Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Makan Bergizi Gratis

Akhirnya Terungkap Penyebab Keracunan MBG, Temukan Ini Pada Daging, Telur dan Nasi

Program Makan Bergizi Gratis (yang dikenal dengan singkatan MBG) merupakan program makan siang gratis Indonesia

Editor: Glendi Manengal
Tribun Jabar/Gani Kurniawan
KERACUNAN - Pelajar korban keracunan Makanan Bergizi Gratis (MBG) dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cililin, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Kamis (25/9/2025). Korban keracunan MBG terjadi di Kecamatan Cipongkor dan Cihampelas sejak Senin (22/9/2025) hingga Kamis (25/9/2025), mencapai lebih dari 1.200 orang. Menurut WHO ada lima hal yang bisa dideteksi di laboratorium untuk menilai sebuah kasus keracunan makanan, termasuk dalam kasus MBG. (TRIBUN JABAR/GANI KIRNIAWAN) 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Soal kasus keracunan massal pada menu Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi perhatian.

Program Makan Bergizi Gratis (yang dikenal dengan singkatan MBG) merupakan program makan siang gratis Indonesia yang dicetuskan pada masa pemerintahan Prabowo Subianto.

Program ini dirancang dengan tujuan untuk membangun sumber daya unggul, menurunkan angka stunting (tengkes), menurunkan angka kemiskinan, dan menggerakkan ekonomi masyarakat.

Program ini juga merupakan rancangan pemerintah Prabowo Subianto dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.

Hingga saat ini sudah ribuan siswa yang menjadi korban keracunan MBG.

Lantas kini terungkap penyebab dari keracunan tersebut.

Penyebab banyaknya kasus keracunan massal menu Makan Bergizi Gratis(MBG) akhirnya ditemukan. 

Eks Direktur Penyakit Menular WHO, Prof Tjandra Yoga Aditama menjelaskan jika menurut WHO ada lima hal yang bisa dideteksi di laboratorium untuk menilai sebuah kasus keracunan makanan. 

"Dan ada baiknya lima hal yang bisa dideteksi ini dilakukan di laboratorium kita terkait MBG ini," ujar Prof Tjandra dalam keterangan tertulisnya, Minggu(28/9/2025) malam.

Rekomendasi WHO ini standar penanganan identifikasi pemicu keracunan makanan yang tidak hanya terjadi pada program MBG Saja. 

Lima Pemeriksaan Sampel Makanan Deteksi Penyebab Keracunan

Lima hal yang dimaksud tersebut adalah:

1. Bakteri Salmonela dan Coli

Ditemukannya bakteri Salmonella Campylobacter dan Escherichia Coli pada sampel makanan korban keracunan

Selain itu ditemukan juga Listeria dan Vibrio cholerae. Listeria adalah bakteri bernama Listeria monocytogenes yang menyebabkan penyakit listeriosis, sebuah infeksi yang umumnya ditularkan melalui makanan yang terkontaminasi seperti daging olahan, ikan asap, atau produk susu yang tidak dipasteurisasi. 

Penyakit ini bisa berbahaya, terutama bagi wanita hamil, bayi baru lahir, lansia, dan orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. 

Sementara vibrio cholerae adalah bakteri yang menyebabkan penyakit kolera, suatu infeksi usus yang ditandai dengan diare berair dan muntah-muntah yang dapat menyebabkan dehidrasi parah hingga mengancam jiwa. 

Penularan terjadi melalui konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi bakteri kolera. 

2. Virus 

Ada virus yang disebut WHO sebagai jenis norovirus dan virus hepatitis A. 

3. Cacing

Keberadaan parasit seperti cacing trematoda dan cacing pita seperti ekinokokus maenia taenia.

4. Prion sebagai pemicu keracunan makanan

Prion adalah bahan infeksi yang terdiri dari protein contohnya adalah Bovine Spongiform encephalopathy atau BSE. 

BSE adalah penyakit progresif dan fatal pada sistem saraf sapi yang disebabkan oleh akumulasi protein abnormal yang disebut 'prion' di jaringan saraf.

5. Kontaminasi Bahan Kimia

Waspadai kemungkinan kontaminasi bahan kimia pada makanan

Asal Bakteri Penyebab Keracunan MBG

Terkait lima hal itu, menurut Direktur Pascasarjana Universitas Yarsi ini merujuk pemeriksaan hasil laboratorium terkait sampel MBG di laboratorium kesehatan daerah Provinsi Jawa Barat setidaknya ada dua penyebab keracunan makanan.

Bakteri Salmonella Pada Daging dan Telur

Pertama kata dia adalah ditemukan bakteri yang sebagian besar adalah Salmonella pada sampel makanan MBG.

Menurut WHO, kontaminasi ini pada umumnya terkait dengan makanan tinggi protein seperti daging, unggas dan telur.

Bacillus Cereus karena Penyimpanan Nasi Tidak Tepat

Kemudian yang kedua adalah ditemukan bakteri Bacillus Cereus. 

Berdasarkan data dari NSW food authority Australia, bakteri tersebut dapat memicu keracunan dan disebabkan karena penyimpanan nasi yang tidak tepat.

Program MBG 2026 dapat Anggaran Rp335 triliun

Resmi disahkan soal Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026.

Rancangan Undang-Undang (RUU) adalah draf atau usulan undang-undang yang sedang dalam proses pembahasan dan belum disahkan oleh lembaga legislatif (seperti Dewan Perwakilan Rakyat/DPR di Indonesia) dan persetujuan eksekutif (Presiden).

RUU ini berisi norma hukum yang diusulkan untuk menjadi peraturan yang mengikat, namun baru akan menjadi Undang-Undang (UU) yang sah dan berlaku setelah melalui proses legislasi yang lengkap, termasuk pembahasan, persetujuan bersama, dan pengundangan. 

Terkait hal tersebut DPR RI telah mengesahkan RUU APBN 2026 menjadi undang-undang.

Keputusan itu diambil setelah Ketua DPR RI, Puan Maharani mendengar sikap seluruh fraksi partai politik di DPR RI dalam pembahasan tingkat II pada Sidang Paripurna DPR RI Ke-5 Masa Persidangan 1 Tahun Sidang 2025-2026.

Pada rapat tersebut, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memaparkan rincian pagu anggaran berbagai agenda prioritas pada APBN 2026.

Berikut adalah rincian anggaran tersebut:

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) Rp 335 triliun

Purbaya menyebut, MBG didesain untuk meningkatkan kualitas gizi anak sekolah, ibu hamil, dan balita sekaligus memberdayakan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) hingga mendorong ekonomi lokal.

Badan Gizi Nasional Bakal Dapat Anggaran Rp268 triliun

rogram Presiden Prabowo yakni Makan Bergizi gratis bakal mendapat anggaran di Tahun 2026.

Melalui Badan Gizi Nasional (BGN) bakal mendapat anggaran Rp268 triliun.

Anggaran akan fokus digunakan program Makan Bergizi gratis, untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita.

Terkait hal tersebut Kepala BGN Dadan Hindayana menyebutkan, jumlah tersebut meningkat sekitar Rp 50,1 triliun dibandingkan pagu indikatif sebelumnya yang senilai Rp 217,8 triliun.

Dadan merinci penggunaannya.

Anggaran sebesar Rp 34,493 triliun dialokasikan untuk program Makan Bergizi gratis (MBG) yang ditujukan kepada penerima manfaat anak sekolah.

Kemudian, untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita sebesar Rp 3,1 triliun.

Selain itu, anggaran tambahan juga dialokasikan untuk belanja pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) sebesar Rp 3,9 triliun, digitalisasi MBG senilai Rp 3,1 triliun, serta promosi, edukasi, kerja sama, dan pemberdayaan masyarakat sebesar Rp 280 miliar.

Serta tambahan Rp 700 miliar untuk pemantauan dan pengawasan yang akan dilaksanakan oleh BPOM.

Sementara itu, Rp 412,5 miliar akan dipakai untuk sistem dan tata kelola, termasuk pemanfaatan data status gizi yang dikelola Kementerian Kesehatan dan Badan Pusat Statistik (BPS).

Ada juga kebutuhan untuk koordinasi penyediaan dan penyaluran, termasuk gaji akuntan, ahli gizi, serta pelatihan penjamah makanan di setiap SPPG, dialokasikan sebesar Rp 3,8 triliun.

Secara klasifikasi, 95,4 persen anggaran atau sekitar Rp 255,5 triliun difokuskan untuk program pemenuhan gizi nasional, sementara 4,6 persen atau Rp 12,4 triliun untuk program dukungan manajemen.

Jika dilihat berdasarkan fungsi, 83,4 persen anggaran dialokasikan ke fungsi pendidikan senilai Rp 223,5 triliun, 9,2 persen ke fungsi kesehatan Rp 24,7 triliun, dan 7,4 persen ke fungsi ekonomi Rp 19,7 triliun.

Sementara dari sisi belanja, 97,7 persen merupakan belanja barang, 1,4 persen belanja pegawai, dan 0,9 persen belanja modal.

"Jika dikategorikan berbasis anggaran operasional dan non-operasional, maka 2,9 persen itu operasional, sementara 97,1 persen non-operasional," tutur Dadan.

Target

MBG memiliki beberapa target pencapaian yang telah ditetapkan.

Pada sektor siswa dan santri, program ini bertujuan untuk menghilangkan kelaparan akut dan kronis serta meningkatkan pertumbuhan berat badan sebesar 0,37 kg per tahun dan tinggi badan 0,54 cm per tahun.

Selain itu, terdapat target peningkatan tingkat partisipasi siswa di sekolah hingga 10 persen, serta penambahan rata-rata kehadiran siswa sebanyak 4 hingga 7 hari per tahun.

Upaya ini juga mencakup pengurangan rasio ketimpangan gender dengan meningkatkan tingkat partisipasi siswa perempuan di sekolah.

Bagi ibu hamil dan balita, program ini menargetkan penurunan angka stunting nasional ke level di bawah 10?lam 3-5 tahun.

Selain itu, diharapkan dapat mengurangi tingkat kematian balita yang saat ini mencapai 21 kematian per 1.000 kelahiran.

Dalam target jangka panjang, program ini menetapkan sejumlah pencapaian ambisius bagi Indonesia pada tahun 2045.

Diproyeksikan bahwa hanya 0,5 persen - 0,8 persen penduduk yang masih berada di bawah garis kemiskinan.

Indonesia juga menargetkan status Tanpa Kelaparan dengan nilai Global Hunger Index (GHI) di bawah 10.

Selain itu, angka stunting diharapkan menurun hingga di bawah 5 persen , termasuk balita yang tidak mengalami kekurangan gizi.

Untuk sektor pendidikan, targetnya adalah meningkatkan rata-rata lama belajar penduduk Indonesia menjadi 12 tahun pada 2045.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved