih, serta saksi sejarah yang menjaga memori tentang pengorbanan Ade Irma Suryani Nasution agar tidak hilang dari ingatan bangsa.

Baca juga: Sosok Ade Irma Suryani, Putri Jenderal AH Nasution yang Jadi Korban Cakrabirawa dalam Peristiwa G30S

Sejarah G30S 1965

Pada Selasa 30 September 2025, Indonesia kembali memperingati peristiwa kelam dalam sejarah, yakni Gerakan 30 September atau G30S.

G30S merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah Indonesia, ditandai dengan penculikan enam jenderal dan satu perwira TNI Angkatan Darat (AD) pada 30 September 1965 malam.

Penculikan itu dilakukan sebagai dalih untuk mengatasi upaya kudeta yang dikabarkan akan dilakukan oleh Dewan Jenderal terhadap Presiden Soekarno kala itu.

Peristiwa ini menyebabkan sejumlah jenderal hingga perwira TNI AD gugur.

Mayat para jenderal dan perwira TNI AD itu pun ditemukan di sebuah sumur di Lubang Buaya, Jakarta, keesokan harinya, 1 Oktober.

Peristiwa G30S itu juga menjadi tonggak Soeharto menjabat sebagai presiden Indonesia menggantikan Soekarno melalui Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) tahun 1966.

Meski dalang G30S versi warisan Orde Baru adalah Partai Komunis Indonesia (PKI), ada teori-teori lain yang dikemukakan oleh banyak peneliti dan sejarawan.

Para perwira yang gugur antara lain, Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jenderal Siswondo Parman.

Kemudian, Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan, Brigadir Jenderal Sutoyo Siswodiharjo serta satu ajudan jenderal, Lettu Pierre Andreas Tendean.

Lettu Pierre Tendean adalah ajudan dari Jenderal A.H Nasution. Ia berkorban untuk menyelamatkan sang jenderal kala itu. (Edu)

Baca juga: Sejarah Peristiwa Kelam G30S: Ini 7 Teori Dalang di Balik Gerakan 30 September, Ada Soeharto dan CIA

Baca juga: Kisah Soetanti, Istri DN Aidit setelah G30S 1965, Menyamar sebagai Istri Bupati sebelum Tertangkap

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved